Chp 01

214 30 0
                                    

Gedung kosong tak berpenghuni kini ramai oleh suara tawa dan tangisan yang memohon ampun atas sebuah kesalahan.

Pria muda itu terinjak-injak oleh sepatu boots putih si pemilik. Berkali-kali ia mengeluarkan kata maaf atas kesalahannya, tetapi para manusia ini seakan tak mendengarkan dan terus menyiksanya.

"Ampun? Tak ada kata itu dalam kamusku." Suara berat dan rendah terucap dari bibir pemuda berkulit Tan itu. Raut wajahnya begitu datar, tetapi matanya memancarkan kemarahan.

"Kau membuat kesalahan fatal, bro. Dan kau berurusan dengan sang Raja." Sahut pemuda dengan rambut setengah karena pada bagian samping terdapat tato di sana.

"Perlu ini Bos?." Satu pemuda berkepang dua menyodorkan batu sebesar kepalan tangan orang dewasa pada pemuda berkulit Tan itu.

Batu itu jelas di terima oleh si pemuda. Tatapannya beralih pada pemuda di bawah kakinya yang sudah menatap ketakutan pada batu di tangannya. Bahkan pemuda itu sudah kencing celana karena saking takutnya.

Penghianatan. Itulah kesalahan dari sang pemuda yang berani bersekutu ingin melengserkan posisi sang Raja. Tetapi sayang seribu sayang, perbuatannya itu di ketahui oleh salah satu bawahan Raja.

Alhasil inilah akibat dari perbuatannya itu. Ia harusnya tahu bahwa sang Raja paling benci di khianati, dan dia sedang mencoba-coba bermain. Maka kematiannya yang akan menjemputnya.

"Kau siap?." Satu pertanyaan itu berhasil membuat si pemuda menangis sembari memohon.

"A-aku mohon... Hiks... Jangan..." Lirihnya menatap penuh harap sang Raja.

"Aku benci ekspresi itu." Ucap pemuda itu, batu di layangkan memukul kepala di pemuda dengan brutal.

Satu pukulan

Dua pukulan

Tiga pukulan

Awalnya pada pukulan kedua pemuda itu sudah merintih kesakitan yang menggerogoti kepalanya. Tapi saat pukulan ketiga ia sudah tak bersuara bersama dengan darah yang mengucur deras mengotori debu putih itu.

Belum sampai disitu, Sang Raja masih tetap memukul kepalanya menggunakan batu walau darah terciprat mengenai wajah tampannya. Kalian tahu? Bahkan saking kuatnya pukulan itu, kepala si pemuda sampai pecah dan memperlihatkan otak yang kini tercecer akibat benturan batu tadi.

"Ukh! Aku keluar dulu, perutku mual." Satu pemuda berkacamata berambut blonde-blue mengadu pada orang di sampingnya. Kemudian berjalan menutup mulutnya, sepertinya ia belum siap melihat bagaimana brutalnya sang Raja.

"He~~ segitu saja mual, bagaimana nanti?." Gumam pemuda berkepang itu menatap sang saudara yang berdiri di dekat jendela dan memuntahkan isi perutnya.

"Cukup. Bersihkan wajahmu Izana." Pemuda yang sedari tadi diam memerhatikan aksi brutal rajanya harus segera menghentikannya.

Sang Raja menghentikan pukulannya pada kepala pemuda di bawahnya yang telah hancur tak berbentuk. Senyum mengerikan terbit di bibirnya, batu berlumur darah terlepas dari tangannya.

"Hahaha, HAHAHA!!!." Tawanya menggelegar ke seluruh ruangan. Itu bukan tawa karena lucu, jelas sekali di matanya memancarkan kilat kemarahan.

Tak lama kemudian tawa itu tergantikan dengan ekspresi datar dan dingin milik sang Raja. Aura di sekitarnya begitu tak enak sampai membuat pemuda di belakangnya meremang.

"Bersihkan." Titahnya berjalan santai menuruni tangga gedung bersama si anjing setia di belakangnya.

Singkat namun bisa di pahami. Tiga orang yang bertugas membersihkan mayat berdiri dari tempatnya, tugasnya telah tiba.

You Are Mine!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang