1

903 125 19
                                    

Xiao Zhan. Pemuda manis nan cantik yang baru lulus sekolah menengah atas itu menenteng map berisi lamarannya, sesekali pemuda remaja delapan belas tahun itu menarik nafas gugup.


"Hoy! Rileks, jangan terlalu gugup." Seorang remaja laki-laki berdiri di samping xiao zhan yang masih berdiri di lobby perusahaan terkemuka di Beijing.

Zhan tersenyum gugup, bagaimana ia tidak gugup jika ia yang hanya lulusan sekolah menengah atas berani melamar pekerjaan di perusahaan raksasa seperti ini.

"Aku takut lamaranku gagal." Jawab Zhan masih gugup.

"Kalau gagal disini kita berdua masih punya kesempatan untuk melamar pekerjaan di tempat lain." Sambung remaja lelaki di samping zhan, jili.

Jili dan xiao zhan sama-sama anak yatim-piatu dan tinggal di panti asuhan yang sama hingga mereka lulus sekolah menengah atas dan sekarang mereka berdua mencoba peruntungan melamar pekerjaan di Wang Group meski mereka berdua tak yakin akan di terima.

Zhan mengangguk. "Kau benar." Tapi, impian Zhan sejak kecil adalah bekerja di sebuah perusahaan besar agar bisa mendapatkan gaji yang besar pula, berharap kehidupannya selepas keluar dari panti asuhan akan lebih baik jika memiliki pekerjaan dengan gaji yang besar.

Seorang pria paruh baya yang bekerja di bagian personalia memanggil Zhan dan jili untuk interview.

"Ayo Zhan, kita pasti bisa." Jili menggandeng tangan xiao zhan, mereka berdua sudah seperti anak kembar tidak identik yang kemana-mana selalu berdua.

Seorang pria tampan dengan stelan jas Armani berwarna abu-abu melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan yang sudah di rintis oleh keluarganya sejak ia kecil.

"Kenapa pagi ini perusahaan ramai sekali?" Pria berhidung mancung, garis rahang yang tegas serta sepasang bibir tebal itu bertanya pada asisten pribadinya yang berjalan di belakangnya.

"Hari ini perusahaan sedang membuka lowongan untuk bagian office boy." Linan, pria berkacamata itu menjawab pertanyaan dari bosnya.

Mereka berdua masuk ke dalam lift khusus untuk petinggi perusahaan, linan menekan angka 40 dan lift mulai bergerak ke lantai tujuan.

"Bacakan jadwalku hari ini." Si CEO berucap pelan namun suaranya terdengar tegas.

"Baik presdir." Linan membuka tabletnya. "Jam sepuluh pagi ada rapat dewan direksi, jam dua siang makan siang bersama utusan perusahaan sakura dari Jepang, jam enam sore makan malam bersama keluarga Wang." Linan membacakan jadwal bosnya.

Telinga CEO mendadak panas dengan jadwal terakhirnya. "Hapus jadwal yang terakhir." Titahnya.

Linan kaget. "A-apa Presdir?" Ia bisa di amuk komisaris Wang jika bosnya berani menghapus jadwal terakhir.

"Hapus jadwal terakhir, aku tidak akan datang di acara makan malam itu." Si CEO melirik asistennya dengan tatapan dinginnya seperti biasa.

"Tapi komisaris Wang yang menjadwalkannya Presdir." Linan hanya memilih aman, ia tidak mau di amuk dua pria berbeda generasi yang tak lain tak bukan adalah sepasang ayah dan anak.

"Batalkan! Untuk apa makan malam keluarga harus di jadwalkan seperti ini!" Ketus CEO.

"Kalau komisaris Wang marah bagaimana Presdir?" Linan khawatir ia terkena amukan pedas dari tuan Wang.

Si CEO membenahi jasnya. "Katakan padanya kalau aku sibuk!" Setelahnya pintu lift terbuka dan kaki panjangnya langsung mengayun keluar dari lift di ikuti linan yang masih khawatir akan nasibnya nanti.

My Heart Has Become So CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang