26

195 15 0
                                    


Acara lelang selesai, malam harinya Kai dan Alifa melakukan perhitungan hasil penjualan di ruang kerja Rama. Masih ingatkan hasil penjualan, akan dialihkan untuk Meski di tengah acara terjadi keributan, tapi acara ini berlangsung sukses.

Setelah selesai menghitung, Kai meninggalkan Alifa bergegas membersihkan diri di kamarnya. Rasa lapar baru ia rasakan dan melangkahkan kaki menuju pantry. Langkah Kai terhenti saat mendengar suara orang berbicara. Celah pintu pantry terbuka sedikit, Kai melangkah lebih dekat.

"Aku sudah kabulkan keinginan Tante. Sekarang waktunya Tante bertugas."

Kai memperjelas mata juga telinganya. Terlihat Alifa dan Mama berdiri berhadapan. Di tangan Mama sudah terpegang beberapa lembar kertas.

"Tenang Alifa. Soal itu gampang, tapi nggak buru-buru 'kan? Yang penting nanti dokumen dan uangnya sudah saya kasih ke Ringgo."

Alifa mendengus lalu tubuhnya menyandar pada kitchen island. Melihat gaya santai yang ditampilkan Alifa, membuat Kai menyadari jika keduanya sudah merencanakan sesuatu sedari lama.

Kai tak perlu mendengar percakapan mereka lebih lama. Rasa laparnya mendadak hilang. Saat membalikkan badan, Ghaaya sudah berdiri di belakangnya.

"Kayaknya kamu harus cepat eksekusi, Kai."

Belum Kai menjawab, kedua orang tersebut sudah keluar dari pantry. Alifa dan Latifa terkejut dan saling pandang sebentar.

"Kalian berdua sudah lama berdiri di situ?" Tanya Mama.

Ghaaya tersenyum sinis dan melirik Kai yang sudah menatap datar.

"Sayangnya pantry ini nggak dilengkapi CCTV. Dan beruntungnya ponselku ada di kamar." Kai melengos pergi. Di langkah ketiga Kai berhenti dan berbalik. "Mulai besok nggak perlu lagi main kucing-kucingan Ma." Setelah itu Kai benar-benar pergi dari sana.

Sesampainya di kamar, Kai menghempaskan diri di atas kasur. Kepalanya berdenyut, ia memejamkan mata sejenak. Hari ini penuh dengan kejutan. Lalu besok, entah ia akan dapat kejutan apa lagi dari mulut Shana. Memikirkan hal itu, Kai jadi teringat. Setelah acara ditutup, Kai tidak menemukan Shana di pantry. Ia malah mendapat chat jika Shana sudah pulang lebih dulu. Artinya, Shana memang sudah menemukan apa yang dicari. Dan Kai tak tau apa itu.

Kai membuka mata, lalu menatap langit-langit kamarnya. Semuanya semakin jelas. Ia sudah menemukan titik temu dari permasalahan ini. Pemain utamanya tak lain Mamanya sendiri dan Alifa ikut andil.

***

Sebuah mobil menepi di pinggir jalan. Dari dalam mobil, Nana memandangi gedung di samping persis tempat mobilnya berhenti. Pandangannya mengarah pada lobby sebuah gedung apartemen. Meski tak terlihat jelas karena jarak pandangnya jauh. Saat ini pikiran dan hatinya masih mempertanyakan tentang tindakan yang ingin ia lakukan. Jika saja ia tak mengetahui apa pun, mungkin saat ini tanpa segan ia memasuki gedung tersebut dan menikmati malam indah bersama orang yang ia tunggu. Namun ini semua mengusik hidupnya. Ia lebih menerima sebuah kebenaran meski itu pahit, daripada ia menikmati sebuah kebohongan yang manis.

Nana menghela napas sejenak, sebelum mengangkat tuas rem tangan dan mobilnya masuk menuju basement tower apartemen itu. Dengan berbekal kartu akses yang diberikan Ringgo, Nana bisa masuk ke dalam apartemen. Ruangan masih gelap, pertanda Ringgo belum pulang. Nana membuka kulkas untuk mencari minuman dingin. Setelah itu ia duduk santai sambil menikmati tayangan televisi. Sejujurnya ia sama sekali tak menikmati. Pikirannya saat ini sedang menyusun kata-kata apa yang akan ia lontarkan pada Ringgo.

Bunyi klik pada pintu menyentak kesadaran Nana. Spontan ia berdiri dan menghampiri ke arah pintu. Di sana sudah ada Ringgo yang berdiri ingin melepas sepatunya. Tatapan keduanya saling terpatri.

The Things I Never Do [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang