3

3K 395 13
                                    

Hari ini Jaemin berjualan koran dengan senyum yang merekah, dia senang karena dari tadi banyak orang yang membeli dagangannya hingga koran Jaemin tersisa 4 lagi.

Anak-anak lain memandang Jaemin tidak senang, koran mereka sepi tapi koran anak itu banyak pembeli hingga tinggal sedikit.

Mereka mendekati Jaemin yang jauh lebih kecil dari mereka, mengelilingi Jaemin yang kebingungan melihat anak-anak berumur 15 tahun keatas di dekatnya.

"Kenapa kak?" pertanyaan lugu itu menyambut kehadiran mereka yang kesal pada Jaemin.

"Ga usah sok polos kamu!" salah satu dari mereka membentak.

Jaemin terkejut, matanya ketakutan menatap mereka yang melihatnya dengan pandangan emosi. Persis seperti ayah kalau sedang marah pada Jaemin.

"Kamu pakai dukun ya! dagangan kamu rame banget kita jadi sepi karena kamu!" yang paling tinggi di antara mereka begitu kesal sampai mendorong tubuh Jaemin hingga terjatuh.

Jaemin tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka, tapi Jaemin sama sekali tidak berniat membuat dagangan mereka sepi.

Kenapa mereka marah pada Jaemin? Jaemjn tidak tau kenapa dagangan mereka sepi, kemarin daganga Jaemin juga sepi kok tapi Jaemin tidak memarahi orang lain.

"Jawab dong! bisu ya?"

Jaemin hanya menggeleng takut, tidak tau harus menjawab apa karena Jaemin bahkan tidak mengerti ucapan orang-orang ini.

"Woi ngapain kalian!" anak-anak itu mengalihkan pandangan mereka kepada sumber suara.

Dapat Jaemin lihat di situ Jeno berdiri bersama teman-teman Jeno lainnya, mereka membawa banyak tisu sepertinya baru mengambil barang jualan lagi.

Anak-anak yang mengganggu Jaemin langsung berlari pergi meninggalkan Jaemin, mereka penjual tisu itu lebih galak dan lebih berkuasa dari mereka.

Jeno berlari cepat kearah Jaemin kemudian memeriksa keadaan Jaemin untuk memastikan bahwa tubuh itu belum sempat dilukai oleh segerombolan anak tadi.

"Dipukul tadi? mereka main tangan?" pertanyaan Jeno lontarkan pada Jaemin yang tengah tersenyum padanya sekarang.

"Mereka engga pukul, kak Jeno keren mereka lari takut seperti dikejar om nakal" Jaemin menjawab dengan suara khas jenaka-nya.

Membuat Jeno tersenyum lega, Jeno mengelus lembut rambut tipis Jaemin dengan sayang.

Rasanya Jaemin ini seperti seorang adik bagi Jeno, Jeno selalu dibuat khawatir setiap Jaemin diganggu ataupun dalam keadaan berbahaya seperti tadi.

Jaemin itu polos nya perlu diakui, dia tidak pernah sekalipun membenci orang yang berbuat jahat padanya. Lebih tepatnya Jaemin tidak tau bahwa dia habis diperlakukan jahat.

Ayah ibu sering berbuat jahat pada Jaemin, jadi Jaemin pikir hal seperti itu adalah hal biasa meskipun tetap Jaemin ketakutan dibuatnya.

"Laku ya korannya?" Jeno bertanya sembari membantu Jaemin berdiri.

Jaemin mengangguk antusias, mengangkat salah satu tangannya kemudian memperlihatkan pada Jeno uang yang berada di telapak tangannya.

"Wah banyak ya, pintar Jaemin" Jeno tersenyum bangga dan memberikan pujian pada Jaemin.

Disambut senyuman lebih cerah yang Jaemin tunjukan pada Jeno.

"Mau pulang sekarang?"

"Memang kak Jeno udah beres?" Jaemin bertanya balik.

Jeno hanya mengangguk sebagai jawaban, Jeno tidak seperti Jaemin yang harus berjualan dan menghasilkan uang banyak. Jeno berjualan untuk bermain warnet dan jajan saja, uang neneknya hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.

Tinggal hanya bersama dengan nenek membuat Jeno harus berjuang memenuhi kebutuhan masa anak-anaknya, seperti jajan, bermain, dan sejenis itu lainnya.

Dia juga tidak bersekolah, tidak ada biaya. Meskipin dapat bersekolah dengan uang gedung gratis tapi tetap saja tidak ada uang untuk membeli seragam, buku, alat tulis, peralatan sekolah.

Tapi Jeno tetap tumbuh menjadi anak normal yang pandai membaca dan menghitung, nenek selalu mengajari Jeno waktu kecil. Meskipun Jeno tidak mampu mendapatkan pendidikan di sekolah, nenek akan berusaha memberikan pendidikan di rumah sebisa nenek.

Jeno menggenggam tangan Jaemin sembari berjalan pulang, dia turut senang ketika melihat pendapatan Jaemin yang besar.

"udah setor dulu kan?"

"udah dong!"

Jeno mengangguk bangga, hari ini Jaemin pasti tidak akan kena marah ayah dan ibu nya lagi karena membawa uang sedikit.

Padahal Jaemin anak manis yang penurut, tapi hal tersebut malah digunakan orang tua Jaemin sebagai keuntungan mereka pribadi. Mempekerjakan Jaemin dan menikmati hasil uang itu untuk berjudi.

Setelah uang habis, mereka akan memarahi Jaemin dan menyuruh Jaemin mencari uang lebih banyak lagi. Jaemin sudah mirip mesin penghasil uang saja bagi mereka.

Perjalanan jauh mereka nikmati, Jeno terhibur melihat tingkah Jaemin yang tidak sabar sampai rumah dan menunjukan uang hasil bekerjanya pada ayah dan ibu.

Mereka berpisah di depan gang rumah Jaemin, rumah Jeno berada di gang sedikit lebih depan lagi.

"Hati-hati ya"

"Siap bos!"

Jaemin memasuki gang dengan perasaan berbunga, menuju rumah yang tidak jauh dari gang masuk.

"Ibu lihat!" Jaemin berseru senang ketika melihat ibunya yang baru saja pulang entah dari mana.

Menunjukan uang yang ia banggakan dari tadi kepada sang ibu, senyum cerah Jaemin tidak sedikitpun luntur.

Ibu menyambut dengan senang hati, merampas cepat uang di tangan mungil itu kemudian memasukannya kedalam kantong.

"Ibu, Jaemin lapar" adu Jaemin.

Ibu menatap Jaemin tidak senang kemudian menampar pipi anak itu keras.

"Bilang apa kamu tadi?" tanya ibu marah.

"Jaemin... jaemin lapar bu" Jaemin tidak mengerti kenapa ibu marah, ia menatap sang ibu kebingungan.

Ibu kembali menampar Jaemin dengan lebih keras sampai meninggalkan bekas di pipi Jaemin.

"Baru bawa uang segini sudah banyak mau! sana cuci baju kedalam, baju ibu dan ayah udah kotor semua!" ibu mendorong tubuh Jaemin keras.

Jaemin hanya mengangguk takut kemudian lekas berlari masuk untuk mencuci baju.

Padahal Jaemin sudah sangat lapar, Jaemin tadi berharap dapat mendapatkan sedikit makan dari uang yang dia dapatkan.

"Mungkin uangnya masih terlalu sedikit, jadi hanya bisa untuk makan ayah sama ibu" Jaemin hanya mampu bergumam dengan pikiran lugu nya.

Baju cucian memang sangat banyak hari ini, Jaemin sedikit ragu apa dia bisa menyelesaikan semua cucian ini seharian? dia sudah lemas dan kehilangan banyak tenaga.

Mungkin beda cerita kalau dia setidaknya makan dulu sedikit, tapi apa daya? uang yang dia bawa masih terlalu sedikit.

Jaemin mulai mencuci baju orang-orang dewasa itu, Jaemin pernah bertanya pada ibu kenapa ayah dan ibu punya banyak sekali baju dengan berbagai macam bentuk.

Sedangkan Jaemin hanya punya tiga pasang baju usang yang sudah robek di beberapa bagian, ibu bilang karena Jaemin masih kecil jadi tidak boleh punya banyak baju.

Tapi baju kak Reno juga banyak, setiap hari ganti baju terus seperti punya ratusan baju.

Dia Berakhir. | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang