2

505 31 0
                                    

Bagi sebagian orang yang kenal dengan Ghaisan, mereka menganggap dirinya adalah sosok yang santai. Bahkan kelewat santai dan tenang. Saat terjadinya bencana banjir di proyek pertama Kai, saat itu sedang membangun Bendungan di daerah Jawa Barat. Akibat banjir, proyek tersendat dan beberapa alat berat ikut hanyut. Kai sendiri merasakan tekanan yang tinggi namun ia berusaha bersikap tenang dan santai. Ia tidak ingin menambah kegelisahan timnya.

Kai sendiri percaya bahwa di setiap permasalahan pasti ada solusi penyelesaian. Begitu juga dengan permasalahan hidupnya. Bukankah setiap manusia di dunia ini pasti punya masalah dan ujian? Tidak ada manusia yang baik-baik saja. Semua ujian dan masalah pasti akan berakhir.

Tapi Kai sendiri tak pernah menampik, ia perlu teman berbagi. Kadang hari-harinya terasa mencekik dan membuatnya kesulitan bernafas. Ia perlu bicara pada seseorang. Ia perlu didengarkan. Teman tersebut adalah Afshana. Wanita yang sudah ia kenal selama delapan tahun melalui Uta -sepupunya. Di antara teman-teman yang lain, hanya Shana yang bersikap apa adanya. Ia tidak pernah memandang latar Kai untuk selalu berkata dan bersikap baik. Jika Kai salah, Shana tak segan-segan menegur bahkan memaki jika Kai keras kepala. Mereka sendiri bukan tipikal yang selalu berkomunikasi. Mereka memaklumi kesibukan masing-masing. Tidak berkomunikasi selama seminggu merupakan hal wajar bagi keduanya. Toh pada akhirnya mereka akan saling mencari. Memang lebih sering Kai yang menghampiri Shana. Beruntungnya Shana selalu menyambut kedatangannya dengan senyum hangat.

Seperti saat ini mobilnya sudah terparkir di basement gedung kantor Shana. Kai tau ia sudah bersikap pengecut. Ia belum memberikan penjelasan apa pun pada Shana. Ia sendiri masih belum percaya dengan apa yang sedang terjadi. Kai melirik jam di mobilnya, pukul lima sore. Biasanya di jam ini waktu santai atau meeting untuk Shana. Kai menarik nafas lalu hembuskan perlahan dan keluar dari mobil. Ia berjalan dengan membawa beberapa cemilan untuk Shana dan timnya.

Kai menyapa beberapa staff yang sudah familiar dengannya dan menanyakan keberadaan Shana. Shana masih berada di ruang meeting dan ia menunggu di sofa dekat resepsionis. Dari kejauhan ia melihat Shana yang sedang berjalan sambil bicara dengan Ayana dan Gardha. Sesekali dahinya berlipat lalu tersenyum. Saras, salah satu staff tim Shana menyadari kehadiran Kai. Ia tersenyum lalu menunggu Shana yang berjalan mendekat. "Mbak, ada Mas Kai."

Sontak semua mata menatap ke arah Kai. Kai sudah berdiri. Shana terdiam. "Ras, tolong bawain minum ya." Teman-temannya pergi menuju ruangan.

Kai memasang senyumnya. Raut Shana datar seraya melirik goodie bag yang diletakkan di bawah kaki Kai.

"Buat lo. Ini buat teman-teman." Ia mengangkat dua goodie bag ke hadapan Shana.

Shana terang-terangan menatap tak suka. Tak lama Saras datang membawa minuman kotak. "Ke ruang meeting Ras." Ucap Shana seraya berjalan diikuti Kai di belakang. Shana menyuruh Saras membawa kedua goodie bag ke ruangannya.

"Yang pink buat Shana ya. Jangan sampai ketuker." Pesan Kai pada Saras.

"Bucin banget sih Mas." Tanggap Saras dengan kerlingan jahil.

Shana menatap malas. Ia sudah duduk dengan kaki menyilang dan tangan bersedekap. "Sepertinya Bapak Ghaisan sudah mau bicara sesuatu ya."

Kai mengulum bibirnya. Shana selalu terlihat gemas jika sedang kesal. "Gue juga nggak tau tentang rencana itu."

Afshana berdecih. "Butuh seminggu banget? Dan sekarang tiba-tiba muncul di saat jam kerja. Udah kayak jelangkung lo."

Sudut bibir Kai melengkung ke atas. Lalu ia berdeham. "Jelangkung? Tapi tetep diterima juga. Lagian ini udah jam pulang ya."

"Cungpret itu lebih sibuk dibanding boss. Jam pulangnya beda dengan boss."

Kai mendengus. "Justru boss cungpret nya karyawan tau."

The Things I Never Do [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang