Mulutku bersenandung pelan mengusapi punggung Banyu yang ku pangku, matanya yang basah sesekali menatapku yang memberinya senyum.
Bocah yang matanya sembab ini kembali merebahkan kepalanya pada dadaku, sampai kurasakan tangan kecil yang memegangi bajuku makin melemah lalu terlepas saat mata Banyu menutup rapat.
"Sleep already?" ucap Rose mengusap kepala Banyu lembut.
Tangannya tampak sekali tidak tahan, untuk tidak menyentuh pipi yang rasanya memang minta dicubit milik Banyu, "adorable," ucap Rose yang hatinya pasti sudah diambil bocah kecil yang terlelap di pangkuanku ini.
"Ban-, what?" tanya Rose setelah aku menjawab nama Banyu yang ia tanyakan, "oh, what a strange name, let me call him Ben."
Aku tersenyum melihat sejujur apa ucapan Rose yang sekali lagi menowel pipi Banyu.
"Kembalilah ke kamarmu, bocah gembil ini pasti berat meski lucu."
Aku menatap Rose, tidak ada lagi tatapan penasaran di mata tuanya yang masih jernih itu. Kurasa melihat Banyu membuatnya melupakan apapun yang jadi pertanyaannya.
"Aku juga mau tidur," ucap Rose mengambil gelas susu coklat yang tinggal bagian dasarnya saja.
"Selamat tidur, Ben." Kecupan Rose mendarat di pipi Banyu. Ia menatapku dan mengusap pipiku, "aku tidur dulu, young women."
Aku mengangguk, menatap wanita tua yang berjalan ke dapur, mencuci gelas yang isinya sudah dihabiskan Banyu, lalu mengelapkan tangannya ke baju meski sudah ada lap di pinggiran bak cuci piring.
"Rose," panggilku pada wanita tua yang mematikan lampu dapurnya yang kecil tapi nyaman. "Thank you."
Rose hanya tersenyum lalu masuk ke dalam kamarnya. Sementara aku masih duduk di ruang tamunya yang hangat. Mulutku terus bersenandung meski Banyu sudah lelap dalam pangkuanku yang menyenderkan badan pada sofa, tanganku pun menepuki pelan punggung Banyu.
Kriet...! Kriet!
Suara tangga yang dipijaki membuatku menoleh pada lelaki yang hanya menggunakan boxer. Di tangannya ada gelas kosong yang hampir terlempar karena melihatku.
"God, you startle me, Girl!" ucap Carter menunjukan senyumnya dengan tangan memegangi gelas erat.
"Is that Banyu?" tanya Carter padaku yang tak tahu keberadaannya di rumah Rose, "pantas saja Sidney tidak ingin aku membuatnya berteriak."
Tanpa malu Carter berucap, ia menghampiri kulkas dan menuang air dingin ke dalam gelas lalu menenggaknya habis. Tidak perduli pada udara dingin yang merajai.
"God, aku haus sekali." Adunya," kau mau minum?"
Aku menggeleng, mengalihkan pandanganku dari lelaki yang hanya memakai celana boxer itu. Aku tahu Carter sering menginap, tapi, melihat tampilannya yang seperti ini, baru pertama kali.
"Sorry, tapi badanku bagus, kan?" canda Carter yang sudah pernah tinggal di negaraku.
"So, lelaki itu ayah Banyu?" ucap Carter tak lagi menggunakan bahasa Inggris, "well, your secret save with me, right."
Aku yang awalnya diam, mengangguk, menatap bocah gembil yang begitu lelap dalam pangkuan.
Cepat atau lambat pasti akan ada yang tahu, anak yang sedang ku pangku ini anak GM baru pengganti Lucas.
"Tapi, jelas sekali kau bukan ibunya."
Aku menatap Carter yang kembali menuang air dalam gelas dan menutup pintu kulkas setelah meletakkan botol pada tempatnya.
"Ya," jawabku membuat Carter mengangguk.
"Well, kurasa dibandingkan ibunya yang entah dimana, ia lebih cocok jadi anakmu, Mira."