B

56 7 0
                                    

"Kenapa Lo, Ka!" Bara baru saja masuk ke dalam kamar Bayu, duduk di sofa dengan tatapan heran mengarah kepada Akara yang duduk di sana dengan lesu.

"Gak!"

Bayu yang duduk di kasur mencebik, sudah seperti wanita pms saja temannya itu, di tanya gak papa tapi tampang kek orang pasrah.

"Mana si regan?" tanya bayu, menatap Bara yang sedang melepas jaket denimnya. Lelaki itu mungkin sudah tak penasaran dengan akara yang sudah seperti patung bernafas.

"Di bawah, bawa minuman yang di kasih tante yasmin!"

"Ohh."

"Heh, Bay! Ini temen Lo kenapa anjir!" ternyata salah, Zeano Bara si buaya kampung ini masih penasaran ternyata, tampang keponya terlihat lucu di wajah bayu jauh lebih lucu di banding melihat wajah kusut akara.

"Mana gue tahu, dari dia dateng sore tadi tampangnya udah kek cucian kotor, kusut." Bayu Mahatta, cowok berwajah imut di antara ketiga temannya itu memang terlihat kurang peduli, padahal aslinya dia lagi nunggu orangnya siap cerita sendiri tanpa harus dia minta dan memaksa.

"Kok sepi?" Rauhana Regan Aditama, cowok tampan yang terlihat cuek itu ternyata si paling setia, setia menjomblo maksudnya.

"Lagi cosplay di kuburan, cepetan sini bawa cemilannya!"

"Siapa Lo? emang gue babu!"

"Sadar diri ternyata!"

Ketiganya berkumpul di depan meja bulat yang berada di depan sopa yang Akara duduki, lelaki itu seolah kehilangan jiwanya. Karena masih saja diam sambil sesekali menghela nafas kasar.

"Ka! Cemilan kesukaan Lo, nih!" Akara cuma melirik Regan sekilas lalu kembali diam menatap kosong ponselnya yang mati kehabisan daya.

"Si anjir di kacangin gue!"

"Lagi galau keknya," ujar Bara yang di angguki oleh Bayu, Regan yang baru sadar berhenti mengunyah dan pindah duduk yang tadinya lesehan di karpet bulu sekarang mepet di samping Akara yang di balas delikan tajam oleh akara.

"Cerita! jangan kek gak punya temen Lo!"

"Tau, lo nggep kita apaan dah. Bisanya cuma nyuruh kita buat terbuka, Lo sendiri gak mau cerita!" Bayu berucap tanpa melihat Akara sedikitpun, pemuda itu selalu merasa tak adil dengan persahabatan mereka selama ini.

"Iy_

"Gue putus!"

"WHAT?!" Kompak ketiganya berteriak dengan mata melotot, bara sampai tersedak dan buru-buru minum.

"Putus? jangan becanda! masa_

"Gue gak tau! stop nanya-nanya pala gue mau pecah rasanya!"

"Lo_Lo balik sekolah belum ke rumah?" tanya Regan yang melihat jika akara masih memakai kaos hitam yang di pake dalaman seragamnya tadi, di perkuat dengan tas sekolah yang teronggok mengenaskan di sisi sofa.

"Belum! gue abis ketemuan di cafe, abis tuh ke sini!"

Bara dan Bayu saling pandang, keduanya tahu akara gak akan cerita apapun sekarang, karena emosi anak itu belum sepenuhnya hilang. Nanti juga sadar sendiri dan bercerita ke mereka.

"Lo mikir gak sih?" Bayu menatap Akara marah, "tante marisa apa kabar? dia pasti udah uring-uringan sekarang, kalau Lo belum pulang!" tegas Bayu, sebenernya ia ingin mengatakan ini sejak tadi, tapi belum tahu masalah apa yang lelaki itu alami.

Takutnya ada masalah di rumah seperti biasa, ternyata cuma gara-gara cewek sampai harus kaya gini.

"Bay_

"Gue tahu Lo sedih, tapi jangan karena cewek Lo sampe lupain orang yang khawatir sama Lo!"

"Lo gak mau gue ke sini!" Bayu menggeram kesal, kenapa cowok itu selalu menanggapi hal yang bukan maksudnya. Ia senang menjadi rumah buat akara pulang, tapi bayu benci karena akara selalu di buat buta oleh cewek yang sekarang membuat lelaki itu hampir gila kaya gini.

"Lo harusnya tau gue, Ka. Gue selalu nerima siapapun di antara kalian di sini, terlebih itu Lo, yang udah sama gue dari kecil. Cuma Lo mikirin orangtua Lo juga gak sih? Hah?!"

Akara menarik nafas dalam, berdiri dan menarik ranselnya kemudian pergi begitu saja tanpa menutup pintu.

"Aish! Selalu aja kalian bertengkar!" rutuk Regan yang tak nyaman dengan bayu dan akara yang selalu menambah masalah jika ada masalah.

"Lo juga sih Bay, kenapa sih, keknya sensi banget kalo denger masalah Akara sama ceweknya?"

"Syukur banget gue, Bar. Harusnya dari lama hubungan gak sehat itu mereka akhiri!"

"Namanya juga cinta_

"Cinta yang bikin mati bukan buta lagi itumah, kesel gue. Si harsa itu pinter cuma ya bodoh!"

"Gimana sih Bay? pinter tapi bodoh! au akh mending lanjut nyemil!" pasrah Bara, menyandarkan punggungnya ke sandaran sopa, mulutnya tak henti mengunyah dengan tangan yang mulai sibuk berselancar di dunia maya.

***
Benar saja, ketika Akara baru turun dari motornya, Marisa sudah berjalan tergopoh menghampirinya.

"Kamu kemana aja, Bang? kok telat banget gak ngabarin?" Akara tersenyum sambil menyalami tangan Marisa, rasa bersalah menyeruak begitu saja melihat wajah khawatir mamanya.

"Maaf Maa, tadi ketemu temen tapi hpnya mati!" jawab akara tak sepenuhnya bohong.

"Ck, yaudah ayok masuk. Udah hampir isya begini!"

Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah besar bernuansa putih tulang itu, sampai di ruang keluarga akara harus siap menghela nafas melihat papa juga sang kembaran yang duduk berdampingn di sofa, juga Juan sang adik yang asik dengan bukunya.

"Kemana aja, Lo?" tanya Rakana, Akara tahu itu hanya basa-basi, tapi melihat wajah yang mirip dengannya itu membuat otaknya kembali mendidih.

Rasa marah dan benci menyatu ketika ingat bahwa gadisnya memilih selingkuh dengan lelaki itu, tapi di fikir lagi masih mending karena nyatanya cewek itu gak pernah mencintainya.

"Gak usah sokab, Lo. mau gue dari mana aja terserah!" jawab akara judes, menarik atensi marisa yang merasa heran karena tak biasanya akara berbicara seketus itu.

"Apa sih? gue nanya doang!"

"Udah-udah! Abang. Masuk kamar mandi dan sholat! bentar lagi isya!"

"Aku udah sholat, Ma."

"Ya bagus, kalo gitu sana ke kamar!" Pandu, lelaki dewasa itu jarang bicara sekalinya bicara malah bikin kesal tetangga.

"Abang!" Akara harus berbalik lagi ketika juan memanggilnya, menatap bocah itu dengan tampang biasa saja.

"Yaudah gitu doang." Akara melotot horor yang sayangnya juan sudah tak melihatny lagi, hal itu mengundang marisa yang tertawa pelan melihatnya.

"Kalo bukan adek gue, udah gue gibeng Lo!" bisik Akara pelan sambil berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, tentu saja ucapan itu tak ada yang mendengar kecuali dirinya sendiri.

Juan itu campuran antara dirinya juga Rakana, bisa saja bocah empat tahun itu bertingkah random dan menyebalkan dengan wajah yang datar seperti bangun ruang.

Juga bisa memasang wajah tengil sambil marah-marah, hal itu membuat semua orang di rumah harus ekstra kesabaran menghadapinya.

***
Membanting tas sekolahnya ke sudut ruangan, akara tak bergegas mandi melainkan merebahkan tubuhnya dengan posisi tengkurap.

Memikirkan hari ini yang terasa lebih berat dari biasanya, mulai bangun kesiangan, harus kumpulan pramuka, dan yang paling parah adalah berniat ngedate malah ujungnya break, kan asu.

Sampai ingatannya kembali pada pertengkarannya dengan Bayu tadi, jujur akara tak marah hanya saja ia sedikit kesal karena emosi tadi.

Mengingat ia yang buru-buru pergi, mungkin sahabatnya mengira dia marah dan kabur, padahal tadinya akara terfikir ucapan bayu kalau marisa bakal khawatir jadi di memutuskan pulang langsung.

AKARA HARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang