6

3K 405 9
                                    

Banyak hidangan makanan di depan mereka, tadinya Jeno begitu panik dan meminta pelayan membawa makanan ini kembali. Tapi Lydia mencoba memberi pengertian pada Jeno dan menenangkan anak itu.

"Jadi nama kamu siapa?" tanya Lydia.

"Aku Jeno tante, ini Jaemin" jawab Jeno sembari menyuapi Jaemin dengar bubur.

Tangan Jaemin menggenggam sosis yang dikunyah nya bergantian bersama bubur.

"Jeno abangnya Jaemin?" tanya Lydia.

"Bukan tante, aku temen Jaemin"

"Waktu Jaemin pertama kali kerja dia masih 6 tahun tante terus engga ngerti apa apa, jadi aku bantu Jaemin sedikit. Sekarang Jaemin jadi deket sama aku" jelas Jeno.

"Jaemin memang ga ada orang tua?" tanya Lydia lagi.

"Ada kok tante, kan mereka yang suruh jaemin kerja kalau Jaemin ga kerja nanti kena marah terus dipukul. Jaemin juga jarang dikasih makan"

"Kalau kamu?"

"Hidup Jeno enak kok, Jeno tinggal sama nenek dan bisa makan cukup sehari sekali tante" Jeno terus menyuapi Jaemin sembari menjawab pertanya Lydia dengan sopan.

Lydia menatap mereka berdua, terasa iba di hatinya ketika mendengar kisah hidup anak-anak kecil ini.

Terlebih pada Jaemin, anak itu memiliki jalan hidup yang begitu keras. Tidak bisa Lydia bayangkan bagaimana bila putranya berada dalam posisi Jaemin.

Jeno sangat telaten menyuapi Jaemin, sesekali menanggapi ocehan Jaemin yang terdengar lugu dan lucu.

Sangat tulus, tidak bisa Lydia temui hal semacam ini di kehidupan sehari-harinya. Bertemu dengan mereka yang menampakan senyum formalitas membuat Lydia hampir saja lupa bagaimana sebuah rasa tulus itu.

Jaemin ya.

Lydia yakin suami dan kedua putranya pasti menyukai Jaemin.

Kedua putra Lydia itu sudah besar, yang pertama berumur 24 dan yang kedua akan memasuki umur 20. Mereka sudah tidak mau lagi dimanja, mereka kompak mengikuti sifat sang ayah yang berwibawa dan tegas.

"Habis ini Jaemin diperiksa dulu ya"

"Ga mau tante!"

"Loh ada apa?"

"Nanti Jaemin pulangnya telat terus kena marah terus kena pukul lagi" jawab Jeno serius.

Lydia benar benar tidak habis pikir, orang macam apa yang menjadi orang tua dari Jaemin ini? sifat mereka terdengar begitu kejam dan bengis.

"Terimakasih sudah beri Jaemin makan tante" rasanya Lydia ingin sekali menangis ketika mendengar suara lirih milik Jaemin.

Makan menjadi hal luar biasa untuk Jaemin, tersentil Lydia dengan segala sifatnya yang suka menghambur makanan.

¤

"Mana uang?" ibu bertanya pada Jaemin yang baru saja sampai rumah.

Jaemin menggeleng, dia tidak berjualan hari kni karena menghabiskan waktu untuk menikmati makanan bersama Jeno dan tante Lydia yang baik.

"Tidak ada?" tanya ibu tajam.

"Maaf ibu...Jaemin tidak bawa uang-" belum sempat ucapan Jaemin selesai tubuh itu sudah terhentak kelantai.

"Anak tidak berguna! tidak bisa diharapkan!" ibu marah besar kemudian menendang tubuh Jaemin keras.

Jaemin ketakutan sekarang.

Dia sangat ketakutan dengan murka ibu yang seperti ini.

Ibu mengambil sembarang ranting yang ada, memukul tubuh Jaemin dengan ranting yang bergerigi itu kuat.

Jaemin meraung kesakitan, perih sekali ketika ranting itu bersentuhan dengan kulitnya.

"Anak bodoh! tolol!" ibu terus memukuli Jaemin habis habisan.

Tidak pernah ada ampun untuk Jaemin bila ibu sudah mengamuk. Ibu tidak pernah memberi ampun pada Jaemin meskipun kesalahan yang dilakukan Jaemin sangat kecil.

Tidak cukup.

Tubuh Jaemin diangkat kasar kemudian kepalanya dibenturkan pada pintu triplek rumah, Jaemin semakin menangis kencang merasakan sakit itu.

"Ampun ibu...sakit ibu hiks"

Ibu tidak peduli kalau Jaemin kesakitan, ibu terus menghantukan kepala Jaemin pada pintu triplek itu melampiaskan segala emosinya.

Hari ini ia kalah berjudi yang berarti uang sudah benar benar kosong, dan kini Jaemin oulang tidak membawa uang sepeser pun?

Mau makan apa dia dan suaminya hari ini?

Tidak ada makanan hari ini dan dia sangat lapar, kesalahan Jaemin saat ini tidak bisa diampuni.

Tubuh Jaemin diseret masuk kedalam rumah, ibu membanting tubuh Jaemin kedepan ayah yang sedikit kebingungan melihat ibu begitu murka.

"Lihat anak mu itu mas! dia tidak membawa sepeserpun uang" mendengar itu ayah mendadak merasa mendidih.

Ayah bangkit dengan wajah garang kemudian menendang perut Jaemin keras.

"Anak tolol! berani sekali kamu pulang tanpa membawa uang bajingan!"

Tubuh Jaemin terus terusan ditendang oleh ayah, Jaemin semakin meraung dan meraung kesakitan.

"Anak tidak berguna! menyusahkan orang tua!" ayah berteriak lantang penuh emosi.

Ibu bergegas menuju lemari reot dan mengambil ikat pinggang kulit milik ayah, dengan kekuatan penuh ibu mencambuk tubuh Jaemin yang masih ditendangi oleh ayah.

Kedua insan berbeda kelamin itu mengamuk habis-habisan.

Terus memukuli tubuh tak berdaya putra mereka sendiri, anugerah tuhan yang dikirimkan dalam bentuk sebaik baiknya pada mereka.

Mata mata itu hanya sibuk berkilat marah, bengis dan kejam menatap tubuh yang saat inu meraung kesakitan karena mereka siksa dalam waktu bersamaan.

Segala umpatan berbunyi keras di dalam rumah itu, mengiringi tangisan dan suara pukulan keras yang sama kerasnya.

Jaemin hanya tidak membawa uang karena ia tidak mampu untuk berjualan.

Kenapa ayah dan ibu seperti ini?

Jaemin minta maaf karena nakal.

Naemin takut masuk neraka.

Anak itu menangis, hanya menangis dan mencoba meringkuk dengan maksud melindungi tubuhnya dari dua orang dewasa yang membabi buta itu.

Dia Berakhir. | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang