Pagi hari yang mendung ini mengharuskan Bara bangun secara terpaksa.Jalanan terlihat basah, mungkin hujan saat ia tertidur. Nampaknya ia terlihat sangat nyaman. Bibirnya menguap, fakta bahwa ia masih sangat ingin berada dikasurnya.
Namun pekerjaannya masih harus tetap ia garap sekarang karena ia mengejar deadline. Meskipun wfh tapi bukan berarti jam kerjanya berantakan.
Bara bergegas mencuci muka dan gosok gigi lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi pahit kesukaannya. Setelahnya, laptopnya ia buka dan dinyalakan, tak lama kemudian email masuk dari rekan kerjanya.
"Ini si Seungmin.. aduh.. revisi banyak banget deh, lagian dapet client aneh banget"
Meskipun ia mengeluh tapi Bara tak pernah terlambat menyelesaikan pekerjaannya.
5 jam berlalu, Bara akhirnya menyelesaikan pekerjaanya sehari sebelum deadline. Melelahkan, batinnya.
Tangannya ia letakkan untuk menopang dagunya. Sorot matanya menatap langit yang perlahan mendung.
Tiba-tiba sekelibat bayangan Finnandra melintas diotaknya.
Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya.
"Ngapain anjir...."
Ia pun terkekeh kemudian membereskan meja kerjanya yang sedikit berantakan.
Sekarang sudah pukul 2 siang, ia lapar. Ia lelah dan malas untuk memasak.
Sekali lagi ia teringat akan Finnandra. Ia pun berjalan keluar rumah dan bergegas menuju rumah Finnandra.
TING TONG
TING TONG
Tak lama terdengar suara pintu yang terbuka. Menampilkan sosok Finnandra.
"Finn, ini gue Bara"
"Oh, hai, Bara.... Ada apa?"
"Eh... Kamu udah makan belum?"
"Belum sih, aku juga mau beli makanan"
"Makan bareng gue mau?"
Finnandra menganggukkan kepalanya dengan senyuman cerahnya meski langit mendung.
Setelah mengunci seluruh rumahnya, Finnandra memakai tongkat untuk membantunya berjalan.
"Gue boleh gandeng lo aja gak?"
"Gue jalannya... Lama ya? Maaf ya"
"Ehh??? Gak gitu, biar enak aja jalannya... Tapi gue gak modus deh Finn.. pure mau bantu lo aja"
Finnandra terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.
Bara dan Finnandra bergandengan tangan dari rumah Finnandra ke halte, hingga ke street food tempat mereka pertama kali bertemu.
"Kamu mau beli apa? Biar aku beliin"
"Aku pengen mochi isi kacang merah aja"
"Yang lain?"
"Itu aja dulu"
Bara beranjak membeli kue mochi yang diinginkan Finnandra.
"Lama ya? Aku sekalian belikan kamu minuman, tapi adanya air mineral sih"
"Gapapa, makasih ya Bar"
"Nih, pelan aja makannya.. kalo mau minum bilang aja ntar aku bantu bukain"
"Haha iya Bara..."
Mereka pun bersama menikmati makanan ditemani langit mendung dan hembusan angin yang menerpa tubuh mereka.
Bara melihat poni rambut Finnandra yang menyentuh matanya. Ia pun menyibakkan rambut itu.
"Kenapa Bar?"
"Rambutnya nutupin mata"
"Ah.. tapi aku kan ga bisa lihat Bara"
"Ya tetep aja sih, eh bibirmu kotor"
Dengan secepat kilat Bara mengambil tisu dan membersihkan sisa kue mochi dari bibir Finnandra. Perlahan wajah Finnandra memerah, ia tersipu.
"A-aku bisa sendiri Bara"
"Sorry, aku gak maksud..."
"Gapapa, makasih ya"
Saat mereka merasa canggung, tiba-tiba ada burung yang hinggap diatas kepala Finnandra. Tamgannya pun perlahan ingin menyentuh apa yang ada diatas rambutnya, sebab ia tak bisa melihatnya.
"Itu burung, Finn"
Burung itu seakan tau, dari rambut berpindah ke jemari Finnandra. Tangan satunya ia gunakan untuk meraba burung itu.
"Sepertinya kau cantik"
"Burung merpati putih, bulunya cantik, sepertimu"
"Maaf?"
"Aku ngelantur..."
"Andai aku bisa melihat ya... Aku penasaran seperti apa wajahmu, kalau merpati aku sudah tau"
"Kamu tau? Itu artinya kamu dulu bisa ngeliat??"
Bara sungguh dibuat penasaran oleh sosok manis disampingnya.
"Iya, dulu aku bisa melihat... Sebelum kecelakaan mobil yang terjadi padaku saat aku berumur 9 tahun"
"Ah... Sepertinya kamu ga perlu lanjutin ceritanya kalau ga nyaman"
Finnandra hanya menyunggingkan senyum manisnya.
"Sekarang aku berumur 22 tahun, aku sudah bisa merelakan"
"Kamu ga ada niatan untuk balikin penglihatanmu?"
"Soal itu, kakak udah dari dulu cari donor mata.. dari sukarelawan yang mau ngasih matanya ke aku, dia penderita kanker stadium 4"
"Ah... Aku paham"
"Ya... Itulah sebab aku tak menunggu selama ini.. aku jahat jika menunggunya, kamu paham kan Bara?"
Bara mengulurkan tangannya untuk mengusap punggung tangan Finnandra. Hati Finnandra menghangat seketika. Perlahan tangannya terulur untuk menyentuh wajah Bara.
Bak mahakarya, kulitnya sangat halus, bibirnya terasa tebal saat ia raba, hidungnya mancung, alisnya tebal, matanya tak terlalu besar. Itu semua yang dirasakan Finnandra saat meraba wajah Bara.
Seketika ia tersadar dan menjauhkan tangannya.
"Bara, maafkan aku"
"Gapapa, kamu penasaran sama aku ya kamu bisa deskripsikan rupaku seperti apa yang kamu rasakan"
"Aku tetep ga bisa bayangin mukamu kaya apa Bara.. hahaha"
"Kamu bisa semaumu menyentuh wajahku kok, aku ini tampan"
"Haha.. masa sih?"
"Nanti kamu jatuh cinta kalau lihat wajahku"
Finnandra masih terkekeh geli mendengar penuturan kata Bara.
Ia tak bisa melihat rupa Bara saja jantungnya terasa berdebar kencang, bagaimana jika ia sudah bisa melihatnya?
Ah, sudahlah.
Lagipula Finnandra tak akan menunggu pendonor matanya, karena itu artinya ia menunggu kematian sang pendonor. Ia sudah bisa menerima dirinya yang buta sejak 13 tahun yang lalu. Ia bahkan tak tau bagaimana rupanya sendiri.
Bara pun demikian.
Jauh dalam lubuk hatinya ia merasa nyaman didekat Finnandra. Sifatnya, sikapnya, tutur katanya. Finnandra adalah sosok sempurna dimata Bara.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABYRINTH ✧ Hyunlix [END]
FanfictionKisah cinta yang terukir secara tak sengaja antara Bara dan Finnandra. Cinta tak menuntut kesempurnaan, begitu kata Bara saat ia jatuh cinta kepada Finnandra. Disclaimer: •100% fiksi •fluff •bxb romance •idol hanya pemanis, akan memakai nama lain.