Bab 67 Hati Yang Ikhlas

487 17 2
                                    

Semua orang yang berada di sini terlihat berbahagia. Senyum-senyum kecil menghiasi wajah mereka, dan senda gurau pun menyelingi perbincangan di antara mereka.

Sedangkan aku dan Mas Bayu yang menjadi topik pembicaraan mereka, sedikit ada rasa malu dan salah tingkah. Kadang Mas Bayu terlihat mencuri-curi pandang melirikku, dan kemudian mengalihkan lagi pandangannya ke arah yang lain. Aku pun sama halnya dengan Mas Bayu, terkadang mencuri kesempatan melirik sekilas ke arah Mas Bayu. Dan alangkah malunya saat tatapanku tertangkap basah oleh mata Mas Bayu. Kami sama-sama beradu pandang, yang menyebabkan kami berlaku salah tingkah.

Ibuku, Ibu Diana, dan Kakek Brata rupanya menyadari akan kegugupan di antara kami. Mereka rupanya ingin memberikan kesempatan kepada kami agar bisa leluasa berbincang berdua saja.

"Tiara, Ibu mau ajak Bilar ke kamar dulu. Kasihan rupanya dia ingin beristirahat." Ibu mulai beranjak dari tempat duduknya dengan tangannya yang menggendong tubuh Bilar.

"Iya, Nak, Ibu juga sama ingin beristirahat," ucap Ibu Diana yang tertuju ke arah Mas Bayu.

"Ya, kalian berbincang-bincanglah berdua! Kami semua akan masuk ke dalam rumah dulu," goda Kakek Brata yang mengedipkan matanya ke arah aku dan Mas Bayu.

Aku dan Mas Bayu sama-sama kikuk. Rasa malu, gugup dan grogi menyerang hati kami saat ini.

"I-iya, Kek," jawab Mas Bayu, dengan raut wajah yang memerah, demi menahan rasa malu yang sangat amat luar biasanya.

Mereka semua pun beranjak dan mulai melangkah meninggalkan kami berdua.

Sepeninggal mereka, aku dan Mas Bayu hanya terdiam saja tanpa mengeluarkan suara. Lama kami dalam keadaan berdiam-diaman. Mas Bayu sesekali melirikku, tanpa sedikitpun mengeluarkan suaranya. Sedangkan aku hanya tertunduk saja, tak berani memperlihatkan wajahku kepada Mas Bayu. 

Aku memainkan jari-jemariku, sebagai luapan rasa gugup. Dan Mas Bayu berpura-pura memainkan ponselnya. Kami sama-sama memainkan sandiwara dalam keterdiaman kami. Mungkin rasa egois masih sedikit tersimpan dalam hati kami. 

Keterdiaman kami berlangsung kurang lebih 10 menit lamanya, yang akhirnya kami pun menyerah dari rasa egois kami masing-masing. Terlihat Mas Bayu akan memulai ucapnya dengan tatapannya yang terarah kepadaku.

"Emmm, Tiara," ucapnya ragu, dengan raut wajahnya yang sedikit gugup. Terlihat dengan pergerakan tangannya yang selalu memainkan dagunya.

"I-iya, Mas," jawabku malu-malu. Perlahan kuberanikan mendongakkan wajah, dan kejadian saling beradu pandang pun tak dapat bisa dihindari lagi. Menyadari aku tengah bertatapan langsung dengan Mas Bayu, buru-buru aku menundukkan wajahku sembari tersenyum kecil. 

Entah kenapa tiba-tiba wajahku memanas. Degup jantungku berirama tak beraturan. Rasanya desiran-desiran hangat mulai menjalar di tubuhku. Perasaan ini sama seperti perasaan yang aku rasakan saat pertama kali bertemu dengannya.

"Tiara, maafkan aku." Mas Bayu menatap lekat ke arah wajahku.

"Kenapa harus minta maaf, Mas," jawabku dengan posisi wajahku yang tetap tertunduk.

Rupanya Mas Bayu mengerti akan kecanggunganku ini. Segera dia meraih kedua tanganku dan mendekatkannya di depan dadanya. 

"Aku tahu, aku sudah salah paham kepadamu. Sungguh maafkan atas kekeliruanku ini, Tiara!" ucapnya dengan semakin mempererat genggaman tangannya.

"Aku yang salah, Mas. Aku hanya memikirkan perasaan Ibuku saja, tanpa memikirkan perasaanmu. Sungguh aku yang terlalu egois kepadamu, Mas." Kedua mataku mulai berkaca-kaca, dan bibirku mulai bergetar.

Punya Suami Serasa Tak Punya SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang