i : selamat pagi

391 50 8
                                    

Sekelebat silau mentari menggerakkan bola mata Sanya yang masih tertutup sempurna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekelebat silau mentari menggerakkan bola mata Sanya yang masih tertutup sempurna. Mengetuk pelan kelopak mata yang enggan terbuka. Mulai sadar, cewek dua puluh lima tahun itu bergerak gusar menggerayahi bagian bawah bantal, mencari ponsel yang secara default selalu ada di sana tiap pagi.

Tak segera merasakan benda kecil persegi panjang yang menjadi saksi hidupnya selama dua tahun ke belakang, cewek itu mulai panik. Dengan jantung cukup berdebar takut kesiangan menghadiri meeting awal minggu yang selalu diagendakan kepagian, Sanya mulai membuka mata sambil lekas bangun dari tidurnya, murni mengabaikan tekanan darahnya yang turun drastis tak bisa diajak bangun cepat begitu saja.

Entah ini sungguhan atau hanya efek kliyengan dari tekanan darah yang anjlok perlahan, Sanya justru dibuat makin panik dengan hadirnya seorang cowok yang tengah terduduk di sisi kasur di sebelahnya, sedang bersandar santai pada sandaran tempat tidur sambil membawa sebuah buku tebal. Cowok itu menoleh memperhatikan Sanya yang menjadi distraksi kegiatannya membaca.

Mata Sanya berkedip cepat tak memahami apa yang sedang terjadi. Ia pasti sedang berhalusinasi. Ia yang jomblo kronis tidak mungkin berada di ruangan--apalagi ranjang--yang sama dengan seorang laki-laki. Lagi pula, kenapa cinta pertamanya jaman SMP ada di sini?

"Wildanu?"

Si cowok malah balik bertanya, "Kamu lagi nyari apa?"

Butuh waktu yang cukup lama bagi Sanya untuk menyadari cowok di depannya bukan hanya halusinasi. Setelah pupilnya melebar maksimal, cewek itu berteriak kencang. Manusia di depannya bisa berbicara, ia nyata!

"Kamu ngapain?" sambil mengernyit, cowok yang punya paras mirip Wildanu--cowok kutu buku yang ditaksir Sanya zaman megalitikum ribuan tahun yang lalu--itu meletakkan bukunya asal sebagai respon teriakan Sanya, kemudian menyingkap selimut yang membungkus ekstremitas bawahnya sedari tadi untuk memudahkan tubuhnya mendekati Sanya yang sedang mengalami disosiasi.

Bukannya tenang, mata Sanya kian melotot mendapati cowok didepannya hanya mengenakan kolor sepertiga paha sebagai bawahan kaos putih miliknya. Mengekspos bagian-bagian tubuh yang tak seharusnya Sanya pandang.

"Bentar!" Sanya mengulurkan kedua tangannya, memberi tanda agar cowok didepannya tak bergerak lagi. Cowok itu menurut, diam mengikuti permohonan Sanya sang pemberi instruksi. Dalam diamnya, Sanya sedang berusaha mengingat potongan-potongan memori yang tiba-tiba muncul di kepala.

Lupakan tentang Wildanu, Sanya saja tidak mengerti ia sedang dimana saat ini. Sambil merutuki diri karena tak segera paham dari tadi, diperhatikannya set bedcover berwarna putih tanpa cela, kelambu blackout di dinding belakang si pria misterius, serta toilet dengan dinding hampir penuh dengan kaca. Televisi 55 inci di atas meja panjang yang menampung tas kerjanya juga ada di sini. Mata Sanya kembali melebar. Ini kamar hotelnya.

"Nya, kamu ngapain, sih?"

"Lo kenal gue?!"

Alis cowok itu berkerut, "Maksudnya? Kita kan udah kenal dari SMP."

"Hah?! Lo beneran Wildanu?!"

"Iya, lah. Siapa lagi?" ujar Wildanu melempar pertanyaan retorik. "Kamu nggak inget apa-apa, ya?"

Sanya refleks menggeleng. Tangannya kembali bergerak gusar menggaruk bagian-bagian tubuhnya yang gatal. Sampai saat ia menggaruk pahanya sendiri, cewek itu baru menyadari ia hanya mengenakan sehelai kemeja kebesaran sedari tadi.

Di detik itu Sanya tak peduli dengan pantatnya yang tiba-tiba ikut gatal. Meeting pagi yang sejak awal ia lupakan sudah jatuh ke palung laut, tidak penting lagi. Prioritasnya saat ini hanya satu: memastikan celana dalam dan branya masih ada di tempat yang seharusnya.

Dan dengan sekali tarikan pada kerah kemeja kedodoran yang dipakainya, Sanya menunduk, mengintip bagian tubuhnya. Congrats, bra dan celana dalamnya tidak ada di sana.

Mampus.

Sepertinya Sanya sudah gila.

.

.

.

.

.

E P I L O G

Wildanu sudah bangun pada dering pertama alarm ponsel milik Sanya menyala sambil melawan pening di kepala sisa mabuk semalam. Sambil memegangi kepalanya, Wildanu berusaha meraih ponsel yang terselip di bawah bantal kepala cewek yang tengah tertidur pulas memunggunginya.

Sambil bertanya-tanya mengapa cewe itu menyalakan alarm di hari Minggu pagi, netra Wildanu justru terfokus dengan punggung Sanya yang terekspos ditemani helaian demi helaian surai yang kemarin puas ia belai. Menjadi salah tingkah sendiri karena otaknya tiba-tiba dihujani oleh memori malam tadi, Wildanu buru-buru mengenakan celana pendek serta kaos putih yang tergeletak asal di lantai. Kemudian ia meraih pula kemeja yang dikenakannya kemarin malam untuk dipakaikan pada tubuh Sanya. 

Untungnya, cewek itu tidak terbangun barang sedetikpun.

Sambil menunggu Sanya sadar dengan sendirinya, Wildanu memilih untuk membaca sebagai pengisi waktu luang. Tak lupa memberi kecupan singkat pada mata cantik yang sedang terlelap.

.

.

.

.

.

Halo teman-teman, ini Dan. Kali ini aku mau membawakan sebuah cerita cinta chaptered yang sama sekali gak berat dan hanya ditulis dengan hati gembira haha. Mungkin nanti akan ada beberapa adegan yang tidak diperkenankan untuk anak-anak di bawah umur, jadi untuk carat-once yang masih bayi, kita ketemu lagi di cerita lain dulu ya :) 

[ww/sn] remah pelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang