iv : bertemu lagi

368 44 12
                                    

"Hei

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei."

Suara berat milik Wildanu menggema di liang telinga Sanya, menulikan telinga sementara dari riuh siul kawan-kawannya yang lain. Cowok itu tampak tak peduli dengan atensi mayoritas orang yang ada di sana, masih tetap memandang lurus di netra Sanya begitu ia berdiri di depan mata sebelum tos dengan Mahesa yang baru saja memanggilnya untuk ikut bergabung.

"Hei..."

Sanya balas menyapa dengan kata yang sama, tapi entah mengapa bulu kuduknya dibuat merinding seketika. Aneh, bagaimana tatapan bak laser itu bisa dengan mudah membuatnya kikuk dan merasa dikuliti. Juga aneh, bagaimana sudut bibir yang sedikit terangkat itu bisa dengan mudah membuat Sanya mengingat memori kemarin malam sekali lagi.

Hmm... gerah.

Tensi seksual di antara mereka terlalu tinggi bahkan hanya dengan berdiri berhadapan dan saling menatap satu sama lain. Sanya yakin, bukan hanya ia yang merasa begitu. Dari bahasa tubuhnya, Wildanu harusnya juga merasa hal yang sama.

"Aduh, kalo didiemin bakal make out depan orang-orang lagi ini," ujar Mahesa tiba-tiba menengahi.

Wildanu dan Sanya menoleh di detik yang sama. Memberikan tatapan serupa perintah untuk diam khusus bagi kawan mereka yang gemar sekali bersuara. Yang ditatap hanya meringis sambil berbisik 'peace', tak begitu mengindahkan protes pasif itu.

"Waduh, panas," bahkan Pak Jordan yang sedang lewat iseng ikut-ikutan berkomentar, sengaja mengipas-ngipaskan piring yang dibawanya sebelum akhirnya meninggalkan mereka semua pergi dengan piring penuh ayam itu.

Di sebelah Sanya, Nayla tampak terkikik geli, apalagi setelah memandang Sanya yang raut mukanya sudah tak lagi terkontrol, mengundang hampir seluruh mata tertuju pada Sanya dan Wildanu. Lagi-lagi mereka jadi sorotan. Sanya hanya bisa menghembuskan napas panjang, tak menyangka ciumannya dengan Wildanu malam itu akan mengubahnya menjadi bintang.

"Apa siiih?" Cewek itu berkilah salah tingkah begitu menyadari hampir semua pasang mata sedang menatap dirinya. Ditatapnya seluruh kawan-kawannya yang sedang terkikik geli, kemudian pada Wildanu yang mukanya masih begitu-begitu saja.

"Tapi sumpah ya, gue setuju. Kalian tatapan doang aja udah kaya lagi make out," Jihan ikut menimpali.

"Enggak!" Sanya memekik sok galak, dengan volume suara tertahan supaya tak semakin menjadi tontonan. "Udah ah bye, gue mau ambil makanan yang lain!" Katanya sambil buru-buru melahap mochi terakhir di tangan dan meninggalkan kawan-kawannya yang cekikikan.

"Lah, katanya mau makan mochi doang lu Kak?"

Seruan Danar tidak Sanya indahkan. Ditinggalkannya kawan-kawan laknat itu pergi, juga Wildanu yang sepertinya termenung sendiri. Sanya tak bisa lama-lama di sana, kalau tak mau gila karena kembali dipaksa untuk mengingat semuanya.

Seperti layaknya cewek normal pada umumnya, Sanya juga bisa merasa. Sentuhan Wildanu yang bahkan masih Sanya ingat bagaimana rasanya tak bisa dipadu dengan godaan orang-orang yang ingin mereka bersatu, kalau Sanya tak mau hatinya luluh untuk pemuda yang satu itu. Masalahnya tanpa digoda kawan-kawannya pun rasa suka mulai tumbuh di hati Sanya, tapi apakah cowok itu memiliki pikiran serupa? Dilihat dari perangainya yang tampak tak terbebani oleh apapun, Sanya rasa dirinya cuma cinta satu malam bagi cowok itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[ww/sn] remah pelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang