Epilog

76 9 0
                                    


TARIKAN keras pada bahunya dan suara teriakan membuat Tobio tersentak. Dia membuka mata dan menemukan wajah panik Koushi, menemukan mereka duduk di atas hamparan pasir dan basah dari dada hingga kaki, menemukan tangan Koushi ada di kedua pipinya dan laki-laki itu bicara.

Tobio berkedip sekali dan suara-suara mulai masuk ke telinganya.

"—God! Oh myI'm so sorry, Tobio. I shouldn't leave you alone. Oh, God."

Koushi membenamkan Tobio dalam pelukan. Tobio masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Pandangan Tobio berkeliling ke sekitar dan menemukan kilau dari botol bir yang kosong. Tobio ingat dia minum cukup banyak, duduk di pantai dan—

Oh.

"Gue nggak apa-apa," kata Tobio, mencoba melepaskan cengkeraman erat Koushi.

"Gak apa-apa??" Koushi mengulangi dengan ngeri, masih mencengkeram lengan Tobio dengan erat. "Gue nemu lo hampir dibawa ombak. You almostI think you ju—"

"Gue ketiduran," potong Tobio.

Cengkeraman Koushi melonggar. Dia menatap mata Tobio lekat-lekat. Koushi dengan hati-hati menilai, Tobio mengeraskan ekspresinya dengan keyakinan.

"Lo… ketiduran?"

Tobio mengangguk.

Kemudian Koushi mulai meledak lagi. "You can't sleep here!" serunya panik.

"Gue ketemu Kak Miwa." Tobio memotong sebelum Koushi mulai mengoceh lagi. Penyebutan nama Miwa berhasil membuat laki-laki berambut kelabu itu diam. "Maksudnya, gue mimpiin Kak Miwa."

Koushi berkedip, tidak ada penghakiman di matanya. Tobio bertanya-tanya apakah hantu Miwa adalah hal yang biasa di antara mereka. "Did you guystalk or what?"

Tobio mengangguk.

"Okay," kata Koushi. Laki-laki itu berdiri, menawarkan tangannya pada Tobio. "Kita bisa ngobrol soal Miwa nanti. Sekarang, lo butuh mandi, ganti baju, eat proper meal and sleep, di kasur."

Tobio tertawa, menerima uluran tangan Koushi. Mereka berjalan pulang ke rumah Kiyoko dalam diam. Ternyata Kiyoko dan yang lainnya sudah pulang, tampak baru saja datang. Kiyoko melihat pakaian Tobio yang basah dan jejak tangis di matanya, kedua mata gadis itu melebar dengan ngeri.

Sebelum Tobio sempat membela diri, Kiyoko sudah menerjangnya dalam pelukan erat.

"Ya Tuhan. Tobio, maaf. Aku—"

"Gue mau tinggal di sini." Tobio memotong sebelum dia kembali diomeli, satu Koushi sudah cukup.

Kiyoko melepaskan pelukannya, kekhawatirannya berganti dengan wajah bingung. Dia menatap Tobio untuk pertama kalinya sebagai Tobio sendiri, bukan Miwa yang sudah pergi.

Tobio ingat Miwa bilang kalau dia tetap hidup di tempat ini. Di langit dan laut. Di ingatan Kiyoko dan yang lainnya. Di dalam diri Tobio sendiri. Tobio memutuskan dia ingin tahu lebih banyak soal Miwa. Ingin mengalami langsung seperti apa Miwa hidup. Ingin melihat sudut langit dan laut yang Miwa saksikan berkali-kali. Ingin menyusuri jejak kehidupan Miwa dan menyimpannya di dalam memori Tobio sendiri.

"Gue pengen tinggal di sini," Tobio mengulangi, kali ini lebih yakin.

Kiyoko berkedip sekali, lalu tertawa hingga matanya menyipit. "Aku udah bilang ini rumah Miwa," katanya, tersenyum lembut. "Yang artinya, ini rumah kamu juga."

Tobio membayangkan rumah di dekat pantai. Aroma laut dan ombak yang bersahutan. Sudut-sudut yang Miwa abadikan dalam album fotonya. Orang-orang yang wajahnya sudah Tobio lihat di atas lembar foto tapi belum dia ketahui namanya.

Tobio membayangkan tinggal di tempat yang memiliki jejak Kageyama Miwa di mana-mana dan menemukan dirinya tidak keberatan.

Dia ingin lebih dekat dengan Miwa.

Lebih dekat dengan laut yang sangat Miwa sukai.

***

Tobio menyukai langit. Tobio menemukan dirinya mulai menyukai laut juga. Ada yang menenangkan dari duduk sendiri di bibir pantai dan menatap laut lepas. Ada malam-malam melankolis yang lebih mudah dihadapi saat dia terbangun tengah malam dan duduk di dekat jendela, menyalakan rokok yang tidak dihisap dan menghabiskan malam dengan merindukan Miwa ditemani suara ombak yang bersahutan. Ada semacam rasa tenang dan lega sehabis berjalan atau lari di sepanjang garis pantai dan berteriak kepada debur ombak.

Tobio tidak terlalu membenci kota, tapi dia menemukan dirinya mengerti kenapa Miwa membutuhkan tempat yang sepi dan tenang, tempat yang lebih cocok buat rebah dan pulang. Kota agak terlalu bergegas, berisik, dan sesak. Di sini segalanya tidak terlalu tergesa. Lebih tenang, sepi, dan … damai.

Tobio masih merindukan Miwa. Masih punya malam-malam di mana dia minum terlalu banyak. Masih duduk berjam-jam di pantai hingga Kiyoko atau siapapun yang khawatir datang menjemputnya. Tobio masih berduka, dan mungkin akan selalu berduka. Tapi pada tempat di mana seorang Kageyama Miwa pernah ada, Tobio merasa dia tidak sendirian menghadapi semuanya.

Tobio menjauh dari pantai dan berjalan pulang. Pulangnya tidak lagi pada kotak apartemen dan ruangan yang sepi. Pulangnya ada pada rumah panggung yang dibangun di atas batu dan berdinding kayu. Pulangnya ada pada orang-orang yang peduli dan mencintainya.

Tobio berdiri di depan pintu yang terbuka. Dia disambut pemandangan Tadashi dan Hajime yang tengah adu panco, Koushi dan Tooru yang menyemangati, serta Hitoka dan Kiyoko yang menatap semuanya dengan pasrah. Kedatangan Koushi, meski cuma sesekali, sudah cukup berisik. Kedatangan Tooru dan Hajime yang sengaja berlibur ke sini membuat segalanya lebih berisik lagi.

Tobio melangkah masuk ke dalam rumah. Rumah yang pernah ditinggali Miwa dan begitu dicintainya. Rumah yang dipenuhi orang-orang yang mencintai dan dicintainya. Rumah yang dekat dengan langit dan laut, serta bisa melihat keduanya.

Rumahnya.

— TAMAT.

A/N.

Wow, that's the ending. But don't worry, pov-nya Miwa dan Koushi punya cerita sendiri. Bisa dicek di reading list.

I remember how gloomy this one, but  i love it, a lot. Beruang pengakuan buat cerita ini adalah, Miwa sangat-sangat pribadi. Dalam universe ini, aku adalah Tobio. Enggak persis sama, tapi kurang lebih begitu lah hehe. Kalo kalian jadi siapa di cerita ini?

I really want to know your reaction, feel free buat komen langsung di sini, dm, di retrospring yang link-nya aku tautin di profil wattpad, atau ke Twitter (kalo masih aman tuh apk). Usernamenya sama kok!

MIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang