Kana memijit kepala sembari duduk dengan benar, dia merasa pusing sampai enggan membuka mata, tepat ketika manik cokelat itu terbuka sempurna, mulutnya turut menganga tanpa sepatah kata.Dia masih berusaha mengumpulkan nyawanya dengan menyapu ruangan yang ia tempati, ruangan seperti kamar bernuansa abu-abu gelap membuatnya terheran-heran.
"Surga 'kah ini?" gumamnya lirih, "tapi kan aku belum pesan ingin pakai konsep yang seperti apa." bingungnya.
Dia kemudian melihat ada ponsel tergeletak di atas nakas, "Wah iphone, keren juga Surga yang aku tempati."
Dengan perlahan mengambil ponsel itu, dia tersenyum penuh arti, membolak-balik ponsel yang sering dia lihat lewat ponselnya yang dulu, dia kerap merasa heran bisa langsung memegang ponsel itu dengan tangannya sendiri.
Tak lama, dia ingin melihat wallpaper apa yang menghiasi ponsel barunya, merasa semua sudah tertata tanpa dia meminta dan memang nyaris seperti tipenya, dia tanpa sungkan langsung mengakui bahwa semua yang ada di sana sudah menjadi hak miliknya.
"Oke wallpapernya lucu, gambar kucing haha." ucapnya yang kemudian langsung kaget dan melempar ponsel itu, dia kembali mengambil untuk mengecek tanggal dan menganga, menelusuri sekeliling dengan cepat dia menemukan cermin seukuran badan di tengah ruangan, bergegas dia mendekati sembari bergumam.
"Aduh tanggal 7 november 2019, berarti baru seminggu mati dong- AAAARGHHHHH."
Dia berteriak histeris menunjuk ke arah kaca.Ketakutannya semakin menjadi setelah dari luar pintu terdengar gaduh, yang tak lama sesudahnya ada tiga orang masuk dengan raut khawatir yang tak bisa disembunyikan.
"Aaaaaaarghhhhh Jangan, jangan Surga seperti ini tolong." teriaknya semakin kencang tak peduli ketiga orang yang berada dalam ruangan yang sama melihatinya dengan khawatir, bahkan salah satunya ada yang sudah menangis.
Seorang wanita dengan perawakan seperti ibu mendekat ke arah dia dan langsung memeluknya dengan erat "Gavin, kenapa Sayang, Mama ada di sini, semuanya ada di sini nak, jangan nangis sayang, bilang sama Mama mana yang sakit."
Ketiga orang itu tetap mencoba menenangkan Kana yang benar-benar histeris, menangis dan berteriak seperti orang kesurupan.
"Gavin, tarik napas yang dalam ya sayang, maafin mama, papa, sama kakak yang lupa ngecek kamu ke kamar, nggak papa nak nggak ada apa-apa." ucap si wanita dengan masih berderai air mata sembari memeluk orang yang disebutnya Gavin itu.
Kana terdiam dalam pelukan wanita itu, tebersit dalam pikirannya bahwa dia bereinkarnasi, dia kemudian menatap ketiga orang itu dengan penuh tanya. Mereka memang terlihat seperti sebuah keluarga, tidak salah, Gavin adalah raga yang kana tempati sekarang.
"Gavin kenapa? Ada yang sakit ya nak," ucap wanita yang tadi mengaku sebagai ibunya, dia benar mendengar bahwa namanya Gavin, dia kembali menatap ke arah kaca dan mengamati dengan saksama.
Aku benar-benar bereinkarnasi, dan lihat sekarang aku seorang lelaki, padahal di kehidupan sebelumnya aku seorang perempuan. batinnya.
"Ma, mungkin Gavin jatuh, kita panggil dokter Rey aja ma ke sini" sahut seorang pemuda dengan perawakan sedikit lebih tua dibanding dia, yang jika diperhatikan wajah pemuda itu terlihat mirip dengan tubuh yang dia tempati sekarang.
Tanpa lama mereka kemudian setuju, dan alangkah kagetnya dia ketika pemuda tadi beserta pria yang dia duga sebagai ayah Gavin membopongnya ke arah kasur, dia masih diam menurut ketika si wanita memakaikannya selimut dan menyuruhnya untuk menunggu dokter, dia ijin mengambil makanan dan minuman.
Dengan banyak terkaan dan dugaan yang ada, hanya reinkarnasi lah yang paling cocok menggambarkan keadaannya saat ini, walau dia sangat heran karena jarak waktu reinkarnasinya hanya seminggu dari dia kecelakaan kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMETHYST (ON GOING)
General FictionManis itu candu, baik mudah ataupun sulit, manis selalu menjadi dambaan untuk titik akhir sebuah perjuangan. Seseorang yang seringkali menelan garam, mengunyah kepahitan, dan merasai kehambaran, tetap saja akan merasakan manis di akhir kunyahannya...