(Part 2) Tidak Apa

10 1 0
                                    

Ada beberapa orang yang mengira bahwa kesepian adalah sebuah kesalahan, bahwa kesepian itu adalah celaka, harus menjauhi dan menghindari. Pada kenyataannya, kesepian mampu membuat seseorang tahu, bagaimana dirinya sangat mandiri dan malu jika menjadi benalu.

Kana keluar dari kamarnya setelah selesai mandi, dia merasakan banyak yang yang berbeda dari kehidupan sebelumnya, mungkin efek dari jaminan keluarga yang mampu dan penuh kasih sayang ini, membuat dia semakin sadar bahwa dia memang tengah menjalani hidup kembali.

Dia mendekati Givanno yang sedang berkutat dengan laptopnya, sedangkan Givanno yang sadar dihampiri adiknya langsung meletakkan laptop itu, "Lu mau makan apa nanti malem? Kalau mau makan di luar juga bisa nanti gue booking restorannya, anggep aja traktiran buat lu."

"Jangan keluar dulu kak, makan di rumah aja ya, takut adekmu juga kecapekan kan." sahut mamanya ikut duduk di sebelah kakeknya.

"Papa di sini dua hari sekalian ya, hari senin papa pulangnya,"

Kakek yang tadinya masih terfokus dengan TV langsung menengok ke arah Maira, "Papa besok ada acara sama adikmu harusnya, tapi nggak papa deh nemenin Gavin sekalian."

Kana hanya menatap diam mereka berdua, entah memang keluarga ini yang terlampau perhatiannya atau tidak, yang jelas Kana merasa bahwa mereka sedang berusaha memperkenalkan diri bahkan lingkungan mereka kepada Kana, dia merasa terbantu dengan itu tapi juga merasa sedikit aneh.

Alex terlihat masih membahas pekerjaan bersama papanya, dari yang dia tahu tadi, Alex punya peran penting dalam tumbuh kembang Gavin, Alex juga sempat banyak bercerita tentang masa Gavin anak-anak, walaupun Alex bercerita dengan embel-embel 'Jadi ingat pas dulu Tuan masih Kecil' tetapi Kana paham betul bahwa Alex juga sedikit menjabarkan tentang siapa itu Gavin di rumah ini.

Jam menunjukkan pukul lima sore, mereka memutuskan untuk pesan antar makan malam kali ini, "Eh Gavin, mama ada kenalan orang yang pinter main drum, kamu mau les sama dia nggak?"

Sebelum Kana sempat menjawab, kakek mengingatkan Maira untuk tidak membuat Gavin kelelahan.

"Gavin kan nggak kuliah pa, dia juga udah lulus dan pasti pingin ngerjain hal lain, atau Gavin ada sesuatu yang mau dikerjakan nak?"

"Emmm, aku mau kok latihan drum, bener kata mama aku juga butuh ngerjain hal lain."

Maira tersenyum, " Minggu depan mama suruh dia ke rumah ya, minggu ini kamu full istirahat dulu."

Kana hanya mengangguk-angguk mengerti, berarti benar bahwa selama ini kehidupan Gavin memang monoton, Alex juga sempat menginformasikan bahwa Gavin home schooling yang jika dilihat itu wajar bahwa Gavin ini anak yang introvert.

Dari yang Kana perhatikan, keluarga ini merasa senang karena Gavin yang sekarang, alias Kana, mau banyak berbicara dengan orang lain, mamanya juga sempat mengatakan dia hampir lupa suara Gavin karena memang sependiam itu.

Akan tetapi, Maira memang masih sering over memperlakukan dia, Maira seperti menganggap Gavin ini bayi yang segala macamnya harus dia urus juga, tetapi Kana adalah anak yang mandiri, Maira terlihat terharu karena Gavin kali ini lebih aktif daripada sebelumnya.

Kana membulatkan tekadnya, dia sudah berkali-kali meminta maaf di dalam hatinya, baik untuk Gavin sendiri ataupun orang-orang yang ada di sekitarnya, Kana berjanji akan menjadi anak yang patuh dan tidak mengecewakan kedua orang tua barunya.

Mulai saat ini, Kana memutuskan untuk menganggap dirinya sebagai Gavin sampai waktu yang diberikan untuknya habis tak tersisa.

                        ***************

AMETHYST (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang