❝(Name), kau mungkin tidak kuat, tetapi kau pemberani.❞
━━━━━━
"Oi, kau! Cepat belikan aku roti yakisoba sebagai gantinya!" titah seorang figuran preman sekolah, menunjuk gadis berambut (hair colour) di hadapannya.Seruan itu sukses membuat suasana kantin terasa tidak enak. Beberapa murid tetap berani duduk diam dan makan sambil menonton, tetapi sebagian besar memilih ngacir ke kelas.
Sementara itu, ada dua insan yang baru saja datang. Keduanya memasang raut wajah yang berbeda melihat preman sekolah tengah berhadapan dengan seorang gadis yang mereka kenal betul.
Yap, gadis itu adalah (Name).
"Iwa-chan, bukankah kita harus membantu (Name)-chan?" tanya Oikawa--sahabat, tetapi juga bisa disebut rival Iwaizumi.
Namun, dengan santainya Iwaizumi menghampiri tempat duduk terdekat, dan duduk di sana. "Tidak perlu. (Name) bisa mengurusnya sendiri. Yang ada kalau kita ikut campur malah tambah repot," balasnya kelewat cuek.
"Heee?! Kau jahat sekali, Iwa-chan!" pekik Oikawa.
Perempatan imajiner muncul di dahi Iwaizumi. "Berisik, Sampahkawa! Diam, dan lihatlah bagaimana (Name) mengurus preman itu!"
"Kenapa diam saja?! Cepat belikan kataku!" Preman sekolah itu kembali berseru, membuat pertengkaran kedua maniak voli itu terhenti.
Alih-alih menuruti kata sang preman sekolah, (Name) mengangkat dagunya, menatap preman itu dengan tatapan merendahkan. "Aku menjatuhkan sushi milikmu, tetapi kau malah minta roti yakisoba sebagai gantinya? Urat malumu sudah putus, ya?" tanya (Name) dengan dingin.
Preman sekolah itu terlihat makin jengkel, tinjunya sudah terkepal erat. "Kau mau kuhajar?!" sentaknya keras, berhasil membuat murid-murid yang tersisa di kantin merinding, kecuali Iwaizumi tentunya.
"Hiiiy! Iwa-chan, kau serius tidak mau membantu (Name)-chan?" Oikawa bergidik ngeri melihat wajah garang preman sekolah itu.
Iwaizumi tidak menjawab, sibuk memperhatikan 'tontonan gratis' itu.
"Hajar saja. Kalau perlu sampai aku masuk rumah sakit," tutur (Name) tenang, "Karena kalau sudah begitu, kau yang akan kena masalah, tahu?" (Name) tersenyum miring.
Kali ini, perkataan (Name) sukses membuat preman itu merinding, apalagi saat ia tak sengaja melirik ke arah tempat duduk Iwaizumi.
Wakil ketua klub voli itu jelas-jelas tengah menatapnya dengan tatapan membunuh.
Preman sekolah itu memilih membunuh harga dirinya, ia membungkuk. "M-maaf! Kau tidak perlu mengganti sushiku! Tidak perlu sama sekali! Ta-tadi ..., aku memang tidak hati-hati!" Ia memohon dengan keringat dingin yang bercucuran.
(Name) mengibas-ngibaskan tangannya. "Bukan masalah, kok. Angkat kepalamu, kau terlalu berlebihan."
"B-baik!" Dengan sekejap, preman itu kembali berdiri tegap, seakan jika tidak menuruti (Name), nyawalah taruhannya.
"Maafkan aku juga karena menghalangi jalan," ujar (Name), "Tapi kuharap kau tahu diri untuk tidak bergerak dengan rusuh lagi dengan badan besarmu itu." Telunjuk (Name) mengarah ke arah badan tinggi nan besar preman sekolah.
"Ngomong-ngomong, bagaimanapun aku ini senpai-mu, sopanlah sedikit. Bukannya mau senioritas, tetapi kau harus belajar menghormati yang lebih tua."
"Baik!" Preman itu mengangguk patuh, seakan (Name) adalah seorang bijak yang memberikan petuah soal masalah kehidupan.
Para murid yang masih tersisa di kantin hanya dapat melongo tak percaya. Akhirnya, setelah membuat masalah berkali-kali di tahun pertamanya, preman itu takluk di hadapan seorang gadis biasa yang bahkan tidak dikenali.
Oikawa pun melongo tak percaya, sampai-sampai lupa caranya menutup mulut. Sementara Iwaizumi yang duduk di sebelahnya memasang wajah bangga.
"Ha! Itulah (Name) sepupuku!" ucap Iwaizumi dengan penuh kebanggaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗢𝗨𝗦𝗜𝗡
FanfictionSepupu rasa saudara kembar. Inilah hari-hari Hajime dan (Name) yang penuh kerandoman! • "Mau ke mana?" "Jalan-jalan sebentar. Cari angin." "Oh." "Sekalian menengok Oikawa-san." "Jangan berangkat dulu! Aku akan ikut!" "...." "Hehe .... Hajime gampan...