Usai Bercerai
Cuplikan bab 11Alya dan Arfan berjalan menuju parkiran rumah sakit dengan langkah gontai. Keduanya sama-sama diam dan sibuk dengan segala pikiran yang ada di kepala masing-masing. Sama-sama bingung dengan pilihan yang kini ada di depan mereka. Saat ini mereka seperti sedang memakan buah simalakama.
Jika harus membiarkan Aleta menjalani kemoterapi, Alya dan Arfan teramat sangat takut dan juga tidak tega. Mereka berdua takut fisik Aleta tidak kuat menerima obat-obatan yang cukup keras itu. Apalagi jika memikirkan pada akhirnya justru hal buruk yang akan menimpa putri mereka. Alya dan Arfan tidak sanggup membayangkan hal itu terjadi.
Alya menghela napas panjang. Dadanya sangat sesak memikirkan hal itu. Apalagi jika mengingat ucapan Dokter Haikal tadi. "Jadi selain menggunakan sumsum tulang belakang, metode stem cell ini bisa juga menggunakan darah tali pusat dari saudara kandung pasien. Bahkan untuk pengobatan dengan darah tali pusat ini, tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibanding dengan sumsum tulang belakang. Jadi, kalau Pak Arfan dan Bu Alya ada rencana untuk menambah momongan, itu akan sangat baik untuk kesembuhan Aleta."
Rasa-rasanya Alya ingin memejamkan kedua bola matanya dan tak ingin terbangun lagi selamanya. Ia merasa tak berguna sebagai seorang ibu. Seharusnya ia bisa melindungi Aleta, tetapi kenyataannya saat ini ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Memberikan adik untuk Aleta?
Bahkan gara-gara dulu ia memilih pergi meninggalkan Arfan, kini Aleta tidak punya lagi kesempatan untuk mendapatkan pengobatan dari darah tali pusat adiknya. Alya merasa sangat tidak berguna saat ini. Seandainya dulu ia tidak selemah itu, seandainya ia dulu memilih tidak peduli terhadap apapun yang menimpanya, tentu saat ini Aleta tidak akan begini.
"Maafin Mama ...." Alya merintih. Ia berhenti berjalan, lalu berdiri menunduk sembari memegang dadanya yang terasa begitu nyeri.
Rasa-rasanya kalau bisa Alya ingin memberikan nyawanya pada Aleta saat ini juga. Setidaknya itu adalah caranya menebus kesalahan yang telah ia lakukan dulu.
"Harusnya Mama hanya memikirkan kamu, Nak. Harusnya dulu Mama tidak memedulikan diri Mama sendiri. Maafin Mama .... Maafin Mama ...." Namun, suara yang keluar dari bibir Alya hanya tangisan lirih. Semua kata-kata itu seperti tercekat di tenggorokannya.
Lutut Alya kini gemetar, lalu sedetik berikutnya ia ambruk. Ia bersimpuh dan tergugu di lantai koridor rumah sakit. "Maafin Mama, Nak .... Maafin Mama ...." Hanya itu yang terucap dari bibir Alya.
Alyaa sangat menyesal dengan semua kenyataan yang ada di depannya saat ini. Kini, Aleta tidak memiliki lagi kesempatan untuk mendapatkan darah tali pusat dari adiknya dan itu semua gara-gara Alya.
"Maafin Mama, Nak .... Maafin Mama .... Semua ini gara-gara Mama .... Semua ini salah Mama ...." Alya memukul-mukul dadanya dengan keras. Rasanya seperti ada batu besar yang menghimpit jantungnya hingga dadanya terasa begitu sesak dan nyeri.
"Al, jangan begini ...." Arfan berlutut di samping Alya. Ia menoleh saat beberapa orang melewati mereka sembari melirik Alya. Lalu kembali menatap Alya. Ingin rasanya ia memeluk wanita di depannya ini. Akan tetapi, Arfan tidak berani melakukannya.
"Semua pasti baik-baik aja," hibur Arfan. "Aku janji, Al. Aku janji, aku akan melakukan apapun untuk Aleta. Aku janji!"
Tangis Alya semakin pecah mendengar perkataan Arfan. "Semua ini salahku .... Ini salahku. Kenapa Tuhan tidak menghukum aku langsung? Kenapa Aleta yang harus mengalami semua ini?"
"Enggak, Al. Ini bukan salah kamu. Kamu jangan menyalakan diri seperti ini ...."
Alya menggelengkan kepalanya sembari menangis tersedu-sedu. "Ini semua salahku. Harusnya mati pun aku lakukan untuk Aleta. Tapi aku?"
"Al, udah. Enggak ada gunanya kamu menyalahkan diri kayak gini. Kalau Aleta liat, dia pasti akan sedih. Dia butuh mamanya yang kuat, dia butuh mamanya yang bahagia, Al. Dia butuh senyum kamu, dia butuh kekuatan dari kamu. Jangan seperti, Al! Jangan begini ...."
Jika tidak sedang berada di tempat umum dan di depan Alya, Arfan juga pasti saat ini akan menangis. Akan tetapi, tak mungkin ia lakukan itu sekarang. Bagaimana dengan Alya kalau dirinya juga ikut menangis?
"Sudah, Al .... Aleta pasti sembuh. Kamu harus yakin itu. Harus yakin sepenuhnya." Arfan berusaha menguatkan Alya. Ia tahu seperti apa hancurnya perasaan Alya saat ini. Ia tahu betul seperti apa perasaan Alya.
"Enggak ada gunanya kita menyesali apa yang sudah terjadi. Yang kita bisa sekarang adalah menghadapi semua ini dan berusaha melakukan yang terbaik untuk putri kita."
Mendengar kata putri kita dari bibir Arfan, hati Alya tiba-tiba merasa hangat. Ia sampai menoleh dan menatap wajah laki-laki yang kini berlutut di sampingnya.
"Udah, jangan gini. Aleta enggak akan suka kalau liat kamu menyalahkan diri kayak gini." Arfan balas menatap Alya dengan hangat. Ingin sekali ia memeluk Alya, tetapi sekuat tenaga ia tahan keinginannya itu.
"Ya udah, yuk, kita pulang sekarang!" ajak Arfan. "Atau kita mau makan dulu? Udah jam tiga, loh. Dari tadi kamu belum makan apa-apa."
Alya menggelengkan kepalanya. "Aku makan nanti di hotel aja. Kasian Aleta nungguin aku pulang kelamaan nanti."
"Ya udah."
Begitu tiba di kamar hotel yang ditempati Alya dan Aleta, Bu Narti langsung menyambut Alya dan Arfan. Wajah wanita yang mewariskan kecantikannya kepada Alya itu tampak sangat penasaran dengan hasil tes sumsum tulang belakang Alya dan Arfan. Namun, saat melihat wajah Alya yang murung, tanpa bertanya, Bu Narti sudah tahu Jawabannya.
Hanya saja wanita bergamis cokelat itu masih merasa tidak percaya. Bagaimana mungkin tak satupun yang cocok dari Alya dan Arfan? Padahal mereka orang tua kandung Aleta.
"Aleta mana, Bu?" tanya Alya begitu memasuki ruang tamu kamar hotelnya, dan di sana hanya ada kedua orang tuanya dan Prima.
"Tidur. Dari tadi main sama Prima. Terus minta digendong Prima malah tidur," jelas Bu Narti.
Arfan yang mendengar itu pun dadanya tiba-tiba seperti terbakar. Ia merasa tidak terima Aleta sedekat itu dengan laki-laki lain. Ia jadi bertanya-tanya, sudah sedekat apa hubungan mereka?
Maaf ya cuma posting cuplikan. Yuk baca selengkapnya di KBM App. Cari akun saya Srirama_Adafi ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Usai Bercerai
Любовные романыManusia tidak akan tahu jalan takdirnya akan membawa dirinya kemana sampai ia melewatinya. Terkadang semua yang telah direncanakan ternyata hancur berantakan. Akan tetapi ketika sudah tidak mengharapkan apa-apa lagi, justru harapan kembali menghampi...