15. What's Wrong?

418 91 64
                                    

Bukan cuma tubuhnya yang lelah, pikirannya juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukan cuma tubuhnya yang lelah, pikirannya juga. Sewaktu-waktu dia bisa meledak. Kali ini sasaran kemarahannya cenderung tergantung pada orang yang ditemuinya. Entah siapa pun orang itu tanpa terkecuali. Daripada bergabung bersama orang-orang di dalam kafe, lalu berakhir dia sensi karena hal sepele, Taeyong memilih menyendiri. Pilihan untuk tinggal di dalam mobil sendirian terdengar lebih menarik dibanding bergaul di sana, selama kendali atas emosinya sedang naik-turun.

Taeyong enggan menjadi orang menyebalkan bagi orang lain di hari paling menyebalkan baginya ini. Dia ingin menyendiri di lingkungan tenang, menenangkan diri sendiri, dan mengendalikan lagi sepenuhnya emosinya. Kepalanya bisa meledak sewaktu-waktu seiring sakit kepalanya yang tak kunjung mereda ini.

Percuma dia menghabiskan waktu dua jam di dalam bioskop tidur kalau bangun-bangun keadaan tak sesuai ekspektasinya. Taeyong marah karena merasa disia-siakan presensinya.

Jika dia adalah dirinya di masa lalu. Apakah dia bisa sebaik dirinya ini yang mampu menahan dorongan untuk marah? Dulu mungkin dia akan berlari ke sebuah klub malam bersama Jonghyun menemaninya—atau lebih cocoknya sih, mengawasinya—bersenang-senang di sana bersama beberapa orang dikenal. Atau kencan random bareng cewek kenalan baru di klub malam. Tapi lebih seringnya dia mabuk. Sementara dia yang sekarang mati-matian menjaga diri agar tidak melampiaskan kemarahan ini pada dunia yang sedang dia tinggalkan.

Andai Jonghyun di sini, barangkali Taeyong bisa meminta petuahnya yang membosankan, tapi selalu ngena dirinya.

Mobilnya berbunyi dan berkedip-kedip ketika tombol unlock-nya dipencet. Taeyong tak sabar ingin segera masuk ke mobil, menghindari hiruk pikuk sekelingnya. Denyut yang menyebabkan sakit kepalanya, membuatnya tak berdaya lagi. Taeyong menggapai gagang pintu mobil seiring dengan suara panggilan dari seseorang kepadanya.

“Kak Taeyong.”

Tak perlu menebak siapa lagi orang yang memanggilnya barusan. Taeyong pun tak perlu repot-repot mencari tahu identitasnya. Setengah hati dia berbalik menghadap cewek bersurai panjang lurus itu.

“Ada perlu?” tanyanya masih dengan niat setengah hati.

“Kak Taeyong masih sakit kepala?”

“Iya.”

Vivi melangkah lagi mendekat. “Mau beli obat gak?” lanjutnya, “aku bisa nemenin Kak Taeyong ke apotik. Biar aku yang nyetir, aku bisa nyetir mobil kok. Kalau sakit kepalanya dibiarin terus-menerus, nanti Kak Taeyong—”

“Makasih, tapi gak perlu. Aku cuma butuh istirahat,” jawabnya masih dengan niat sama.

Vivi sedikit kecewa atas penolakannya. Namun, dia masih berusaha. Mendekat lagi hingga posisi berdiri mereka sejajar. “Mau aku pijitin kepalanya?”

Refleks Taeyong memejamkan mata. Letupan gunung berapi di kepalanya mulai terpicu, siap meledak keluar, oleh bujukan Vivi yang keras kepala. Mau seberapa keras lagi dia berusaha mengejar, dia tak akan pernah berhasil mengejarnya. Seberasa keras kepala pun dia, tetap tak akan mampu menandingi keras kepalanya.

Shameless 3.0 | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang