EMPAT

80 15 23
                                    

Bab empatnya, kakak.🤪

Selamat membaca, sampai ketemu minggu depan. Luv yu sekebon. 💗

💔💔💔

Mbak Sekar juga Mbak Sasi menatapku dari ujung kepala hingga kaki saat aku memakai semua barang yang Ami paksa beli. Mungkin mereka heran dengan penampilanku, padahal aku selalu seperti ini, hanya saja sedikit menambahkan lipstik dan alis kurapikan.

"Biasa aja, Mbak." Ami menarikku memasuki lift. Aku hampir terjatuh dan untungnya bisa menyejajarkan langkah perempuan ini.

Aku melepas genggaman tangan Ami lalu menatapnya. "Mi pelan-pelan, kalau gue jatuh gimana?" Ami meminta maaf lalu berkata kalau dia nggak suka tatapan Mbak Sekar juga Mbak Sasi yang menatapku seperti tadi.

Sepatu yang tingginya lima sentimeter cukup sulit untuk aku berjalan karena dari dulu aku nggak pernah menyukainya dan ini agak menyiksaku.

"Jangan di buka, plis!" Ami menatap ke arahku. Aku mengembuskan napas kasar kemudian dia melanjutkan, "Itu karena masih baru, jadi bikin sakit, nanti kalo di pake terus juga enak."

"Idola lo suka cewek pake sepatu tinggi." Ami merangkul bahuku. Dia juga bilang kalau artis Korea suka dengan perempuan dengan gaya yang bagus. Contohnya pakaian dan sepatu yang kupakai saat ini. Kemeja coklat, celana bahan hitam juga sepatu tinggi, nggak lupa make-up yang sudah Ami ajarkan.

Aku tersenyum menatap sepatu juga pakaianku. Ami benar juga, pakaian orang Korea hampir mirip dengan yang kugunakan. Ami tersenyum puas saat aku mengangguk sambil berkata kalau aku mulai suka menggunakan ini.

"Ya udah besok beli lagi," katanya dan aku memutar bola mata, Ami emang gila belanja hampir tiap saat mengajak belanja dengan alasan semua pakaianku udah ketinggalan jaman.

Pintu lift terbuka dan aku gagal memarahinya, berjalan ke meja lalu duduk di kursi dan menyalakan layar komputer. Berteman dengan Ami juga Nisa membuat kepalaku sakit.

Nisa menyuruhku membeli barang K-pop sedangkan Ami menyuruhku membeli pakaian juga sepatu. Bahkan pakaian main saja dia memaksaku untuk membelinya. Kalau aku nggak menolak sudah pasti gajiku habis saat itu juga.

Akhirnya dia nyerah memintaku belaja dengan syarat setiap bulan aku harus membeli minimal satu pakaian atau sendal dan sepatu.

Saat itu aku mengangguk saja agar semua cepet selesai dan pulang. Aku tahu Ami itu baik menginginkanku berpenampilan menarik, tapi kalau setiap bulan, kan, sama aja boros.

Layar ponselku menyala menandakan pemberitahuan dari sebuah aplikasi. Aku menatap lalu berdecak sebal. Akun Instagram salah satu idolaku sedang melakukan live. Apa harus membukanya di sini, tapi sedikit takut dengan yang lain. Akhirnya aku menatap jam, masih ada waktu beberapa menit untuk melihatnya. Aku segera mencari aerphone lalu berjalan ke toilet karena lebih aman menonton di sana.

Rasanya ingin menjerit saat idolku tengah melakukan siaran langsung bersama temannya yang lain. Tapi aku tahan karena sadar kalau masih di kantor.

Bang Jefri
Cepet balik ke meja, idola lo nggak akan hilang.

Aku menatap pemberitahuan yang muncul di layar lalu berdecak sambil menatap jam di tangan.

Lo kok tahu gue lagi nonton mereka?

Bang Jefri
Udah balik ke meja, sekarang!

Aku menutup aplikasi Instagram lalu berjalan ke meja. Semua orang di sana menatapku hingga aku duduk di balik meja.

Nisa
Emang nggak enak tahu lagi kerja, eh mereka live.

Aku menatap layar percakapanku dengan Nisa. Lalu membalas kalau aku bisa melihat rekaman mereka di YouTube atau aplikasi burung biru.

NAWASENA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang