3. Doing Some Mission

118 4 0
                                    

Di saat pagi yang cerah seperti ini. Renjun dan kedua anaknya sudah berkumpul bersama di ruang makan. Saat ini, mereka tengah sarapan bersama, sebelum melakukan kegiatan mereka masing-masing. Jisung dan Chenle yang pergi ke sekolah, sementara dia yang pergi bekerja.

"Mommy sudah memberikan alat penerjemah untuk kalian berdua, untuk memudahkan kalian dalam berkomunikasi bersama teman kalian. Mommy juga sudah menambahkan kelas bahasa Indonesia khusus untuk kalian berdua, dan juga kursus bahasa Indonesia untuk kalian berdua. Supaya kalian bisa cepat berbahasa Indonesia." Jelas Renjun, begitu mereka telah menyelesaikan sarapannya.

"Banyak banget sih Mom." Protes Jisung, yang di setujui kakakmua.

"Oke, mommy akan memberikan keringanan untuk kalian. Kalian pilih yang mana, kursus atau pelajaran tambahan?" Tanya Renjun, memberikan anaknya sebuah pilihan.

"Pelajaran tambahan aja Mom." Pilih Jisung.

"Tapi guru tambahannya, teman kita ya mom. Jangan guru asli." Tambah Chenle.

"Kenapa?" Tanya Renjun, meminta alasan kepada anaknya, kenapa lebih memilih teman sebayanya.

"Lebih easy going aja mom. Kalo guru asli kan kayaknya terkesan kaku gitu. Kalo sama teman sebaya, kita lebih enjoy. Bahasanya juga biasanya sering di mengerti, gak terlalu baku." Jelas Jisung, membantu sang kakak.

"Baiklah kalau begitu. Mommy akan mendiskusikan ini kepada guru kalian. Guru mana yang cocok untuk kalian berdua." Jelas Renjun, yang menyetujui permintaan sang anak, dan paham akan alasan yang di berikan sang anak.

"Mom, kenapa mommy malah milih bekerja di perusahaan lain? Mommy-kan punya perusahaan sendiri." Tanya Jisung, yang merasakan adanya keanehan akan hal ini.

Iya! Tadi malam mereka sempat berkumpul bersama, seperti apa yang mereka lakukan setiap harinya. Meluangkan waktunya untuk Membahas hal apapun. Dan tadi malam ibunya bilang kalau misalkan dia akan bekerja di perusahaan biasa, padahal dia sendiri juga telah memiliki perusahaan sendiri di Indonesia, tepatnya di Jakarta. Tepat di mana mereka tinggal saat ini.

"Hanya ingin saja." Jawab Renjun, yang lebih berbohong kepada anaknya sendiri. Ia tidak bisa mengutarkan hal ini secara langsung kepada kedua anaknya. Bisa-bisa hancur rencana yang telah ia susun.

"Hanya ingin?" Tanya Jisung, yang menurut dia, jawaban ibunya saat ini tuh gak make sense, alias no sense.

Chenle langsung berdecak kesal, begitu mendengar ucapan adiknya ini. Membuat perhatian ibunya dan juga adiknya teralihkan menjadi menatap dirinya. "Kenapa, Le?" Tanya sang ibu.

Chenle langsung menatap adiknya, setelah menjawab pertanyaan ibunya dengan gelengan kepala. "Gini loh, Ji. Alasan kenapa mommy ingin bekerja di perusahaan biasa tuh, dia ingin merasakan pekerja kantoran biasa. Atau lebih tepatnya ingin merasakan hal susah. Atau dia ingin mencari pengalaman lainnya di tempat yang berbeda. Gitu aja harus di jelasin secara detail." Ujar Chenle, di iringi helaan nafas kasar.

Sementara Renjun hanya bisa terkekeh begitu mendengar ucapan anaknya. Sekaligus berterima kasih kepada anaknya, karena anaknya ini telah membantu dirinya. Pasalnya anak laki-lakinya ini tuh, tipikal orang yang gak nerima jawaban yang tidak masuk akal.

Sedangkan Jisung yang mendengarnya, ia hanya bisa menghela nafasnya pasrah. "Ya kan kali aja ada hal lain. Seperti sedang menjalankan misi rahasia." Ujar Jisung, yang sukses membuat Renjun terngungu di buatnya. Anaknya ini cenayang apa gimana? Kok bisa tau sih dia.

Dan Chenle yang mendengar itu pun langsung tertawa dengan sangat kencang. Membuat atensi ibunya, dan juga adiknya langsung teralihkan menjadi menatap dirinya. Sementara dia tidak peka dengan keadaan sekitar, ia memilih untuk menuntaskan tawanya.

"Lo kenapa sih, Le?!" Seru Jisung, yang sedikit kesal karena sang kakak, yang tidak ada niatan untuk menghentikan tawanya.

"Lagi lo ada-ada aja sih, Ji! Masa iya Mommy jalanin misi rahasia?! Emangnya Mommy lo masuk ke agen CIA?" Ujar Chenle, yang masih terkekeh akan ucapan aneh yang adiknya ucapkan.

Jisung langsung mengerucutkan mulutnya kesal. "Ya kan kali aja." Ketus Jisung, akan ledekkan yang kakaknya berikan.

Renjun yang melihat perdebatan kedua anaknya, ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Udah ya sayang, kalian jangan berdebat kayak gini ah. Daripada kalian berdebat kayak gini, lebih baik berangkat ke sekolah sana." Peringat Renjun, yang membuat kedua anaknya menoleh, menatap jam yang ada di dinding.

"Jam 6 lewat 15?!" Pekik Chenle, yang terkejut begitu dirinya melihat jam yang ada di ponselnya.

"Jisung! Ayo buru! Nanti telat!" Ujar Chenle yang langsung beranjak dari kursinya, dan pergi dari ruang makan, setelah pamitan dengan ibunya.

"Mom, aku berangkat dulu ya." Pamit Jisung sebelum pergi.

"Jagain Chenle ya, Ji." Peringat Renjun, kepada anaknya, untuk menjaga saudara perempuannya. Walaupun mereka berdua bukan saudara kandung, dan Chenle ini bukan anaknya Renjun? Tapi ia tidak pernah membedakan Jisung dan juga Chenle.
***

"Gara-gara lo nih!" Rutuk Chenle yang sangat kesal kepada adiknya, yang saat ini ada di sampingnya.

"Lah? Kok gara-gara gue?" Tanya balik Jisung, yang tidak tau di mana letak kesalahannya.

Sementara Chenle, ia langsung mendecak kesal, karena adiknya yang pura-pura tidak tau di mana letak kesalahannya. "Kalo lo gak banyak tanya sama Mommy? Kita gak bakalan telat kayak gini, dan berakhir di hukum kayak gini!" Seru Chenle.

"Ya... lo juga nyautin mulu daritadi." Balas Jisung yang tidak terima di salahkan.

Baru saja Chenle ingin membalas ucapan sang adik, suara seorang pria mengintrupsi dirinya. "Kok jadi pada ngobrol sendiri? Mau gantiin saya di depan?" Ujar sang ketua osis, yang sukses membuat Chenle bungkam di buatnya.

"Maaf kak." Seru Chenle, yang bisa sedikit bahasa Indonesia. Seperti makan, rumah makan, toilet, bab, bak, tolong, maaf, dan terima kasih. Serta kalimat penting sehari-hari.

"Jadi, kenapa kalian telat?" Tanya sang ketu osis.

Chenle yang tadinya menundukkan kepalanya, langsung mengangkat kepalanya, guna melihat seseorang yang bertanya kepadanya. Tapi begitu melihat sang ketua osis yang ada di hadapannya, keningnya langsung mengkerut. Ia sepertinya kenal sama pria yang ada di hadapannya ini.

Dan tanpa sadar, ia malah berseru. "Pria yang di mall!" Seruan yang ia lontarkan secara spontan, begitu melihat bahwa pria yang ada di hadapannya saat ini adalah pria yang ia lihat di mall kemarin, bersama seorang wanita yang berhasil mengambil stabilo miliknya.

Sementara Sungchan yang mendengar itu, ia langsung menautkan kedua alisnya. "Pria yang di mall?" Tanya Sungchan sekali lagi.

Chenle mengangguk antusias. "Iya! Kamu pria yang di mall kan? Kemarin kita bertemu di sana." Seru Chenle dengan bahasa Koreanya, yang sukses membuat pria yang di hadapanjya tambah bingung. Sedangkan adiknya sudah meringis, begitu mendengar dan melihat tingkahnya saat ini.

"Kalian anak baru?" Tanya Sungchan, yang langsung mengalihkan ucapan wanita random yang ada di hadapannya ini, dan kembali ke fokus obrolan mereka.

Dan lagi-lagi Chenle membalasnya dengan semangat. "Iya kak! Kita anak baru!" Ujar Chenle, ia sangat bersyukur kalau tadi malam ia belajar bahasa ini.

"Kalau begitu, kalian ikut saya ke ruang guru." Titah Sungchan, yang langsung di ikuti kedua anak baru ini.

NOT OVER 2 - MARKRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang