CHAPTER 2

80 37 2
                                    

Selamat Membaca

Di dalam rimbunnya hutan dan semilir embusan angin. Di sana, terdapat sepasang suami-istri yang sedang mencari kayu bakar serta buah-buahan liar untuk di makan. Sang suami yang tengah memotong kayu dan sang istri yang tengah memetik buah apel. Sebuah pemandangan yang sederhana, namun berkesan.

Tiba-tiba terdengar suara gemericik dari semak-semak yang tidak jauh dari posisi mereka berdua. Lalu, seekor kelinci muncul dari balik semak-semak tersebut dengan pandangan bingung. Hal tersebut membuat perhatian pasangan tersebut teralihkan. Mereka berdua saling memandang sejenak dan mengangguk dengan pikiran yang sama.

Dengan kerjasama mereka berdua, mereka mulai menangkap kelinci tersebut dengan hati-hati. Akan tetapi, yang tidak mereka berdua ketahui ialah, bahwa mereka berdua telah melewati sebuah batas tak kasa mata.

Semakin lama, mereka berdua semakin memasuki hutan tersebut. Kelinci yang mereka kejar akhirnya tertangkap. Mereka berdua pun bersorak riang dengan senyuman. Saat mereka sadar, mereka telah berada di sebuah pohon beringin yang sangat besar, dengan pepohonan yang rindang, terlihat sangat seram. Tiba-tiba sebuah suara dahan yang patah mengagetkan keduanya.

"SIAPA ITU?!!" teriak sang suami menatap sekitarnya dengan waspada. Ia bergerak mendekati istrinya sambil memberikan kelinci yang berada di tangannya. Lalu, memasang badan untuk melindungi istrinya.

Tiba-tiba dari balik pohon beringin tersebut, muncul seorang perempuan dengan wajah di penuhi oleh bintik-bintik merah. Hal tersebut membuat sepasang suami-istri itu terkejut melihatnya.

"Siapa kau?" tanya sang istri dengan hati-hati.

"Aku ... aku tinggal di sini," jawab perempuan itu dengan nada ragu.

"Apa???" Pasangan tersebut berseru kaget dan saling menatap satu sama lainnya.

Di antara rasa keterkejutan itu, tiba-tiba suara perut yang kelaparan terdengar, membuat sepasang suami-istri itu tertawa kecil. Sedangkan, perempuan yang merasakan perutnya bergemuruh lapar menundukkan kepalanya, malu.

"Apa kau lapar?" tanya sang istri dengan lembut.

"Ya ...." Perempuan itu berkata dengan nada pelan dan malu. Hal tersebut membuat sang istri tersenyum manis.

Sang suami tahu akan pikiran istrinya dan tertawa. "Ayo! Ayo! kita makan bersama dengan daging kelinci ini. Aku akan membersihkan kelinci ini terlebih dahulu," ujar sang suami seraya mengambil kelinci di pelukan istrinya.

"Aku akan membuat api," imbuh sang istri.

Setelahnya, sepasang suami-istri itu pun sibuk dengan urusan mereka masing-masing, melupakan sosok perempuan tersebut yang masih berdiri diam dengan raut wajah bingung.

Perempuan itu berjalan mendekat ke arah sang istri yang tengah sibuk membuat api. Berjongkok di sampingan nya dan bertanya, "Apakah ... ada yang bisa aku bantu, bibi?"

Sang istri menoleh dan tersenyum, lalu mengambil sesuatu dari tas tenun nya. "Tidak perlu, ini ada buah. Kau bisa memakannya dahulu untuk mengganjal perut." Tangannya bergerak menjajal kan dua buah apel ke tangan perempuan itu.

"Terima kasih bibi." Perempuan itu menerima buah apel itu dengan senang hati dan memakannya perlahan. Rasa manis, renyah, dan berair dari buat apel itu membuat tenggorokannya terasa segar.

Beberapa saat kemudian, sang suami datang dengan daging kelinci yang telah di bersihkan. Ia pun memberikan daging tersebut kepada istrinya untuk di olah. Mereka bertiga duduk melingkar dan sesekali bercanda, membuat suasana terlihat hangat.

"Bagaimana? Daging kelincinya enak, kan?" tanya sang istri dengan antusias.

Perempuan itu menganggukkan kepalanya. "Huum, iya bibi. Daging kelinci yang bibi masak enak sekali!" serunya, yang membuat sang istri tersenyum senang.

Sedangkan, sang suami tersenyum melihat interaksi keduanya, sambil sesekali menggigit dan menguyah daging kelinci.

"Paman, bibi, apakah kalian sudah memiliki anak?" tanya perempuan itu, sambil sesekali menggigit kecil daging kelinci di genggaman nya.

Pertanyaan yang di lontarkan perempuan itu seketika membuat pasangan tersebut terdiam sejenak sambil memandang satu sama lain. Sang suami menggenggam tangan sang istri dengan erat dan mengecupnya perlahan.

"Tidak. Kita berdua belum memiliki anak. Mungkin belum waktunya," jawab sang suami, sedangkan sang istri hanya tersenyum tipis sebagai tanggapan.

Perempuan itu melebarkan matanya, lalu menunduk. "Um, maafkan perkataan ku paman, bibi," ucap perempuan itu dengan nada penyesalan.

Sang istri mendekat dan tangannya bergerak mengelus rambut perempuan itu dengan pelan. Ia tersenyum teduh dan berkata, "Tidak apa-apa, nak." Ucapan itu seperti mengangkat sihir, begitu teguh dan tanah membuat perempuan itu terharu dalam hati kecilnya.

"Paman, bibi sebagai imbalan atas kebaikan kalian, aku berdoa semoga kalian cepat di berikan anak," sahut perempuan itu dengan tulus. Manik matanya yang cerah memandang dengan tulus kepada pasangan tersebut, membuat keduanya terharu.

"Terima kasih, nak."

Kemudian, suasana pun kembali semula. Obrolan-obrolan kecil mereka ucapkan dengan sesekali diselingi oleh canda dan tawa, membuat suasana menjadi semakin penuh kehangatan.

Perempuan itu menyeka tangannya menggunakan daun sambil memandang ke arah langit. Lalu, ia menatap pasangan suami-istri di depannya.

"Hari sudah mulai petang. Apakah paman dan bibi tidak pulang?" tanyanya.

Sang suami juga turut memandang ke arah langit dan mengangguk. "Ah, iya kau benar, nak. Baiklah kita akan pulang dahulu. Apakah kau ingin ikut?" tawar sang suami, sedangkan sang istri turut menatap ke arah perempuan itu.

Perempuan itu menggelengkan kepalanya menolak. Lalu, ia pun berkata, "Tidak perlu paman, rumah ku dekat dari sini."

"Benarkah?" sahut sangat istri dengan keraguan.

"Iya bibi benar. Rumah ku tidak jauh dari sini," jawabnya dengan senyum manis.

"Ya, baiklah hati-hati, ya." balas sang istri sambil berpamitan.

"Hati-hati kembali, paman, bibi." Perempuan itu melambaikan tangannya sebagai perpisahan pada pasangan tersebut, yang perlahan mulai menjauh dari pandangannya.

Perempuan itu menurunkan tangannya dan tersebut, melihat kepergian pasangan suami-istri itu yang menghilang dari jangkauan pandangan nya.

"Mereka berdua berhati murni, jangan biarkan mereka tersesat saat menuju jalan pulang," gumam perempuan itu entah kepada siapa. Namun, suara angin yang berembus terlihat seperti menanggapi ucapan perempuan itu.

Perempuan itu bergumam dengan bahasa asing, seperti merapal kan sebuah mantra. Perlahan ia mengangkat tangan kanannya juga dan jari-jari tangannya bergerak membentuk sebuah pola yang rumit di udara. Sebuah cahaya putih keemasan pun perlahan muncul dari pola yang tergambar, lalu perempuan itu menghempaskan dan bergerak terbang ke arah sepeninggal nya pasangan suami-istri.

Cahaya putih keemasan itu terbang di udara, bergerak ke sana ke mari dengan riang. Cahaya itu seakan-akan memiliki jiwa. Ia berputar-putar mengelilingi pasangan tersebut yang terlihat tidak mengetahui keberadaan nya. Kemudian, cahaya putih ke keemasan itu pun menyusup masuk ke dalam perut sang istri.

Bersambung....

Instagram sheisnonasastra

[10] THE MAGIC OF A BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang