HILANGNYA PELENGKAP RUMAH

87 20 4
                                    

"Bunda, kenapa kita harus pulang kerumah yang di Jawa Tengah dadakan? Terus kenapa kita ga nunggu ayah pulang?" Tanya Gibran.

"Nanti ayah nyusul kok, ini aja bunda disuruh ayah, emang Gibran gamau nurut sama ayah?" Jawab bunda meyakinkan Gibran "Ya sudah, nanti kalo udah selesai packing-packingnya langsung kebawah ya"

"Iya bund"

Waktu sudah menunjukan pukul 08.32

"Akhirnya selesai juga, duh cape banget" Sambil merebahkan badan diatas ranjang.

Sekalian mandi aja lah. Batinnya sambil berdiri dari ranjang dan meraih handuk yang ada di belakang pintu.

***

"Terus kepriye maning bund? Mau langsung cerai?" Tanya simbok sambil menyiapkan makanan dimeja makan.

"Iya mbok, mungkin nanti saya yang ajuin cerai ke pengadilan, ga mungkin mas bram mbok yang gugat cerai, mas bram aja udah nikah" Sambil membantu simbok menyiapkan makanan.

"Yo wes lah bund, simbok juga ra nyongko nek bapak iso koyo ngono" Sambil mengelus-elus punggung bunda.

"Iya mbok, biarin aja, mbok saya pesen jangan lupain saya ya mbok, kalo ada apa-apa jangan sungkan-sungkan langsung telfon saya aja" Minta bunda sebelum meninggalkan simbok Nuri.

Beliau adalah simbok Nuri yang sudah lama bekerja dirumah Mas Bramantyo Cakra Agustine, sebelum ayahnya gibran menikah dengan bunda. Dan sampai sekarang mbok Nuri masih bekerja dirumah ayahnya Gibran. Walaupun usianya yang sudah cukup tua tapi jiwa-jiwa kerja mbok Nuri masih jiwa muda, semangatnya yang membuat dia untuk tetap bekerja dirumah Mas Bram.

"Mbok, minta tolong panggil Gibrannya mbok" Pinta bunda.

"Iya bunda, sekedap" Sambil mengelap tangannya yang basah.

Simbok pun menaiki tangga didekat ruang tamu, untuk menuju kamar Gibran yang ada dilantai atas.

Tok! Tokk! Tok!

"Den bagus, Den Gibran" Sambil mendekatkan telinga kedekat pintu.

"Iya mbok, masuk saja, ga dikunci kok" Teriak Gibran dari dalam kamarnya.

Krek!!

"Udah, dipanggil bunda iku loh" Jelas simbok dari balik pintu.

"Oh iya mbok sebentar, nanti Gibran turun"

"Yo wes" Sambil menutup pintu kamar kembali.

Gibran pun langsung bergegas keluar dari kamar dan menuruni tangga, langsung menemui bundanya dimeja makan.

"Bundaa" Panggil Gibran dari arah belakang.

"Eh iyaa, sini duduk dekat bunda"

Gibran pun menarik kursi didekat bundanya "Widih bunda, tumben bener makanannya banyak yang dimasak? Kan kita mau pindahan ga sempet dong buat Gibran abisin ini semua" Ledeknya tak lepas pandangannya dari makanan semua itu.

"Iya dong Den, simbok sengaja masak yang banyak buat bunda sama Den gantengnya simbok. Kan nanti kalian disana udah ga pernah lagi icip masakan simbok" Balas simbok sambil memberikan piring dan sendok kepada Gibran

***

35 menit sudah mereka habiskan untuk makan bersama.

"Tambah lagi Den, masih banyak ini makannya" Ucap simbok.

"Aduh Gibran ga sanggup mbok, ini perut Gibran udah mau meledak" Sambil mengelus-elus manja perutnya.

Bunda yang melihat kelakuan Gibran hanya bisa menahan tawa, berharap bunda dapat menyembuhkan luka hatinya seiring berjalannya waktu dan selalu disamping putranya, Gibran.

GIBRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang