Sumpah Itu

123 13 0
                                    

Biasanya Aluna akan menyaksikan Haikal yang sedang berlatih Futsal. Namun setelah hempasan angin menyakitkan itu menimpanya, ia tak lagi mau melihat Haikal dan mengaguminya di pinggir lapangan. Mendengarkan ceritaan Haikal tentang Sasa-pun sudah menyakitkan.

Ajakan nonton dari Haikal minggu lalu, Aluna tolak. Alih-alih ada acara keluarga. Tentu saja ia memilih berbohong daripada harus ikut dan melihat Haikal dan Sasa berduaan. Kalau sampai ia melakukannya, maka ia sama bodohnya dengan keledai.

Aluna mendengus miris, mengingat apa yang pernah ia pikirkan dulu. Ia sempat berpikir kalau Haikal juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Ia sempat berpikir, kalau Haikal lah yang lebih dulu menyukainya. Alasan kenapa ia bisa berpikiran seperti itu adalah;

Pertama, Haikal pernah memaksa mengikuti Aluna sampai ke rumahnya semasa SD dulu.

Kedua, sering sekali Haikal mengomentari postingan Aluna di akun Facebook nya.

Ketiga, Aluna selalu merasa Haikal selalu mengajaknya bicara kalau mereka bertemu, meski ada yang lain disana.

Keempat, Haikal selalu percaya dan menyerahkan semuanya pada Aluna. Dan hanya pada Aluna.

Sayang sekali, ternyata Serigala itu cuma kepedean. Bulan bisa saja meminta bantuan kepada siapa saja. Pada bintang sekalipun. Namanya bersahabat, hal-hal seperti itu bukannya sudah lumrah?

"Maaf ... Aku gak bisa gini terus,"

Mendengar lirih suara seorang perempuan, Aluna mempercepat langkahnya. Menguping di balik salah satu pilar koridor. Disana, seorang perempuan cantik berdiri dengan air muka kecewa. Di depannya, sosok tak asing bagi Aluna tertunduk linglung. Dan merekalah, Sasa dan Haikal.

"Aku tau kita mutusin untuk gak pacaran tapi ...." Sasa menjeda ucapannya. "Tapi aku juga gak bisa ngejalanin hubungan dimana salah satunya gak pernah ngasih kejelasan...."

Haikal mendongak, menatap Sasa dengan pilu.

"Maafin aku, Sa ... Aku sendiri gak tau harus gimana, tolong kasih aku kesempatan lagi ...."

Sasa menggeleng mantap, seolah-olah ia sudah latihan dan menyiapkan semuanya.

"Gak bisa, ada orang lain yang lebih mampu menjanjikan semuanya ke aku ... sekarang, bukan lagi kita yang duduk di kedai itu, bukan lagi kamu ataupun aku yang duduk di kursi itu ... ini bukan karna kamu ninggalin aku, atau aku ninggalin kamu, tapi kita yang memutuskan untuk meninggalkan semuanya ... Semoga kamu menemukan kebahagiaan kamu secepatnya, terima kasih...."

Dan Sasa mengakhirinya dengan pergi berlalu, meninggalkan Haikal yang terduduk di pinggir lapangan.

Bodoh! Kenapa banyak orang yang tak tahu di untung? Kenapa Sasa justru meninggalkan Haikal!

Aluna masih diam bergeming. Memperhatikan Haikal yang masih duduk dengan tatapan kosong. Ia mungkin terpukul, tapi apa yang bisa Aluna lakukan sekarang? Apa ia harus tetap tak peduli dan meninggalkan Haikal? Ini menyangkut dengan sumpahnya. Dimana ia akan membuang jauh-jauh perasaannya. Tapi, sahabat tetaplah sahabat.

Omong-omong, mungkin saja cuma Aluna yang menganggap Haikal sahabatnya? Memangnya Haikal menganggapnya?

Gemuruh datang seiring gerimis lebat turun membasahi bumi. Aluna berjalan mantap menuju Haikal. Mengembangkan payungnya, dan memayungi lelaki itu dengan penuh ketulusan.

Haikal mendongak, menatap Aluna lamat-lamat. Seolah tak percaya kalau ada Aluna disana. Sejenak mereka saling bertatapan. Aluna tersenyum, melupakan semua sumpahnya.

"Masih mau main hujan-hujanan?" Tanya Aluna.

Haikal tersenyum kecil. "Kamu denger semuanya?"

"Ya ...."

Suasananya masih sama. Dingin, namun hangat sebenarnya. Sunyi, tapi khidmat. Mungkin sebentar lagi Aluna akan di hukum karna melupakan sumpahnya. Di kutukpun, Aluna mungkin rela. Asal Bulan bahagia, Serigala tak apa kalau di kutuk malam.

Haikal meraih tangan Aluna, senyuman kecil terukir di bibirnya.

"Ayo pulang ...."

Pastinya, sumpah apapun yang akan di lakukan Aluna. Akan segera terlupakan olehnya.

Meski di kutuk karna menggagalkan sumpah sekalipun, aku tetap sama. Mencintaimu, dalam diam.

Girl Who Miss The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang