Pelatih Kece vs Pemulung

1K 3 0
                                    

Apakah di dunia ini ada orang yang tidak merasakan masa-masa bersekolah? Jika ada, Junot termasuk salah satunya. Usianya yang hampir menempuh 30-an memang tak lagi muda, tapi jiwanya masih membara untuk melihat kehidupan para siswa siswi di sebuah sekolah swasta yang terkenal akan kemegahannya. "Siapa itu?" Selalu memantau dari luar, di bagian tertentu untuk menghindari sekuriti yang jika ketahuan langsung mengusirnya, ia kebingungan ada guru baru yang melatih pelajaran penjaskes pada pagi hari itu.

"Kok beda banget dari guru yang lainnya?" Jiwanya yang penasaran akan rasanya bersekolah adalah pemicu utamanya untuk dirinya terus memperhatikan kegiatan siswa siswi di SMK Jakarta High School setiap harinya, meski hanya dari luar saja.

"Perkenalkan nama saya Alejandro Bucarezh Valencio, saya guru baru yang akan membimbing kalian selama beberapa bulan kedepan." Suaranya samar di dengar oleh Junot, namun sekilas dirinya tahu jika guru baru tersebut enggan dipanggil bapak karena usianya masih muda dan berasal dari 3 negara sekaligus. Italia, Rumania dan juga Spanyol. "Orang bule anjir, pantes aja tinggi, putih, kekar...wuihh...jadi pengen punya guru olahraga yang kaya begitu daah." Ia meracau sendiri dengan mata yang tak berpaling sedetikpun dari arena lapangan sekolah itu. "Di hari pertama saya mengajar, saya ingin kita saling berkenalan terlebih dahulu untuk mendekatkan diri agar sistem pembelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar," suaranya terdengar berat, semakin menambah aura kejantanan yang sudah ditampilkan oleh badan binaraganya yang tak over tersebut

Dengan mengenakan singlet hitam yang begitu ketat di bagian dada bidangnya, dipadukan bersama celana training pendek super sempit yang membuat sepasang paha dan area bokongnya tercetak jelas, siapa yang tidak bergairah melihat penampilannya di tengah terik mentari yang membuat badannya berkeringat eksotis tersebut?  "Kaya pemaen porno anjir, wah wah bahaya nih kalo tuh guru kelamaan ngajar di sekolah ini, yang ada murid-murid ceweknya minta dientot tiap hari," Junot sebagai sesama pria merasa iri dengan apa yang dimiliki oleh Alejandro, di tengah panasnya siang ini dirinya pun langsung mencari cara agar bisa menyingkirkan guru ganteng tersebut supaya tidak lagi dapat mengajar.

"Ayo kita pemanasan dulu dengan berkeliling keluar sekolah, tetap sesuai barisan dan saya bakal memantau dari belakang. Ayo, dimulai dari sekarang." Alejandro meniup peluit putihnya, rambutnya gondrong sehingga sangat cocok ketika dikuncir kuda layaknya sekarang ini. Dengan langkah tegap dirinya mengikuti barisan para muridnya dari arah belakang, dengan santai tanpa sadar ada bahaya yang mengintai. "Waduh." Ketika memasuki area kumuh yang tidak sehat, sepatu Adidas putih miliknya tak sengaja menginjak kotoran anjing. "Sialan, mana mahal lagi, banyak banget astagaaa..." Alejandro menggerutu pelan yang perlahan ketinggalan jejak oleh para muridnya. Ia lebih mementingkan sepasang sepatunya yang harganya mencapai puluhan juta.

"Hemp. Bau~~~" Ia menutup hidung mancungnya tatkala melepas sepatu untuk melihat bahwa bagian alas Adidas-nya penuh oleh luberan tai seekor anjing. "Masa iya jalan ga pake sepatu? Baru juga hari pertama, udah kena apes aja." Alejandro melirik ke sekitar, pasalnya sekarang dirinya berada di hunian orang miskin dimana para preman dan begal menetap disitu. Dinding penuh coretan, selokan yang menggenang luber berair hitam , sampah yang berserakan di tengah jalan, hingga puntung rokok dan sisa makanan yang membuat bau di kawasan ini sangat busuk.

"Abang nyari apa? Barangkali saya bisa menawarkan bantuan??" Datanglah Junot dengan karung goni berisi tumpukan berbagai sampah dari pasar yang ada di dekat sini, ia sengaja mendatangi guru olahraga tersebut untuk menyingkirkannya sesegera mungkin. "Ehm.. begini, Bang. Sepatu saya kena kotoran hewan, dan saya ga mungkin jalan kaki tidak pakai sepatu, Abang ada sebotol air biar saya bisa cuci sepatu ini." jawabnya penuh etika, dirinya bukanlah orang rasis yang benci dihadapkan pada orang hitam, penampilan gembel dan bau badan seperti Junot ini. "Ada, tapi di rumah saya, Abang kalau mau mampir, sekalian istirahat." Cukup lama Alejandro menerima ajakan dari pemulung yang baru dikenalnya, akhirnya ia mengikuti Junot dimana hidup normalnya akan berakhir mulai dari sini.

"Ini rumah saya bang, maaf ya jelek, mari masuk bang, saya cuciin sepatu Abang." Junot masuk lebih dulu dengan membuka pintu yang penuh coretan, rumahnya lebih tepat jika disebut kos-kosan tak layak huni. Dengan dinding bolong penuh debu, lantai yang terkelupas dengan tanah dimana-mana, belum lagi sampah plastik dan pakaian kotor yang menumpuk di setiap sudut ruangan. "Sini saya cuci sepatu Abang. Gapap santai aja," Alejandro merasa tidak enak, "Maaf ya Bang saya jadi repotin Abang begini." Senyumnya canggung tatkala duduk di sofa penuh tambalan lakban warna warni.

"Gapapa, sekarang Abang tutup mata Abang kalau mau sepatunya bersih." Meski aneh, Alejandro akhirnya mengiyakan dengan menutup sepasang matanya yang berbulu lentik indah tersebut. "Satu...Dua... Tiga..empat..Lima...sekarang langsung buka!!!" Nada Junot menghentak mendadak, membuat sang guru penjaskes kaget terlebih ketika alas separu Adidas-nya berada tepat di depan mukanya. "Pantes bau, bang. Maksudnya a--apa ya? Kok saya dipinta tutup mata tapi pas dibuka sepatu saya masih kotor? Ini gimana ya, bang??" Alejandro mulai merasa kebingungan.

"Memangnya gua tukang sulap, kalo elu ga bersihin ya mana bisa sepatu lu bakal bersih. Mikir dong jadi guru, otaknya dipake!!!" Seorang pemulung dengan badan jauh dari kata proporsional yang hitam penuh daki dan keringat berani berbicara seperti itu di hadapan seorang atlet tampan. "Maksudnya? Kan abang bilang ada air, katanya sepatu saya mau dibersihin, kenapa sekarang jadi berubah, bang??" Junot geleng-geleng kepala sambil menarik kursi reyot agar bisa duduk saling berhadapan dengan mangsanya itu. "Heh, lu bersihin ga pake Aer, disini mahal, bersihin sepatu lu pake lidah lu yang cuma bisa ngegombal lonte-lonte doang. Jilatin lah!!"

Tatapan ramah Alejandro langsung berubah menjadi tajam, dirinya hendak berdiri namun wajah tampannya yang digandrungi banyak wanita itu malah ditempel sepasang sepatunya yang berlumuran tai. "Wahahaha...kan udah gua bilang, bersihin sepatu lu yang kena Tae anjing, sebelum muka lu sendiri yang kena TAEEEE...hahahaha..." Ia senang melihat guru olahraga tersebut tampak syok dan melemah saat mukanya yang putih bersih menjadi belepotan tai anjing kecoklatan kental. "Jangan nangis, mending bersihin muka lu sebelum tainya ga bisa lepas alias menyatu sama kulit muka lu. Hahaha." Junot melempar sepatu Adidas milik Alejandro secara sembarang, ia lalu membuka kaos kutang yang penuh tanah dan keringat asamnya itu langsung di hadapan pria bule tersebut.

"Holy Shiiiit!!! Fuuuuckkk!! What are you do--" Belum kelar mengutarakan kemarahannya, Alejandro sudah mendapat bekapan dari kaos kutang si pemulung yang gak pernah dicuci. "Emmpppphhh~~~" mukanya kesulitan bernapas, meski sedikit lega saat luberan tai anjing yang ada di wajahnya dielap oleh baju Junot dengan bau ketek yang menyengat.

Mahasiswa vs Pemulung (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang