33. Golden Hour

498 88 26
                                    

“Jangan lari-lari, Nak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jangan lari-lari, Nak. Nanti kamu jatuh.” Sementara Jisoo berteriak panik, orang tua anak laki-laki itu sendiri malah terkesan biasa-biasa saja lihatin anak sulungnya berlarian begitu turun dari mobil. Enggak ada khawatirnya sama sekali.

Astaga, itu anak kalau jatuh tersandung kasihan, lho.

“Ya ampun, Sa. Anak lo itu ....”

“Gak apa-apa, Jis. Emang Suno lagi lincah-lincahnya lari,” ujar Ong terdengar santai sebagai bapak dua anak ini.

Hwasa menyetujui sang suami. “Anak gue pengen jadi atlit lari.” Senyuman bangga tak luput dari bibir ibu dari anak berusia hampir empat tahun itu. “Biar kayak kakeknya.”

“Suno larinya cepet banget, Sa. Takut jatuh lihatnya, ih.”

“Suno. Berhenti, Nak.” Si kecil Suno lantas berhenti begitu mendengar mamanya memanggil. Bocah itu menoleh dengan kening berkerut. “Larinya pelan-pelan aja, ya? Biar Tante Jisoo gak senam jantung lihatin kamu.”

Suno menggeleng sesaat, terus lanjut lagi lari dan lariannya sekarang makin sengaja dibuat kenceng. Bikin Jisoo ngeri-ngeri sedap. Hwasa refleks tertawa melihat ekspresi ketakutan temannya ini.

“Kalau mau ketemu pamannya pasti gitu,” ujar Ong yang sekarang tengah mengendong si bungsu.

“Gak usah khawatir. Ntar lo punya anak juga ngerti sendiri kok.” Awal-awal waktu Suno suka lari-lari kencang gitu, Hwasa juga dibuat panik kok. Paniknya malah melebihi ekspresi Jisoo sekarang. Kalau sekarang sih, agak mendingan karena biasa lihat anaknya itu lari di rumah. Selama masih dalam pengawasan Hwasa dan papanya, Ong, dia tidak akan terlalu cemas. “Ayo, Jis, masuk. Malah keduluan anak gue tuh, lihat.”

“Iya. Sebentar,” balasnya seraya mengambil bunga dan beberapa bingkisan oleh-oleh.

“Ya ampun, Suno sekarang udah gede.” Terdengar suara seorang wanita menyambut kedatangan mereka sore itu. Wanita itu tersenyum lebar dengan posisi berdiri sedikit membungkuk, menyamakan tinggi beliau dengan anak laki-laki dari teman kuliah putranya ini. Wanita itu merupakan ibu Johnny.

“Suno, Nak, salim Oma dulu. Jangan asal kabur ke dalam!” tegur Hwasa kemudian.

Mama Joanna, panggilan beliau, tertawa geli ketika Suno cemberut kena teguran. “Udah gak apa-apa. Namanya anak-anak. Lagian yang dikangenin kan, bukan Oma.”

“Jangan deh, Ma. Nanti jadi kebiasaan. Anak-anak harus dididik dari kecil.” Lantas dia melirik ke arah suaminya. “Papanya bisa ngambek kalau anaknya gitu. Haha.”

“Sore, Ma. Kami bertamu lagi,” sapa Ong mengabaikan sindiran istrinya, bersama si kecil Johnny di gendongan yang tersenyum-senyum ketika Oma mencubit gemas pipi gembulnya.

Hwasa bersama Ong lantas bergantian merangkul ibu Johnny setelah bertukar sapa.

“Mini Johnny juga udah gede, ya.” Ibu Johnny tersenyum lebar memandangi putra bungsu Hwasa di gendongan papanya itu. “Ayo, masuk. Masuk. Tadi Mama udah masak banyak, tahu kalau kalian mau kemari.”

Shameless 3.0 | taesoo [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang