S13

7.2K 130 14
                                    


Suara derap langkah kaki yang menggema di penjuru ruangan membuat Joshua menelan air liurnya. Ia tidak memedulikan semua rasa sakit yang ada di tubuhnya. Jantungnya berdetak kencang seolah nyaris meledak. Ia benar - benar ketakutan sekarang.

Saat orang tersebut masuk ke dalam ruangannya dengan aura dingin dan penuh intimidasi, ia tau kesalahannya tidak akan mudah untuk diampuni.

Tapi bolehkah ia berharap ada kesempatan kedua untuknya ?

Joshua merangkak dengan tergesa mendekati sosok tersebut yang berdiri diam. Ia dengan gemetar menyentuh kaki sosok tersebut. Joshua sama sekali tak berani untuk menatap mata tuannya itu.

" Tuan.. Tuann saya mohon... Ampuni saya tuan... Saya.. Saya janji... Saya tidak akan melakukan kesalahan ini lagi... Beri saya satu kesempatan Tuan.... "

" Bukankah aku sudah melakukannya ?"

Joshua terdiam membisu. Tubuhnya kaku hanya karena mendengar nada dingin dan datar tuannya tersebut. Dengan berani ia mendongak untuk menatap tuannya tersebut. Sekilas ia menemukan tatapan terluka dan kesedihan di mata tuannya, sebelum tatapan tersebut hilang berganti wajah datar dan tak berperasaan.

" Tuan.. Saya... "

Dorr !!

Sang tuan menatap datar tubuh Joshua yang jatuh tak bernyawa. Ia melempar pistol yang digunakannya dan berbalik pergi meninggalkan anak buahnya yang lain yang memandangnya diam.

" Tuan ?"

" Kita pergi sekarang."

Desmon mengangguk di balik kemudi mobilnya. Ia mulai menjalankan mobil tersebut menjauh dari area hutan, sesekali ia menatap tuannya tersebut dari balik kaca spion. Ia tau bagaimana dekatnya sang tuan dengan Joshua. Dan ia tau seberapa terlukanya sang tuan mengetahui orang yang selama ini ia percaya dan sudah ia anggap saudara, dengan berani mengkhianati kepercayaannya.

Desmon memang baru bekerja selama beberapa bulan dengan sang tuan, tapi sedikitnya ia tau, dibalik sikap dingin tuannya, sebenarnya tuannya adalah sosok yang peduli dengan orang - orang yang bekerja untuknya.

Desmon berjanji dalam hatinya bahwa ia tidak akan mengkhianati kepercayaan yang telah tuannya berikan padanya. Walau ia tidak yakin, setelah kejadian ini, apakah tuannya akan mempercayai siapapun lagi.

*****

Brakk !!!

Gerald menatap kearah pintu ruang kerjanya yang baru saja dibuka nyaris di dobrak oleh tamu tak diundangnya siang itu.

" Maaf tuan, saya sudah melarangnya masuk, tapi..."

" Its oke, Jo. Kamu bisa kembali."

Joan mengangguk singkat, kemudian berlalu pergi.

" Well tumben seorang tuan muda seperti lo datang ke sini, pasti bukan hanya ingin menyapa / basa - basi aja kan ?"

Tamunya tersebut dengan santainya berjalan menuju sofa dan duduk disana tanpa dipersilahkan. Gerald berdecak kesal melihat hal tersebut.

" Sangat sopan sekali anda. Ada tujuan apa lo datang kesini ?"

" You want a deal? "

Gerald menaikkan alisnya. Tamunya tersebut menampilkan senyum menyebalkan seolah ia akan langsung tertarik dengan entah tawaran/ kesepakatan apa yang akan mereka berdua setujui.

" Lo gak lagi mabok kan ? We are enemies, lo lupa ?"

" Lo gak pernah denger kalimat, ' jadikan musuhmu temanmu ? ' Lagipula kita punya pengacau yang sama. Kenapa gak sekalian kita melakukan kesepakatan bisnis. You win, i win. Adil kan ?"

SlutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang