BAB I

6 2 0
                                    

- Cafe XVII, South Russia -

"Ini cek 2 miliar dollar untukmu, jauhi anakku. Kamu mengertikan maksudku?" Kata wanita itu sambil meletakkan cek senilai 2 miliar dollar.

"Apa? Tidak, aku tidak mau!" Tolak ku dengan tegas.

Mendengarku menolaknya, dia tampak sedikit kesal dengan itu.

"Jadi? Apakah kau dalam situasi untuk menolak saat ini? Aku tau keadaan keluargamu sekarang, kamu membutuhkan ini dan aku juga ingin kau menjauhi anakku. Bukankah kesepakatan ini cukup menguntungkan?" Tanya wanita itu dengan nada emosi.

"Bukan, bukan itu. Aku menolaknya karna jumlahnya tidak sebanding dengan lamanya hubunganku dengan 'Dia'. Aku ingin 20× lipat dari jumlah yang kau tawarkan padaku. Apakah kau sanggup? Jika ya, maka aku akan menjauhi anakmu seperti yang kau inginkan." Tawarku sambil menatap mata wanita itu.

"Hhh.. Jadi begitu, kau cukup pintar memanfaatkan situasi rupanya. Baiklah, aku akan memberikanmu 20× lipat dari jumlah yang ditawarkan di awal. Dengan syarat, kau tidak akan muncul lagi di hadapan anakku." Wanita itu menghembuskan nafasnya dengan gusar, lalu ia juga tersenyum miring kepadaku.

"Baiklah, aku tidak akan muncul dihadapan anakmu. Bahkan jika kau memaksaku sekalipun. Oh.. Dan juga, aku ingin uang itu dalam sebuah ATM. Aku tidak ingin sebuah cek."

Setelah perkataanku itu, Wanita itu langsung mengangguk setuju dan segera ia memerintahkan sekretarisnya membuatkan 20 kartu ATM senilai 2M dollar di setiap kartunya.

"Tunggulah sebentar, sekretaris ku akan membuatnya itu dalam waktu singkat." Ucap wanita itu.
Dan benar, hanya beberapa menit berlalu, segera 20 kartu ATM itu pun selesai dibuatnya. Kemudian, sekretaris wanita itu menyerahkan kartu ATM tersebut dalam sebuah amplop berwarna coklat.

"Ini, ambillah. Dan ingat janji yang kau ucapkan tadi. Apakah kau mengerti?!" Katanya sambil melempar amplop yang diberikan sekretarisnya kepadaku dengan kasar.

"Baik, aku mengerti. Aku akan pergi setelah menyelesaikan 2 bulan kuliahku disini." Jawabku

"Pegang janjimu."

- - -
Setelah perjanjian 'itu', aku pergi meninggalkan tempat tersebut dengan langkah berat.

Kakiku tidak sanggup berjalan lagi, nafasku berat, air mataku menetes jatuh ke pipiku. Aku tidak percaya dengan apa yang kuputuskan hari ini.

"Benar-benar tidak bisa dipercaya, seberapa putus asanya aku sampai seperti ini? Maafkan aku, Fini.. aku tau bahwa aku egois. Tapi aku ingin kamu menjalani hidupmu dengan normal. Menikah lalu mempunyai anak. Seperti mimpi yang selalu kau impikan."

"Aku benar-benar bodoh.. hiks.. hiks.."

"Selamat tinggal, Finiku sayang.."
.
.
.
drrrt... drrrttt.. 

________________________________
ꨄꨄ Fini ꨄꨄ
✓ Lia, apakah kau akan menginap malam ini?
_______________________________

"hhhhaa, apa yang harus ku lakukan?" Kataku sambil menggaruk keningku yang sama sekali tidak gatal dengan kasar.

Aku pun tidak mengindahkan pesan tersebut dan pergi membeli sebotol soju di sebuah minimarket seberang jalan yang kutapaki sekarang.

Aku benar-benar mabuk, sampai-sampai aku mendatangi meja pria cantik yang berada tepat di depanku itu.

"Hey, apakah kau sedang galau juga? Apakah kau menangis? Matamu terlihat sedikit merah." Tanyaku

"...." Pria itu hanya diam dan menunduk. Air matanya jatuh tak terkendali. Dia terisak sambil menenggak segelas soju itu dengan sekali tegukan.

"Berhentilah menangis, kau membuang air matamu dengan sia-sia." Ucapku sambil memberikan sebuah sapu tangan kepadanya.

Pria itu menerima sapu tangan tersebut. Segera ia langsung mengelap air matanya.

Tak lama setelah itu..

*Cup*

DIA MENCIUMKU??!?!??

Awalnya aku hanya diam karena terkejut.

Namun setelah pria itu memasukkan lidah dalam ciuman tersebut, aku menjadi panas. Aku membalas ciuman Pria Cantik itu dengan ganas.

"emhh.." erang pria itu.

*Menggemaskan* pikirku sambil menatap wajahnya yang tampak cantik, seperti wanita. Yah.. meskipun tak secantik Fini.

- - -
"Hei, apakah kamu ingin menginap dirumahku?" Tawarnya kepadaku.

*Mengangguk setuju* aku tak menolak tawarannya, karena aku sedang dalam suasana hati buruk. Dan aku pun tau bahwa pria dihadapanku ini juga tampak putus asa. Sepertiku. Haha.

Happy Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang