Chapter 23

898 148 126
                                    

Ezra memandu perjalanan sembunyi-sembunyi mereka dengan begitu piawai seakan dia sudah berpengalaman. Selalu saja ada ide tempat untuk bersembunyi dan pergerakannya juga gesit sekali. Meski begitu, Javan tetap bisa mengikutinya dengan baik tanpa banyak masalah. Mereka menemukan jalur tersembunyi berupa terowongan alami yang sempit yang ujungnya ternyata bisa tembus ke sebuah ngarai. Perjalanan mereka kemudian terhenti karena tidak bisa menyeberangi ngarai yang begitu lebar dengan dasar yang tak terlihat. Padahal di seberang sana adalah tempat yang dicari-cari Ezra selama ini.

Meski kecewa tidak bisa melihat lebih dekat, tapi pemandangan di sana bisa terlihat semuanya dari tempatnya berdiri. Ezra memutuskan untuk memantaunya dari sini saja menggunakan binokular. Mulut gua ini tampaknya merupakan tempat yang tidak terlalu mencolok karena di depannya ditutupi tumbuhan-tumbuhan liar yang lumayan lebat. Ini tempat yang sempurna untuk melangsungkan operasi mata-matanya. Tapi sebelum itu, perut Ezra mendadak keroncongan.

"Berhubung kita sudah sampai. Kita isi energi dulu ya. Perutku lapar," katanya pada Javan yang cuma mengangguk-angguk.

Ezra mengeluarkan jagung rebusnya dari ruang hampa, tapi pura-puranya dia ambil dari dalam tas. Lalu dia menawarkannya pada Javan.

"Jagung," kata Ezra sambil menyodorkan jagungnya.

Javan cuma menatap jagung tersebut tanpa ada tanda-tanda akan menolak ataupun menerimanya. Ekspresinya seperti menunjukkan kebingungan campur keheranan yang tidak diketahui penyebabnya apa. Lama tidak direspons, akhirnya Ezra jejalkan saja langsung ke tangannya.

"Makan saja," kata Ezra.

Setelah menerimanya, Javan membolak-balikkan jagung tersebut seolah dia tidak pernah melihat makanan yang entah digolongkan ke dalam jenis buah atau sayuran tersebut. Tingkah lakunya persis seperti waktu itu, mirip dengan monyet yang penasaran. Wah! jangan-jangan anak ini belum pernah makan jagung rebus sebelumnya, Ezra membatin.

Kehidupan macam apa yang dijalani sultan ini sampai tidak pernah mencicipi jagung rebus. Ezra menduga dia hanya memakan makanan yang telah diolah oleh juru masak kelas atas yang mana sudah tidak berbentuk seperti bentuk aslinya. Dia pasti kebingungan cara memakan jagungnya.

"Itu kau kupas saja kulitnya. Nanti bijinya tinggal dikotes-kotes seperti ini atau langsung digigit juga bisa."

"Aku tahu," kata Javan agak defensif. Mungkin merasa kesal diberi penjelasan tentang sesuatu yang sepele.

Dari caranya mengupas kulit jagung saja sudah kelihatan sekali kalau Javan itu masih pemula dalam hal mengonsumsi jagung utuh. Lucu sekali dia. Kalau tidak diberitahu sepertinya bakal tidak dimakan-makan itu jagungnya.

Tiba-tiba terdengar suara dengungan di telinga Ezra. Seseorang memanggilnya melalui telepati. Selagi Javan sibuk mengupas jagungnya dengan konsentrasi penuh, Ezra diam-diam menyingkur ke tempat lain untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo!"

"Halo, Ezra," suara Hansel menyahut. "Bagaimana ##%#@#?"

"Sebentar, Hansel. Sinyal di sini buruk sekali. Aku harus berpindah tempat."

"Hal- -O," suara Hansel terputus-putus.

Ezra mulai berkelana ke tempat lain untuk mencari titik sinyal yang paling jernih. Semakin jauh dari mulut gua semakin bagus kualitas sinyalnya. Hingga akhirnya dia berhenti di sebuah jalur buntu dan menghadap ke dinding gua seakan itu pemandangan paling menarik di dunia. Di situ baru terdengar jelas suara temannya.

The Secret of Aviarim DomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang