Prolog

10 1 0
                                    

Arloji menunjukkan pukul sembilan malam. Bulan menggantung di atas langit hitam. Jangkrik bercengkrama dengan katak tentang hari esok. Manusia sudah beranjak pulang ke rumah. Mengistirahatkan badan setelah aktivitas siang. Sementara Ardan, masih berdiri di atas tanah yang lebih tinggi, mengecek arlojinya berulang kali, lalu berpaling ke arah pintu.

Mobil mewah hitam yang terparkir di pekarangan menjadi sumber kekhawatiran. Seperti yang sudah dijelaskan, ini pukul sembilan malam. Namun tamu yang sejak maghrib mampir ke rumah Naely, masih belum beranjak pergi. Plat nomor hijau menjadi ciri. Tapi setinggi apapun jabatan seseorang, bukankah tak beradab singgah hingga selarut ini?

"Haduh. Mereka lagi ngapain sih? Dia siapa? Punya maksud apa?" Kepala Ardan dipenuhi pertanyaan. Pria itu tak berkaca, bahwa dia sendiri tidak sopan memantau kegiatan orang lain.

Tingkah anehnya bermula semenjak Naely dilamar tiga pria dalam seminggu. Pria itu jadi tak pernah tidur tenang. Dia tak bisa pulang sebelum memastikan apa pinangan pria itu diterima. Perasaannya campur aduk. Membuatnya sedikit egois, sebab mendoakan yang tidak-tidak.

"Hati-hati di jalan!"

Pintu terbuka. Suara Pak Bromo langsung terdengar lantang ke telinga Ardan. Pria itu memfokuskan pandangannya, melihat wajah tak sedap dari pria berseragam hijau. "Apa yang ini juga ditolak?"

Jantung Ardan berdebar. Bertanya, sebenarnya standar menantu impian Pak Bromo yang seperti apa? Dari pengusaha hingga pejabat, semuanya ditolak. Padahal kalau melihat sisi keluarga Naely sendiri, mereka hanya petani biasa yang punya beberapa hektar tanah.

Ardan kembali fokus. Pria berseragam tadi tak menjawab sapaan Pak Bromo. Wajahnya kecut, masuk ke mobil dengan langkah menyentak. Mobil berputar menerbangkan debu tanah. Sungguh tidak sopan untuk ukuran manusia berpendidikan.

Ardan ingin tahu penyebabnya.

Setelah kepergian pria itu, Naely menyusul keluar dengan tangan melipat di dada. Wajahnya juga sama kesal. Mulutnya komat-kamit mengeluarkan makian tanpa suara.

Ardan tersenyum. Cukup sampai disitu saja dia mencari tahu. Setidaknya, Naely terkuak masih single hingga esok pagi. Ardan akan menanyakannya kejadian hari ini ketika mereka bertemu nanti.

Kreek!! Meong!!!!

"Ardan?" Suara Naely memanggil dari kejauhan. Ardan menelan ludah, bulu kuduknya berdiri. Pria itu menunduk ke bawah untuk melihat apa yang dia injak. Kucing kawin melotot kesal padanya. Mata pria itu terpejam, berharap bisa teleportasi saja.

"Ardan?" panggil Naely lagi.

Pandangan mereka bertemu. Ardan mematung, nyaris jantungan. Naely mendekat untuk mengajak pria itu masuk. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Bodohnya Ardan malah berlari seperti maling kutang yang ketahuan beraksi. Naely spontan memakai sendalnya dan menyusul pria itu.

"LHO! ARDAN!" teriak Naely. "BERHENTI!"

Ardan takut dan malu di saat bersamaan. Dia tak menyangka Naely mengejarnya.Pupus sudah niat melarikan diri. Tapi jika berhenti pun, Ardan tak tahu harus berbuat apa. Dia tak punya alasan bagus untuk menjelaskan sikapnya. Bisa-bisa, perasaan terpendamnya pada wanita itu terungkap. Kemudian hubungan mereka akan berakhir canggung.

"WOY!!" Naely memaksimalkan langkahnya agar bisa menyusul. Napas wanita itu tersenggal, ketahuan jarang olahraga. Dia berusaha mengambil langkah sepanjang mungkin. Namun ternyata kakinya tak siap. Ditambah matanya tak memperhatikan sekitar hingga Naely berakhir terjungkal, tersungkur ke pinggir kebun.

"Aduh!!"

"Nay!" pekik Ardan. Jantungnya berdebar hebat. Dia berhenti melangkah dan berlari ke arah sebaliknya untuk menolong Naely. "Ngapain kamu nyungsep di sana?" tanyanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surprice Wedding 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang