lima belas

86 12 0
                                    

» penuh halusinasi.

   Pagi buta, Senju terbangun dengan nafas terengah-engah. Seperti habis bermimpi dan diburu, berlari-lari, berusaha menghilang dari hadapan sosok jahat mimpinya.

Tapi itu bukan jawaban tepatnya.

Ialah Akashi yang baru saja berbicara dengannya secara langsung, memasuki dunia mimpi dan membuat mereka menjadi berhadapan. Walau tak jelas, sosok samar Akashi dilihatnya. Roh itu, benar-benar berwujud manusia keturunannya. Rambut putih legam, matanya dipenuhi dengan bulu bulu putih indah, matanya yang sayu, tak tersenyum tetapi menunjukkan lengkungan bibir dengan kesopanan tinggi sebagai alih tunjuk bahwa ia sosok anggun dan tinggi.
Akashi mirip dengannya.

Hanya saja laki-laki.

Katanya, "Aku Akashi. Senang bisa muncul dan bertemu denganmu, Senju. Tidak perlu membalas, dalam mimpi hanya akan menjadi mimpi. Aku akan membahas satu hal, aku akan pergi setelah berhasil melakukan 'itu'. Pinjami lebih lama lagi, bisakah? Angguk dan geleng, pilih satu."

Senju mengangguk pelan. Lagipula, apa yang salah dengan meminjamkan tubuhnya pada Akashi (untuk terakhir?) Akashi sudah lama bernaung dalam hidupnya, ikut bertumbuh sebagaimana Senju bertumbuh.

   Akashi seketika tersenyum megah, Senju terpana. Kenapa, kenapa senyuman itu sangat indah? Bahkan membuat Senju gemetar melihatnya. Senju selangkah mundur ke belakang, latar mimpinya gelap gulita dan Akashi menjadi sorotnya, aneh tapi, Senju merasa jika ia mundur lagi ada lembah jurang yang siap melahapnya.

Sekali lagi, Akashi: "Aku berterimakasih sebanyak mungkin, tak keberatan sekali engkau meminjamkan ragamu. Senju, tahukah kamu, aku itu bisa saja membuatmu mati setelah selesai dengan urusanku." Akashi tertawa kecil tetap saja terdengar Senju dengan jelas. Tak lama suara tawa Akashi semakin jelas, telinganya gatal dan perih, seperti suara pekikan kematian.

Senju mencoba mengurangi suara bising itu dengan menutupi kedua telinganya. Nafasnya membara, udara menipis, Senju merasa neraka berada di depannya, lalu terbangun.

   Mengelus bulir keringatnya, Senju menatap AC yang terpasang di dinding kamar sebelah baratnya. Mengipas-ipas wajahnya dengan tangannya, jelas terpampang derajat rendah celcius dari mesin itu, tetap tidak mengurangi keringat dinginnya itu.

Menoleh pada jam dinding, pukul 05.05

***

"Beneran mau sekolah?"

    Pertanyaan dari Sanzu terlempar untuk Senju.
Gadis itu mulai dapat merespon perkataannya. Ia menatap wajah Sanzu dengan tatapan datar, tidak membalas lalu menaiki kendaraan milik Sanzu.
Tetap saja Akashi masih di sisinya, gadis itu mengangguk kecil. Sanzu yang meliriknya dari kaca spion ikut mengangguk kecil, segera saja ia melajukan kendaraan motornya.

Tak ada percakapan apapun dari kedua belah pihak, seakan asing yang sebenarnya.

Lajuan telah berhenti, telah sampai di depan gerbang sekolah swasta itu. Sekarang ini pukul 06.05, pantas jika lalu lalang sekitar masih sepi dan beberapa menatap Sanzu dengan luka indah di daerah matanya itu.
"Sana masuk. "

Senju turun, sedikit mengejutkan Sanzu ketika ia bertanya hal yang cukup berani.
"Kalo Wakasa ada di sekolah ini, atau setelah ini gue bakal ketemu dia, di depan mata gue sendiri.. boleh gue hajar, Zu? "

Sanzu tidak perduli dan hanya mengangguk.

Tertegun, namun hanya bisa menunduk, tak lama Senju pamit.
   Tak jauh dari sana, ada Mikey yang menatap mereka terang-terangan. Senju mengalihkan pandangannya, tak mau melihat wajah khawatir Mikey atau wajah segan Mikey. Sementara ia takut.

Sanzu yang melihat Mikey mendekatinya, menyapanya dengan lambain tangan. Setelah sampai di dekatnya, Sanzu menitipkan Senju pada lelaki itu. Tentu lelaki itu akan mengiyakannya tanpa alasan apapun, segera ia berusaha mengejar gadis yang menghindari dirinya.

Mikey memang masih terpikirkan tentang kondisi Senju, tetapi ia berusaha untuk tidak memperdulikannya sebagaimana ia seharusnya. Ia bukan orang yang sudah mengenal Senju selama Sanzu, ia hanya perlu percaya pada Senju. Selama gadis itu belum membuka dirinya, ia tidak boleh memaksakan terlalu dalam. Bahkan, jika memang betul Senju 'rusak' itu, Mikey akan membantunya sekuat yang ia bisa.
Mikey telah berkonsultasi kepada kakeknya, tentang memahami perasaan seorang perempuan.
Yang mana sabar adalah nomor satu, kedua setia. Mikey tersenyum hangat selama perjalanan, membayangkan Senju mulai lunak padanya setelah ini.

   Terlambat.

Senju berpapasan dengan Kepala Sekolah bersama dengan lelaki kemarin yang tak lain adalah Wakasa. Lelaki berbadan gemuk dengan kumis tipis panjangnya tertawa, entah untuk apa, ia menepuk pundak kokoh Wakasa. Sembari menatap Senju dan Wakasa berganti, ia berkata, "Nak Senju! Lihat siapa yang datang mengunjungi kamu sepagi buta ini?" Ia tertawa lagi.

Babi bodoh, jelas sekarang menjelang siang.

Tak ada respon dari Senju, gadis itu bahkan enggan melirik Wakasa, membuat lelaki tinggi kurus itu tersenyum kikuk.
Tawa kepala sekolah semakin keras, bahkan lorong koridor mulai ramai berkat suara babinya itu. Lagi, "Hahaha! Seperti biasa, tidak berubah. Selalu ingin bertemu dan berdua, lengket sekali hingga sekarang. Bagus! Hubungan yang sangat sehat. "

Tak tahan dan sedikit geram dengan kalimat akhir, Senju menggertak. "Kepala sekolah terhormat, bapak, saya tahu saya hanya murid dan beliau samping bapak adalah tamu sekolah. Saya rasa, saya tidak memiliki keperluan untuk menemui tamu bapak dan sekolah."

Babi besar di depan Senju hanya bisa terdiam, tampak heran, dan mengernyit.

Wakasa ikut menimbrung, "Nju, gak sopan." Katanya.

   Iwh. "Sok suci."
Tak ada yang sadar dengan kepalan panas Senju sejak tadi, setelahnya kepalan panas dan kuat itu terlepas dari gadis itu cepat. Wakasa tersungkur di bawah sana, Senju memandangnya rendah, sama seperti kemarin hari. Ia akan membabak belur Wakasa hari ini, persidangan dadakan Wakasa.

Dua, tiga, hingga lima.

Terhenti pada tinju kelima, berkat Mikey yang menyusulnya dan menarik lengan jemari Senju dan menggenggamnya erat.

Wakasa sedikit habis, tak lama lelaki itu tak sadarkan diri dengan luka lebam di bagian mata. Penonton bayaran dan Kepala Sekolah hanya terdiam, tidak ada respon apapun yang keluar dari suara lelaki besar itu. Setelah Senju melihat ada Mikey disisinya, gadis itu segera sadar dan berdiri.

   Lalu,

"Apa-apaan kamu, Senju? Saya membawa Wakasa baik-baik untuk mengunjungi kamu! Lihat, sikap kamu! Sangat kurang ajar."
Jeda, "Ikut, keruangan saya! Tn. Muda Akashi akan saya panggil untuk membimbing adik kurang sopannya."

***
Thank u 4 waiting :)

𝐭𝐡𝐞 "𝟑𝟔𝟓 𝐝𝐚𝐲𝐬" | Mikey SanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang