Aku menguap beberapa kali. Menunggu pengunjung pasar yang perlu bantuan dalam mengangkut barang belanjaan rasanya membosankan. Mereka tak kunjung datang. Pagi yang dingin seperti ini adalah waktu yang tepat untuk menyelimuti diri dengan selimut.
Angan angan macam apa ini?
Diriku saja masih tidur di atas tikar. Tentu kami tak memiliki selimut atau benda tebal lainnya untuk menghangatkan tubuh dari cuaca dingin."Sul, Samsul!" Kang Aep berteriak kencang tepat di depan telingaku. Aku terkejut. "Jangan melamun! Kamu gak liat di sana ada ibu ibu bawa banyak barang? Cepat tawarkan diri!".
Kang Aep adalah bos kami. Dia adalah orang yang mengatur kami dalam bekerja.Apa yang kami kerjakan?
Kami bekerja sebagai buruh angkut barang di pasar. Pasar ini terbagi menjadi 2 wilayah. Blok A dan Blok B adalah wilayah Kang Rudi, sedangkan Blok C dan Blok D adalah wilayah Kang Aep. Aku bekerja di wilayah Kang Aep. Gaji kami seadanya. Tergantung jumlah orang yang kami bantu dan seberapa berat barang yang kami angkut.
Biasanya dalam sehari aku mendapatkan 20 ribu saja. Berbeda denganku, buruh lain biasanya mendapatkan upah lebih dari 50 ribu perhari. Aku pernah menanyakan hal itu pada Kang Aep. Katanya, aku masih lebih muda dan lemah dibandingkan buruh lainnya yang memiliki badan lebih besar dan kuat. Yeah, mereka kan sudah tua tua. Wajar kalau gaji mereka lebih besar dibanding ku. Kebutuhan hidup mereka juga pasti lebih banyak dan sulit.Usiaku masih belasan tahun namun beban hidup yang ku rangkul sudah berat, kurasa. Aku tidak melanjutkan pendidikan karena aku tidak punya uang, untuk makan saja sulit. Ayahku meninggal ketika aku masih kecil, tepat saat adikku berusia 5 hari. Sedangkan ibu, terkahir kali aku melihatnya ketika berada di stasiun kereta. Aku dan adikku tersesat dan kami tak pernah melihatnya lagi sampai saat ini. Adikku tidak pernah merasakan bersekolah. Dia adalah anak perempuan yang malang. Hidup nya berbeda dengan anak perempuan pada umumnya. Serba kekurangan, namun dia tidak pernah mengeluh tentang hidupnya. Itu membuatku merasa bersalah. Jika aku punya uang banyak akan ku penuhi kebutuhan adikku terlebih dahulu, lalu sisanya untukku sendiri.
Aku melompat dari pos dan segera menghampiri wanita paruh baya yang mengangkut belanjaannya dengan kedua tangan. Ku tawarkan padanya jasa mengangkut barang. Dia segera mengangguk sambil tersenyum, senang bila ada orang yang mau membantunya.
Tanganku membawa tas gendong berisi bahan makanan sambil terus membuntuti wanita tersebut. Akhirnya kami berhenti di sebuah mobil yang terparkir di depan pasar. Aku segera memasukan belanjaan ke dalam mobil. Wanita tersebut berterimakasih dan memberikan uang 5 ribu untukku. Aku berterimakasih kembali.Ku bawa uang tersebut dengan girang menuju pos. Sebuah wanita tua tak sengaja menjatuhkan dompetnya dari kantung baju. Aku mengambil dompet tersebut dengan niat akan mengembalikannya pada pemiliknya. Sayangnya, wanita tua tersebut sudah pergi lumayan jauh dari tempat jatuhnya dompet. Aku segera mengejar sembari terus memanggil manggilnya. Kalian tau kan bagaimana pendengaran orang tua, sedikit menyebalkan memang.
Wanita tua tersebut berhenti di sebuah tempat pedagang daging. Dia memegang megang bajunya. Terlihat bahwa dia baru sadar akan dompetnya yang hilang. Aku segera menghampirinya. Tanganku berusaha mengambil dompet wanita itu yang sebelumnya ku masukan ke dalam saku.
Celakanya, wanita tersebut malah menuduhku hendak mencuri dompetnya. Karena panik, wanita itu tak bisa mengendalikan dirinya. Dia berteriak dengan kencang, menjuluki diriku "copet".
Bodohnya, karena ikut panik aku malah berlari meninggalkan dompet kulit tersebut yang ku jatuhkan ke tanah.Beberapa bapak bapak mengejar dan segera mengepungku. Ada seseorang yang memegangi kedua tanganku, dia mencengkram nya ke belakang. Seorang bapak bapak berkumis meninju wajahku. Aku tersungkur ke tanah pasar yang becek dan bau. Tak berhenti sampai di sana, beberapa orang terus menendang nendang tubuhku dari kepala sampai kaki. Punggung ku menjadi sasaran empuk untuk ditendang tanpa ampun.
Orang orang di sekeliling menatapku miris. Aku bisa mendengar perbincangan seorang ibu dengan anaknya tentang diriku. Ada juga yang berteriak ketakutan.
"Kasihan, masih muda sudah bertindak kriminal," . Tak sedikit orang yang mencemooh ku dengan berbagai julukan yang buruk. Punggung dan leherku kaku. Rasa sakit pada sekujur badanku tak sebanding dengan apa yang mereka katakan tentangku yang tak bersalah ini.
Tiba tiba seseorang menghentikan kegaduhan yang sekumpulan bapak bapak tua ini buat. Mereka berhenti menendangi ku, berhenti mencemooh ku juga. Mataku susah untuk melihat, lagi pula aku juga enggan berhadapan dengan tatapan jiji orang orang kepadaku.
Seseorang mengangkat tubuhku, memaksaku untuk berdiri. Aku tak tau apa yang ia katakan pada orang orang hingga membuat mereka berhenti mencoba membunuhku. Yang pasti aku akan berterimakasih banyak setelah ini. Dia menuntunku menuju sebuah tempat. Aku masih tak mau membuka mata. Ini memalukan.
"Apa yang kamu lakukan, ceroboh?". Aku langsung membuka mataku ketika menyadari bahwa itu adalah suara Kang Aep. Di satu sisi aku merasa senang Kang Aep menyelamatkan nyawaku. Namun, disisi lain aku takut dia memecat ku karena telah membuat kerusuhan di dalam pasar. Dari kejadian ini bukan hanya aku saja yang malu, tetapi Kang Aep juga selaku bosku.
Kang Aep adalah orang yang keras. Kang Aep suka menghukum kami apabila kami terciduk sedang bermalas malasan. Tak sengaja ketiduran saja bisa gawat. Hukumannya bisa berupa siraman air dingin saat sedang asik tertidur sampai ke hukuman gaji yang di potong.
Namun dibalik sifat Kang Aep yang menakutkan, Kang Aep adalah orang yang sangat berjasa bagiku. Setelah Kang Aep mengetahui nasibku sebagai tulang punggung bagi adikku Kang Aep banyak memberikan bantuan. Bahkan saat Kang Aep tau kalau adikku adalah seorang anak perempuan, dia membelikannya pakaian baru dan sejumlah uang. Kang Aep sudah menganggap Kasih seperti anaknya sendiri. Sering kali ia mengajak Kasih berjalan jalan naik motor. Kasih juga selalu senang berada si samping Kang Aep. Kurasa Kang Aep bisa menggantikan posisi ayah untuk Kasih.Kang Aep menyuruhku duduk di pos.
"Jangan coba coba mencuri lagi nak. Kau membuatku panik," kata Kang Aep sambil memegangi leher belakangku yang susah di gerakan. Dia percaya bahwa aku mencuri? Aku ingin sekali mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sayangnya, tinjuan yang mengenai wajahku membuat aku susah untuk berbicara. Sekedar membuka mulut saja rahangku terasa retak. Aku hanya menjawab dengan anggukan pelan, yang terasa sakit.Kang Aep menghembuskan napas panjang, aku bisa mendengarnya. Kemudian dia mendekatkan wajahnya ke dekat telingaku. "Kau harus tau. Beberapa diantara orang orang yang mengeroyok mu adalah orang yang mengincar ku," .
Aku tersedak. Kang Aep pernah menceritakan sedikit tentang orang orang yang mengincarnya. Aku tak tau mengapa Kang Aep dicari oleh seseorang. Dia tidak pernah memberitahuku.Wajah Kang Aep pucat. Ia menatapku tajam. "Sebenarnya membawamu pergi dari kerusuhan tadi itu adalah hal yang bodoh. Sekarang mereka sudah mengetahui keberadaan ku. Orang orang itu bisa saja mendatangiku suatu hari. Ataupun mendatangimu,".
Aku masih terdiam. Tiba tiba Kang Aep menepuk pundakku. Rasanya aku ingin menjerit. Memang, dia tidak menepuknya dengan keras. Tapi telapak tangan nya yang besar dan kuat itu hampir meremukkan pundakku yang sudah di tendang tendang.
"Tapi ya, mau bagaimana lagi. Aku juga tak tega lihat dirimu di keroyok warga pasar. Sekali kali ngebandel sedikit boleh lah ya. Ngambil dompet ibu ibu misalnya. Tapi awas, kalau sampai ketahuan mencoba mencuri lagi. Aku siram juga kau pakai air es," kata Kang Aep sambil terkekeh. Aku hanya membalasnya dengan senyum.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kasih
Short StoryStasiun kereta penuh dengan orang orang berlalu lalang. Tak ada yang lebih ditunggu tunggu selain berlibur bersama keluarga. Dirinya berharap tak ada hal hal buruk yang akan terjadi selama libur panjang berlangsung. Semuanya akan baik baik saja buka...