Namanya Jevano Jefferson. Seorang pemuda berusia 17 tahun yang memiliki jabatan sebagai ketua OSIS di sekolahnya. Memiliki wajah yang cukup tampan warisan dari sang ayah membuatnya memiliki banyak fans dari berbagai kalangan. Ditambah lagi dengan sifatnya yang terkenal friendly membuatnya jadi semakin dikenal oleh khalayak ramai.
Meskipun begitu, seorang Jevano Jefferson memiliki tabiat yang buruk. Toxic, balapan, merokok hingga tawuran. Itu yang terkadang membuat nyonya Jefferson ibunya ingin sekali melelang anak bungsu kesayangannya itu. Beruntungnya Jevano masih memiliki rasa takut untuk tidak mendekati alkohol bahkan mabuk.
Seperti biasa, pagi yang cerah dengan sinar mentari sebagai penerangnya. Angin bersiul dengan pelan dari arah selatan menuju utara, burung-burung berkicauan memamerkan akan keindahan suara yang dimilikinya.
Suasana yang sangat tenang tersebut membuat seorang pemuda semakin nyenyak menyelami alam bawah sadarnya. Mengeratkan selimut yang menutupi tubuh atletisnya guna menghalau dinginnya angin yang berhembus dari jendela kamarnya yang terbuka.
BRAK!
“JEVANO JEFFERSON! BANGUN WAHAI PANGERAN! DUNIA SUDAH MENUNGGUMU SAYANG!”
Teriakkan dengan delapan oktaf itu membuat pemuda bernama Jevano Jefferson menutup kedua telinganya. Karena sungguh, kedua telinganya terasa pengang akibat teriakan sang ibu.
Jevano mengeram tertahan, kemudian mengubah posisinya menjadi duduk. Menguap kecil, netranya melirik ibunya yang mulai membuka gorden kamarnya.
“Kenapa sih Mom? Jevano masih ngantuk, lagian masih pagi juga.” ucap Jevano malas.
Lelaki yang sudah menginjak usia sekitar kepala 4 itu menatap sinis putra bungsunya. “Pagi darimana wahai pangeranku hm? Matahari udah diatas kepala masih bisa dibilang pagi? Jangan keseringan tidur, ngelindur kan jadinya.”
“HA? Mommy kenapa gak bilang dari tadi? Jevano telat duh.” pemuda yang hanya mengenakan boxer itu segera berlari ke kamar mandi.
Menghiraukan tatapan yang dilayangkan oleh Theo Jefferson sang ibu yang menatapnya penuh tanya.
.
.
.
.
.
Seorang pria paruh baya tampak membaca sebuah koran ditemani secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asapnya. Sesaat kemudian menoleh ketika mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa menuruni anak tangga.
“Jevano jangan lari! Kalau ngegelinding kan bahaya.” teriaknya pada anak bungsunya.
Jevano menghentikan larinya pada anak tangga terakhir, berjalan mendekati sang ayah yang kembali sibuk dengan koran di tangannya. Menadahkan tangan kedepan.
Jeffry Jefferson menatap bingung tangan yang mengadah didepannya. Menggenggamnya dan menempelkan punggung tangannya pada kening sang anak.
“Udah, sana berangkat.”
“Siapa yang minta salim? Aku tuh minta uang Dad!” kesal Jevano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan - Nomin
Randomtentang kedua manusia yang menikah karena paksaan dari kedua orang tua mereka