iii : gosip sekantor

299 42 9
                                    

"Ini perasaan gue doang apa orang-orang emang pada ngeliatin gue, ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini perasaan gue doang apa orang-orang emang pada ngeliatin gue, ya?"

Sanya baru saja menapakkan kaki di aula tempat meeting siang itu saat ia memutuskan mencolek lengan Jihan di sebelahnya. Tangannya sedang bergerak menggeser sebuah kursi kosong di tengah kawannya dari satu grup ketika matanya berkali-kali bersirobok dengan puluhan mata dari grup lain yang duduk mengelompok di meja yang berbeda.

Untuk projek yang cukup spesial ini, divisi produk memang harus rela meluangkan akhir minggu mereka untuk acara yang sudah lama ditunda. Oleh karena itu, di Minggu pagi yang cerah ini mereka harus berkumpul bersama untuk membahas projek dengan iming-iming libur di hari Senin esok.

"Emang iya?" Jihan merespon tak terlalu peduli sambil melongok ke belakang masih mengunyah chiki. Kebetulan grup mereka memang duduk di meja paling depan pada pertemuan kali ini. "Astaga, Sanya! Ya iya, lah!" Jihan tiba-tiba berjengit sembari memberikan sebuah pukulan pada bahu Sanya kala mengingat sesuatu.

"Aw! Sakit, Jihan Fahira!"

"Lebih sakit lo!" Jihan memekik berlebihan kemudian menarik Sanya bersama kursinya mendekat. "Lo inget nggak kemaren ciuman sama siapa?" tanya cewek itu sambil berbisik di telinga Sanya.

"Hah, kok lo tau?" Mata Sanya melirik Jihan dari sudut mata, bercakap tanpa suara hanya dengan gerakan bibir saja, merasa terpojok bak dosanya ketahuan. Ia kira kejadian malam itu hanya rahasia antara dirinya dan Wildanu saja.

"Tau apa?" Jihan ikut-ikutan berbicara tanpa suara.

"Kalau kemaren malem gue ciuman?"

"Otak lo dipake!" Jihan menoyor kepala Sanya, kali ini mengembalikan volume suaranya tak lagi berbisik. "Lo sama Wildanu ciuman di depan semua orang kantor, Gila! Cuma orang-orang yang lagi berak aja yang nggak tau."

Mulut Sanya menganga lebar, baru menyadari kebodohannya. Ia terlalu terpaku dengan siapa dia bercumbu sehingga lupa dimana ia melakukannya. Berkali-kali cewek itu memukuli kepalanya sendiri pelan, mengabaikan Jihan yang masih saja membahas detil ciumannya dengan Wildanu dan reaksi orang-orang di sekitar. Ia hanya bisa berharap tak ada tangan iseng yang mengabadikan momen paling membagongkan semasa hidup Sanya itu.

"Yang lo cium kemaren itu Wildanu ya, anjir, cem-ceman hampir seluruh cewek kantor. Gimana nggak langsung pada heboh? Ya minimal lo jadi bahan gosip orang kantor setahun, lah."

"Bentar-bentar," Alis Sanya berkerut, "lo kenal Wildanu?"

"Duh, mana ada yang nggak kenal Wildanu? Cakep gitu."

"Kok gue tahu dia sedivisi sama kita baru kemaren, ya?"

"Emang si Wildanu baru masuk minggu kemaren. Lo sih, diajakin ngegosip ama Kak Nayla gak mau. Malah sibuk ngurusin Pak Ginanjar."

"Elu temen laknat!" Sanya gantian menoyor kepala Jihan. "Karena lo ama Kak Nayla keliatan males banget sama Pak Ginanjar, dia jadi minta tolong apa-apa ke gue, anjir!" protes Sanya sambil curhat. Sejak awal bulan ini grupnya memang kedatangan orang tidak diinginkan, bahasa kasarnya buangan dari kantor cabang. Pak Ginanjar yang dulunya merupakan seorang branch manager agaknya sulit beradaptasi dengan kerjaan kantor pusat yang jauh berbeda dengan job desk-nya dulu. Walaupun diberi tugas sebagai team leader pada project kali ini, sejujurnya hanya bawahannya, Nayla, Jihan, dan Sanya yang kerja keras bagai kuda. Pak Ginanjar seringnya hanya minta enaknya, menyuruh salah satu dari mereka untuk selalu menjelaskan hal-hal yang harus ia presentasikan kepada direktur. Ketika Nayla dan Jihan blak-blakan tampak lepas tangan karena tak mau menanggung beban tambahan, alhasil Sanya yang terlalu banyak merasa tak enakan yang harus rela menjadi korban.

[ww/sn] remah pelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang