Beberapa jam berlalu, jam kuliahku telah selesai. Aku keluar dari ruang kelasku dan tiba-tiba…
"LIA EMILIA CLARKE!" Teriak seseorang dari lorong sambil berlari ke arahku.
*Hug* memelukku dari belakang.
"Lia, kemana saja kamu semalam? Apakah kamu tahu bahwa aku sudah memberimu pesan dan menelponmu berkali-kali?" Nadanya mencemaskanku, aku merasakan punggungku basah oleh air matanya.
*Hug tight* pelukannya kian semakin erat hingga membuatku hampir menangis, aku berusaha untuk menahan air mataku.
"Baterai hp ku habis Fini jadi aku ga bisa bales pesan dan telepon darimu. Maafkan aku."
Aku memberi alasan kepada Fini. Dia semakin-semakin erat dalam pelukannya, lalu mulailah ia menggosok-gosok manja kepalanya di belakang punggungku.
Agak lucu untuk membayangkannya, Fini yang memiliki perawakan tinggi, berkulit sedikit kecoklatan, bermata hijau gelap, berambut sedikit bergelombang dan tomboy, bermanja-manja denganku seolah-olah dia adalah adik kecilku.
Memang agak sedikit imut untukku, namun aku sudah membuat perjanjian 'itu' dengan ibunya.
Aku harus menjauhi Fini!
"Fin, itu—, anu.." ucapku gugup.
"Iya? Kamu mau apa Lia? Apapun aku akan memberikannya padamu, bahkan hatiku sekalipun :)." Gombalnya sambil berbalik menatap mataku.
*blush* ah, ini dia jurusnya untuk melemahkanku. Aku sedikit kesal, karena ketidaktegasan ini, intinya aku harus bilang padanya!
"Fini, ayo kita putus. Aku sudah lelah padamu, aku ingin segera menyelesaikan hubungan ini dan fokus pada kuliahku." Tegasku.
Fini mendengarkanku, aku melihat matanya menatapku dengan tatapan tidak percaya.
Angin mana yang sudah merasukiku hingga mengucapkan hal-hal yang tidak pernah keluar dari mulutku meskipun kami bertengkar besar-besaran sekalipun.
"Lia, kamu beneran mengucapkan hal seperti itu? Kamu tahu apa artinya itu kan? Lia.."
Nadanya membuatku ingin menarik kembali ucapanku namun segera ku tepis karena keputusanku ini sudah bulat.
Demi kondisi keluargaku, aku harus merelakan Fini!
"Iya Fini, kita harus putus. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku muak dengan semuanya. Apakah kamu mengerti?" Tegasku.
"Enggak-enggak, kamu pasti bercanda bukan? Kita selama ini selalu baik-baik saja selama ini, mengapa kamu tiba-tiba begini? .. Lia, jangan putus. Beritahu aku jika aku punya salah, aku akan mengintrospeksi diriku. Kumohon, beritahu aku.. ya? Lia… (hiks hiks)"
Fini memohon padaku, dia menangis hingga sesenggukan.
Aku tak kuasa menahan, aku ingin segera memeluknya, menghapus air matanya, namun aku tidak bisa.
'maaf Fini, maafkan aku. Aku memang brengsek yang lebih memperdulikan kondisi keluargaku dibandingkan kamu tolong bencilah diriku sesukamu, aku mencintaimu.' kataku dalam hati.
"Lia.." Fini memanggilku lagi dengan suaranya.
Dia memelukku, menengadahkan kepalaku keatas, menggosok bibir bawahku sambil memasukkan jempolnya perlahan untuk membuka mulutku. Dia menunduk, mulai menempelkan bibirnya dengan milikku.
Aku merasa sakit di dadaku seakan ada batu besar yang menimpanya.
Aku tidak tahu lagi apa yang harus ku lakukan jadi, aku hanya terdiam.
*berhenti* Fini menghentikan ciumannya, dia melihat warna merah di leherku dan mulai bertanya-tanya.
"Lia, apa ini?" Katanya padaku sambil menekan cupang yang diberikan Julio kepadaku semalam.
"Ah ini hanya bekas digigit serangga." Jawabku.
"Bohong. Lia tatap mataku dan beritahu aku." Pintanya.
Aku hanya menunduk dan terdiam.
Beberapa detik kemudian, Julio datang entah dari mana.
Dia mengejutkan Fini hingga matanya terbelalak tak percaya.
"Itu milikku, aku yang membuatnya." Ucap Julio. Aku juga sebenarnya terkejut dengan pengakuan Julio.
*plak* Fini menamparku. Baru pertama kali, aku melihat Fini semarah ini. Apakah dia selama ini menahan amarahnya? Ah.. aku tak tahu lagi.
"Hhhhhaaa, Gila! Benar-benar ga bisa dipercaya. Lia, apakah kamu benar-benar mencintaiku selama ini? Dengan semua yang sudah kita lewati, momen berharga yang kita jalani selama 3 tahun, apakah semuanya nampak seperti kotoran dimatamu? Lia, tolong jelaskan padaku!"
Perkataan Fini yang bersitegas ingin penjelasan membuatku ingin memukul diriku sendiri.
Aku membencinya sekarang, namun aku tetap tidak menyesali keputusanku.
"Benar Fini, inilah sebabnya aku ingin mengajakmu putus. Aku sudah berkencan dengan pria ini. Aku juga ingin hidup normal! Bukankah kamu juga menginginkan hal yang sama?" Pertanyaan retoris yang kuucapkan sontak membuat Fini mengerutkan bibirnya.
"Dasar kau baj*ngan. Ku harap kalian tak pernah bahagia, Lia." Umpat Fini, dia juga menyumpahiku dan Julio.
Hhhhhaa, sungguh lucu.
Kau berharap kami tak bahagia, kami saja baru bertemu semalam dan kami juga memang tidak dalam sebuah hubungan?
- - - -
Fini akhirnya meninggalkanku.
Aku menangis meratapi punggungnya yang perlahan menjauhiku.
'apa cinta itu serumit ini? apakah keputusanku yang ku ambil ini salah?' Gumamku
"Nggak Lia, kau sudah memutuskan hal yang benar. Ga perlu sesali apapun, sekarang peganglah tanganku, mari kita beli es krim." Hiburnya.
*Mengangguk* setuju dengannya, aku pun mengambil tangannya dan beranjak pergi dari situ.
•
•
•*bremmm* mobil mulai bergerak melaju sedang aku hanya terdiam di kursi penumpang.
Julio menatapku melalui kaca spion seakan ingin memberitahu sesuatu. Namun sekali lagi, hanya keheningan ada ditengah kami.
"Lia, kita sudah sampai, mari turun." Julio menghampiri kursi penumpang, dia membukakan pintu mobilnya untukku.
Aku mendongak, menatap matanya dengan tatapan kosong,
"Iya." Pungkasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending
RomanceSeseorang pernah berkata, menikah dan punya anak adalah takdir dari seorang wanita. Tapi, bagaimana jika wanita menyukai wanita lainnya? Apakah itu hal berdosa? Lia Emilia Clarke, seorang lesbian yang menyukai sesama wanita. Wanita yang dicintainya...