Seminggu berada di rumah ini membuat Gavin merasa nyaman, dia menemukan tempat yang layak disebut rumah walau kehidupan di keluarga ini monoton, mereka cenderung sibuk berkutat dengan pekerjaan masing-masing.Biasanya mereka akan mulai mengobrol jika Gavin sudah ikut duduk bersama, hal yang mereka obrolkan jika tidak ada Gavin di sana pasti melulu tentang pekerjaan dan kantor saja.
"Kak mau makan mcd nggak?" tanyanya pada Givanno yang masih sibuk dengan ipadnya.
"Enakan juga kfc, kenapa lu pengen mcd?"
"Ayam spicy mcd enak, burgernya juga lumayan kan." Gavin masih berusaha merayu kakaknya agar keinginannya makan pedas terlaksana, seminggu di rumah ini masakan yang tersedia bahkan jauh dari kata pedas.
"Yaudah gue mau burgernya kalau gitu," Givanno masih saja fokus pada ipad nya.
"Mama sama papa mau nggak?" Gavin menawarkan, lagipula saldo yang dia punya bukan main jumlahnya.
"Boleh, mama sama Papa ikut Gavin aja, mau beli apa juga dimakan sayang." Maira menjawab dengan tangan masih sibuk mengupas mangga.
Gavin langsung memesan beberapa makanan yang menurutnya cocok dengan selera keluarganya, dia harus mulai meminta dan tidak segan dengan mereka, Gavin juga tidak nyaman jika lagi-lagi dia yang ditawari saja.
Selesai dengan pesanannya, dia melihati Givanno dengan saksama, dirinya heran karena kakaknya mudah fokus, bahkan Givanno bisa menghitung uang dengan sesekali mengobrol bersama orang lain.
Merasa dilihati adiknya, Givanno segera menaruh ipadnya, "mau nanya apa?"
Gavin tersenyum, "hehe kakak nggak punya cewek kah?" Kedua orang tuanya yang mendengar langsung tertawa terbahak-bahak.
"Tuh kan Givanno, mama bilang juga apa, sampe adik kamu heran begitu loh," Maira masih tertawa kemudian pergi ke dapur hendak mencuci tangan.
"Nggak ada waktu buat pacaran, mending gue cari duit yang banyak." sanggah Givanno, dia hanya beralasan karena yang pasti dia masih ingin menghabiskan banyak waktu dengan Gavin, jika dia mempunyai pacar dan menikah, otomatis waktunya akan tambah terbagi.
"Tapi bukan berarti kakak nggak berniat menikah kan?" tanyanya telak, Givanno tersenyum.
"Kenapa? Lu pingin nikah atau gimana,"
"Enggak si nanti dulu, cuma dilihat-lihat kakak ini sibuk banget sama kerjaan terus kayak nggak pernah main."
"Gue main kok, golf juga sering cuma ini lagi males aja, kapan-kapan mau belajar golf juga?" Gavin mengangguk antusias.
"Eh tapi di sana banyak cewek kan? Masa kakak nggak ada yang mau kenalan." terdengar suara bel menggema, "udah sana, itu diambil makanannya, jangan lupa kasih tip ya."
Akan tetapi, bel yang berbunyi seperti tidak sabaran, Givanno sampai tidak suka mendengarnya dan langsung ikut menyusul Gavin yang sudah berjalan ke depan, "Vin jangan dikasih tip dulu, kurang ajar dia sampai sebegitunya bunyiin bel."
Gavin yang sudah membuka pintu bingung menatap dua orang lelaki dan perempuan dengan hanya membawa tas biasa, dia kebingungan di mana pesanannya sampai melongok ke arah belakang wanita itu.
Givanno yang tadi mengekor kembali bersuara, "Bentar Vin gue mau ngomong sama o-" ucapannya terjeda dan dia sangat terkejut, Gavin ikut menengok ke arah Givanno yang langsung berteriak memanggil kedua orang tuanya.
"PAPA, MAMA CEPET KE SINI ADA OM HEN SAMA TANTE TIA." Gavin limbung karena tangannya langsung ditarik masuk oleh Givanno, tidak selesai sampai di situ, Papanya yang berlari menghampiri pintu juga ikut heboh menyuruh dia kembali ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMETHYST (ON GOING)
General FictionManis itu candu, baik mudah ataupun sulit, manis selalu menjadi dambaan untuk titik akhir sebuah perjuangan. Seseorang yang seringkali menelan garam, mengunyah kepahitan, dan merasai kehambaran, tetap saja akan merasakan manis di akhir kunyahannya...