Bogor, 15 Februari 2016
Dear, My Friend! Boo ...
Astaga, maafkan aku yang mengakhiri ceritaku di tengah-tengah. Sengaja sih, soalnya adzan isya barusan. Dan ibu selalu mengingatkanku jika sholat jangan ditunda tunda nanti keburu males. Yaudah deh kutunda bercerita padamu untuk sholat isya.
Oh iya sampai dimana tadi? Oh, hu'um aku sudah mengingatnya. Jadi Boo. Setelah drama dihukum keluar kelas. Aku dan Melvin kembali masuk ke dalam kelas, mengikuti pelajaran IPS dan matematika. Dipelajaran IPS Melvin tak berulah, mungkin dia memang menyukai pelajarannya makanya tidak sempat atau malah tidak berminat untuk menjahiliku.
Saat pelajaran matematika ... disitulah stok kesabaranku diuji. Yups, Melvin menjahiliku. Dia menyembunyikan pensilku sehingga aku mengerjakan soal latihan menggunakan bolpoin dan yah, bukuku kotor penuh coretan salah tulis.
Bukannya aku tak mau mengambil pensilku kembali, aku hanya tidak mau dikeluarkan kembali dari kelas karena ribut dengan Melvin. Sudah cukup aku dikeluarkan dipelajaran IPA, jangan lagi dipelajaran matematika. Masalahnya Pak Birnu, lebih galak dari kepala sekolah, bukan galak saat menegur tetapi galak saat memberi hukuman.
Hukumannya bukan membersihkan WC selama seminggu melainkan dikeluarkan dari mata pelajarannya plus menjadi asisten beliau yang harus siap disuruh suruh selama dua hari. Suruhannya bukan membelikan makanan, minuman atau membersihkan meja beliau tetapi membantunya merekap nilai para siswa juga mengoreksi tugas siswanya mulai dari kelas 10 hingga 11. Darimana aku tahu? Karena aku pernah merasakannya, dulu ... saat semester 1, waktu itu kesalahanku adalah ribut masalah penghapus yang tidak kunjung dikembalikan oleh temanku yang duduk dideretan paling depan sendiri.
Dan saat bel berbunyi jam istirahat.
Kringgg ....
Melvin langsung menarik tanganku memasuki area kantin, memburu tempat duduk sebelum diduduki murid kelas lain. Bahkan dia mengerti sebelum aku mengucap apa yang ingin kupesan. Baiklah mari coba lagi, Aku menatap penjual minuman yang menjual berbagai macam rasa dan jenis. Kamu tahu apa respon Melvin, Boo?
Melvin bilang saat kembali duduk di sebelahku sembari menatapku bertopang dagu. "Apa kamu ingin memesan semua minuman yang dijual Pak Jojo?"
Aish, ternyata dia hanya tahu karena aku terus menatap penjual batagor, tidak seperti dugaanku yang menganggap Melvin seorang cenayang. Lagipula aku bodoh sekali, jangankan Melvin yang murid sekolah, pesulap pun tak akan tahu apa kata hati seseorang, bukan?
Aku menuliskan minuman apa yang ingin kuminum diselembar kertas yang selalu kubawa kemana mana lengkap dengan bolpoinnya.
Setelahnya Melvin menemui sang pedagang dan memesan makanan dan minuman milikku. Kulihat dia kesusahan membawa pesanan, salah sendiri tidak membiarkanku membantunya tadi dan malah menyuruhku duduk manis.
Karena tak tega aku menghampirinya, mengambil alih salah satu pesanan ditangannya. Kulirik dia yang tersenyum senang.
Aku duduk ditempatku tadi dan langsung menyantap batagorku. Batagor yang menjadi makanan favoritku.
Hal yang tak kuinginkan terjadi. Kejadian seperti diserial drama yang kutonton, dia mengusap saos batagor disudut bibirku menggunakan ibu jarinya lalu ... mengusapkannya pada selembar tisu di atas meja. Yah, dikantin kami selalu menyediakan tisu per meja. Aku menghela napas lega. Syukurlah tidak terjadi seperti yang kubayangkan, jika itu terjadi maka tandanya aku dan Melvin tidak secara gamblang sudah melakukan ciuman.
Aku meminum es jerukku dan menanyakan berapa harganya. Kamu tahu dia bilang apa, Boo?
Melvin bilang, "Gratis untukmu. Sudah simpan saja untuk tabungan nikah kita nanti."
Seketika aku melotot dan memegang gelas jusku yang tersisa setengah. Hendak kusiramkan tetapi dia terburu lari sembari mengacungkan dua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah.
Melvin berteriak, "Bercanda, Oka."
Aku kembali duduk dan menutup mukaku. Astaga, aku malu. Bukan karena dia berteriak tetapi karena aku secara tak langsung melukai harga diriku sebagai perempuan. Aku harap tak ada yang mencapku gadis matre setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, My Friend!
Teen FictionIni bukan kisah romansa remaja yang berujung manis ataupun persahabatan yang penuh aksi seru. Ini cerita tentang keluh kesah Asmaraloka-gadis tunawicara yang mengeluhkan hari harinya pada sebuah buku purple hadiah dari ayahnya diulang tahunnya yang...