Chapter 3

163 13 0
                                    

'Terkadang egoisme menghasutmu keladang-ladang bunga mawar yang penuh duri. Meski kau tau sendiri pastilah ada orang yang terluka karnanya, ataupun kau sadari jikalau hal itu bukanlah dasar kebahagiaan sejati.'

'Lantas, bisakah kau menyalahkan takdir maupun dunia?'
                               .
                               .
                           .8_8.
                               .
                               .

Terlalu menatap Boruto lamat-lamat tidak akan membuat Sarada membaik. Kemudian Sarada lekas mengalihkan pandangannya kearah lain. Tak tau mengapa air matanya tak mau keluar meskipun tubuhnya sudah bergetar.

"Ne, Boruto." Panggil Sarada pelan.

"Hmm ada apa?"

"A-apa persiapan pernikahanmu sudah siap?" Tanya Sarada. Sekarang ia merasa Bodoh. Mengapa ia bertanya seperti itu, padahal sudah pasti hatinya tambah sakit.

"Soal itu, emmm persiapannya masih delapan puluh persen. Aku dan Sumire menyiapkannya bersama-sama. Tapi kebanyakan aku yang menyiapkannya. Hahaha!" Jelas Boruto terlihat bahagia.

"Kenapa? Sumire-san sering sibuk ya?"

"Ya begitulah. Ia sering mendapat panggilan mendadak dari orang-orang perusaan sains."

"Sumire-san sangat menyukai sains, sih. Apa kau tak marah, Boruto?"

"Ya rasanya, sedikit jengkel. Bisa-bisanya Sumireku tidak dikasih libur. Yah, tetapi aku juga bangga rasanya melihat dia seperti itu. Itu berarti calon istri ku nanti sangat dibutuhkan semua orang, ia sangat dibutuhkan untuk perkembangan desa kita." Boruto berucap sambil tersenyum lembut. Terlihat jelas dari raut wajah Boruto, jika pria itu sangat mencintai Sumire. Jika dilihat-lihat kali ini pun air mukanya tampak lebih cerah dari biasanya. Pasti Boruto sangat bahagia memiliki Sumire yang akan menjadi istrinya nanti.

'Aku merasa iri!'

Bisakah Sarada bertindak egois? ia pun juga ingin dipuji Boruto seperti itu pun juga dicintai pria itu.

Tak tahan rasanya menghadapi kenyataan, Sarada lebih memilih memejamkan mata. Kalau-kalau saja perasaan yang berkecamuk didadanya hilang tertiup angin.

"Nampaknya kau sangat mencintai Sumire-san ya, Boruto." Lirih Sarada.

"Emm tentu saja!" Balas Boruto lantang.

"Boruto, ada yang ingin aku bicarakan, bisakah kau mendengarnya sampai selesai?" Tanya Sarada yang kini berbalik pandang pada sang empu yang juga memandangnya.Boruto mengangguk mengiyakan.

"Menurutku jika kalian menikah, kemungkinan terbesar kalian pasti akan jarang bersama. Sumire-san sangat terobsesi dengan sains, ia pun perlu dibutuhkan untuk kemajuan teknologi didesa kita. Pasti kau akan sering tidur sendiri, sering makan diluar, maupun memasak makanan sendiri. Jika seperti itu terus kau akan kesepian!"

Netra hitam nan berkaca-kaca milik Sarada itu menatap serius pada Boruto. Kemudian bibirnya pun kembali menyambung ucapannya."Boruto, sejak dulu aku mencintaimu. Aku jatuh cinta padamu saat kita masih kecil!"

"Andaikan aku diposisi Sumire, aku pasti akan membuang impianku demi terus bersamamu. Aku akan selalu bersamamu, menjadi satu-satunya orang yang memenuhi duniamu! Jadi, jika orang yang kucintai merasa sedih ataupun menderita karenanya. Aku tak tega melihatnya."

Sarada menyentuh tangan Boruto yang kebetulan dekat jangkauannya. Menghembuskan nafas dalam-dalam kemudian berucap lembut. 

"Jadi.....Bagaimana kalau denganku saja?"

                    Bersambung...

Saigo No Hyōgen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang