29

161 13 0
                                    

Kebanyakan orang menganggap kalau dunia ini adalah panggung sandiwara. Well, itu memang benar dan Shana setuju akan hal itu. Tapi, jika ditelaah lagi bagaimana bisa dunia menjadi panggung sandiwara. Ternyata tidak lain, manusia sedang berjuang untuk hidupnya. Melalui bersandiwara mereka sedang berjuang. Jadi, harusnya lebih tepat dunia ini adalah panggung perjuangan bukan? Mungkin, hampir semua orang akan sepakat dengan frasa tersebut. Ya, karena pada dasarnya manusia hidup di dunia ini penuh perjuangan. Tapi, dari banyaknya perjuangan yang dilakukan manusia, tidak banyak dari mereka yang merasa benar-benar berjuang. Ya, karena mereka berjuang dengan seadanya saja. Seolah mereka siap kecewa jika hasil perjuangan itu tak sesuai dengan harapan mereka bahkan gagal.

Shana tak ingin merasakan itu. Ia tau perjuangan berdampingan dengan kerja keras. Dan ia meyakini bahwa kerja keras tak akan mengkhianati hasil. Tapi, dalam kasus di kehidupan kita frasa tersebut sangat terdengar klise. Bagaimana dengan orang-orang yang sudah berjuang keras namun hasil yang didapatkan masih jauh dari yang diharapkan, atau mungkin hasilnya gagal. Ada banyak versi jawaban yang akan kamu dengar.

Shana menggelengkan kepala. Ia tak mampu lagi berpikir atau lebih tepatnya menerka-nerka hasil dari sikap beraninya semalam. Namun, ia sendiri tak bisa berdiam diri apalagi menyerah. Tidak! Sama sekali tidak bisa ia menyerah. Saat membaca artikel pengumuman rencana pernikahan Kai, tiba-tiba hatinya yakin jika ia mencintai Kai. Perasaan itu sudah tumbuh di hatinya. Karena itu, Shana memutuskan untuk berjuang. Ini memang di luar nalar pikirannya tapi ia merasa terancam dan takut kebahagiaannya direbut. Ya, Ghaisan adalah kebahagiaannya. Terlepas bagaimana hasilnya, Shana akan tetap memperjuangkannya.

Pagi ini, Latifa mengundangnya datang ke kantor KF. Ternyata Kai sudah lebih dulu datang. Sepertinya kali ini mereka benar-benar satu pikiran.

"Jadi ini ancaman?" Latifa langsung ke inti topik pembicaraan.

Kai mendengus. "Nggak ada sapaan hangat seorang ibu pada anaknya Ma?"

"Kamu masih anggap Mama orang tuamu?"

Kai tertawa kecil. "Mama sendiri gimana? Ternyata perjodohanku ini bukan demi KG ya Ma, tapi demi Mama."

Shana hanya diam menatap datar ibu dan anak tersebut.

"Kamu sungguh-sungguh dengan Kai, Shana?"

"Kayaknya itu bukan topik hari ini Tante. Dari sekian banyaknya klien yang saya hadapi, mereka akan menurut kalau saya temukan bukti kesalahan mereka. Tapi, kenapa ya Tante bebal sekali? Kami punya beberapa bukti Tan dan itu valid." Shana berucap dengan tenang.

Latifa menengok ke arah Kai. "Kamu yakin Kai? Kamu tau Kavana bisa anjlok kalau kamu nekat."

"Harusnya pertanyaan itu untuk Mama. Mama siap dengan konsekuensi tersebut?"

Latifa diam.

"Aku nggak rugi sama sekali di sini Ma. Bayangkan artikel tersebut dirilis, gimana hebohnya masyarakat kita dan," Kai diam sejenak memperhatikan detail gerak Latifa. "Mama bukan hanya rugi tapi kehilangan banyak."

"Kayaknya Tante masih belum paham. Apa Tante mau coba?"

Mata Latifa melotot. "Kamu–"

"Done!" Ucap Shana tersenyum tipis lalu meletakkan ponselnya ke atas meja.

"Kai! Apa-apaan ini? Ini yang Mama takutkan, kamu didominasi sama perempuan ini."

"Ma, ini baru awal dan Mama bisa coba nikmati." Kai berdiri lalu keluar dari ruangan diikuti Shana.

Sesampainya mereka di mobil, keheningan menyelimuti keduanya. Kai membiarkan mesin mobil menyala. Begitu juga Shana yang hanya diam menatap depan sambil menunggu Kai bicara.

The Things I Never Do [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang