Di hari itu, tanpa sengaja aku bertemu dengannya. Ia, seorang laki-laki yang tak pernah aku duga sebelumnya. Kita bertemu dalam salah satu platform atau aplikasi terkenal berwarna biru yang sering digunakan untuk bermain bot anonymous atau karakter. Sejak saat itu, kita semakin dekat tanpa perasaan dari kedua belah pihak. Orang bilang " tak mungkin sepasang perempuan dan lelaki bersahabat, tanpa melibatkan perasaan. " pikir ku saat itu " mungkin itu kamu, bukan aku ".
Hari berganti dan kita semakin dekat. Ntah mengapa rasa yang sebelumnya tak ada, seiring berjalannya waktu aku merasakan rasa itu muncul.
Beberapa bulan kemudian, aku mulai mencari tahu tentangnya. Dan ya, aku mulai jatuh. tak akan ku sebutkan, karena mungkin kalian mengerti apa yang kumaksud dengan jatuh itu. Satu hal yang harus kalian tahu, umur kita berselisih 3 tahun.
Kita dekat, dan ku pikir kita semakin dekat. Tak kusangka, malam itu menjadi malam yang terbaik bagiku. Malam dimana kamu menyatakan hal yang aku rasakan selama ini.
Sejak malam itu, kita punya hubungan yang lebih dekat, lebih dari kata teman ataupun sahabat. Sungguh diluar dugaanku selama ini.
Dia selalu memberiku hal-hal yang sebelumnya tak pernah aku rasakan, dia selalu memberiku hal baru dan dia selalu memperhatikan hal-hal kecil tentangku. Dan yang paling kusuka ialah .. dia selalu mendengarkanku bercerita, tentang hal apapun itu.
Dia selalu bilang " janji untuk selalu berbagi cerita dan janji untuk saling percaya, ya? kamu tahu kan, kita ini terhalang oleh jarak? " i know right.
Satu hal lagi, dia pernah bilang " one thing, aku selalu menunggu semua cerita kamu, Renata Tamara. And believe me, someday we can holding hands in real life. " I wish. Everyday i wish that. Namun, kapan waktu itu terjadi?
Beberapa hari kemudian, temanku Kanaya Adlena datang menemuiku. Sebenarnya memang sudah direncanakan dari minggu-minggu lalu. Namun, karena kesibukan masing-masing hal itu yang menjadi penghambat waktu untuk kita bertemu.
" Re, lo yakin percaya sama virtual? " tanya Kanaya sembari mengemil camilan yang sudah ku sediakan.
" Why not, Nay? bukannya kita harus mencoba hal baru? " jawab ku di iringi tawa kecil mengarah pada satu boneka.
" Tapi lo tau resikonya kan? " tanya Kanaya yang langsung melirik boneka yang sudah lama ku perhatikan.
" Tau. Tenang aja, lo gausah khawatir tentang resiko. Resiko bakal gue tanggung sendiri " jawab ku yang tak berhenti memandang boneka tadi.
" Udah gausah diliatin mulu. Emang dari siapa sih bonekanya? " tanya Kanaya yang langsung menaruh toples keripik yang sebelumnya ia pegang.
" Agra Narendra. " jawab ku sembari tersenyum kearah Kanaya.
" Hm, pantes lo liatin terus. Eh btw, emang kapan dia ngasih ini buat lo? bukannya kalian virtual kan? " ejeknya sambil tertawa.
" Lo manusia dari jaman apasi? jaman mesir kuno aja bisa surat suratan lewat merpati, yakali di jaman teknologi yang canggih ini ga bisa ngirim boneka doang? " jawabku kesal dengan sedikit usil diawal kalimat. Bagaimana aku tak kesal? Kanaya selalu mengejekku tentang hubungan ku yang hanya sebatas virtual ini.
Selang beberapa detik, terdengar suara handphone berdering. Suara itu berasal dari handphone si pemilik rumah, Renata Tamara. Renata pun bergegas mengambil handphone yang ia simpan di meja tempat ia menaruh buku-bukunya. Setelah ia check siapa orang yang menelponnya tengah malem seperti itu, ternyata ia adalah
" Hallo? " ucap pria yang suaranya terdengar dari alat canggih tersebut.
" Iya, hallo? " sahutku pada pria yang menelponku itu.