1

2 0 0
                                    

"Assalamualaikum" seorang lelaki mengucapkan salam dibalik pintu. Suara itu membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak ? Belum ada sepuluh menit lalu bapak memberi tahu tentang seorang lelaki yang akan dijodohkan denganku. Kini lelaki itu telah datang bersama Ayahnya. Bapak yang sudah menunggu sedari tadi langsung menyambutnya dengan senyum sumringah.

"Gy, sini" panggil bapak. Aku menghampirinya dan menatap sekilas dua lelaki yang kini tengah duduk di kursi ruang tamu. Satu diantaranya menggunakan kemeja putih yang terlihat masih baru sedang lainnya menggunakan kemeja hitam bermotif.

"Kenalkan gy, aku ciptadi, ciptadi gumilar" kata seorang dari dua lelaki itu. Badannya tinggi gagah dibalut dengan kemeja hitam bermotif yang membuatnya tampak menawan. Astaghfirullah gy, jangan menatapnya.

"Kenalkan aku gyandra, panggil saja gy" jawabku dengan wajah tertunduk.

"Salam kenal gy," sapanya lembut.

Pertemuan sore ini berlangsung canggung. Baik aku maupun ciptadi tidak banyak bicara. Kamipun tidak berani menatap wajah satu sama lain. Lebih banyak bapak dan ayahnya Ciptadi yang mengobrol. Berbincang kesana kemari tanpa arah yang jelas. Namun diakhir pertemuan, ada satu kalimat ciptadi yang membuatku terperangah.

"Aku baru melihatmu hari ini gy, tapi aku sudah jatuh cinta padamu"

Bagaimana bisa Ia mengatakannya. Sedang kita saja belum saling mengenal. Yang kutau tentang ciptadi hanya bau parfumnya yang harum dan lesung pipit diwajahnya. Sungguh tidak masuk akal ucapan Ciptadi tadi. Bagaimana mungkin cinta datang secepat itu ?

Keesokan harinya, Ciptadi datang dengan sepedanya ketika matahari tengah beranjak turun dari singgasananya. Membawa sekantong ubi jalar yang dibelinya diujung jalan rumah. Cahaya kemerahan berpendar menghiasi langit-langit desa.

"Assalamualaikum gy" sapa Ciptadi sambil menunduk. Dia memarkirkan sepedanya lalu berjalan menghampiriku. Memberikan sekantong ubi jalar yang asapnya masih mengepul.

"Waalaikumsalam, silahkan masuk ciptadi" jawabku membalas salamnya. Dia tersenyum hangat. Lalu duduk disalah satu anak tangga teras rumah.

"Tidak usah gy. Disini saja cukup"

"Ada yang ingin kutanyakan padamu gy" lanjut Ciptadi.

"Apakah engkau berkenan dijodohkan denganku ?" Tanya Ciptadi yang sontak membuatku terkejut.

"Aku ingin mendengar jawabanmu dulu ciptadi. Apa kau berkenan dijodohkan denganku ? Dan mengapa ? Aku akan memberimu jawaban setelah kamu menjawab pertanyaanku ini"

"Tentu. Aku ingin menyempurnakan ibadahku kepada Yang Kuasa Gy. Sudah waktunya aku mengambil tanggung jawab atas seorang perempuan yang mulia. Dan aku memilihmu gy. Aku tidak benar-benar yakin sampai saat aku menemuimu. Entah mengapa semuanya menjadi lebih jelas untukku Gy. Semua keraguanku hilang ketika aku melihatmu. Aku tidak akan memaksamu menikahiku Gy. Tidak apa bila engkau tidak berkenan dengan perjodohan ini. Aku ikhlas. Jadi katakan gy, apakah engkau berkenan dengan perjodohan ini ?

"Amat susah untuk menjawabmu Ciptadi. Segalanya terlalu tiba-tiba dan cepat untukku. Bagaimana bila aku katakan aku tidak berkenan ?"

"Aku tidak dapat memaksamu Gy. Tidak apa. Tapi berikan aku kesempatan untuk meyakinkanmu secara perlahan. Aku tidak buru-buru gy. Kita tidak perlu buru-buru"

"Aku hanya akan menikahi lelaki pilihanku ciptadi, lelaki yang aku cintai"

"Maka izinkan aku untuk menghadirkan cinta itu Gy"

"Bagaimana kau bisa membicarakan cinta padahal kita hanya dua manusia yang baru saja saling bertemu. Belum ada satu jam sejak aku menemuimu ciptadi. Dan kau mengatakan kau mencintaiku ? Apa itu mungkin ? Bagaimana aku dapat mempercayaimu ?"

"Jangan mempercayaiku gy. Bagaimana kau bisa mempercayaiku yang sedang tak percaya pada diriku sendiri ?"

Sore itu, aku dan Ciptadi telah membuat kesepakatan. Kita sepakat untuk saling bertemu dan memberi kesempatan. Makin lama aku mengenal Ciptadi, makin ganjil aku memikirkannya. Dia lelaki berhati lembut yang pantang menyerah. Sudah beberapa kali aku tunjukkan wajah masamku saat kita bertemu. Sikapku pun terkadang sekenanya pada Ciptadi. Namun dia tidak pernah protes. Senyum hangat selalu mengembang diwajahnya tiap menatapku. Dengan sabar menjawab semua pertanyaan dalam benakku. Apakah kau orang yang kucari Ciptadi ? Sungguh aku tidak tau. Ciptadi berhasil membuatku kagum pada kesabaran dan ketampanannya. Tapi tidak pernah jangtungku berdebar ketika didekatnya. Tidak pernah pula aku menunggu waktu untuk menemuinya. Semua terasa biasa saja saat bersamanya. Apa artinya aku tidak mencintainya ?

Salamku pada Rumput yang Bergoyang (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang