Seperti yang kukatakan, jalan-jalan di sore hari mulai menjadi rutinitas. Dan kini, aku tengah berhenti merajut langkah dan duduk di taman komplek. Beristirahat sebentar sambil merasakan angin segar yang membelai dengan lembut. Aku baru tahu jika bunga daisy memiliki pesona seindah ini ketika dilihat dari jarak dekat. Jika saja aku tahu sejak lama, aku pasti akan memenuhi pot-pot di depan rumah dengan satu macam tanaman saja, yakni bunga daisy.
Ngomong-ngomong, hanya ada aku di sini. Mungkin, semua orang sedang asyik menonton acara televisi sore bersama keluarga mereka. Sementara, Key sedang bertugas dan kira-kira baru tiga hari lagi suamiku itu pulang ke rumah. Beomgyu ada pelajaran tambahan sore dan Eun mungkin masih terlelap. Aku tak mau mengganggu tidurnya dengan suara televisi yang berisik. Untuk itu, aku memilih keluar karena kegiatan di rumah pun sudah aku selesaikan.
Seraya mengayunkan kaki di atas rumput, aku membuka pejaman mata kala mendapati seorang remaja —yang tampaknya seumuran dengan Beomgyu, mengambil posisi duduk di sampingku. Pemuda berhidung mancung tersebut menghela napas sejenak. Tersirat rasa lelah di sana.
"Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan dan aku juga tidak berharap untuk hidup. Kenyataan bahwa semua terjadi di luar keputusanku terasa menyebalkan." Hembusan napas lelah kembali keluar hingga berkali-kali, seiring kepalanya yang ia dongakkan menghadap lukisan langit senja.
"Kau memiliki masalah, nak?" tanyaku. Remaja itu tidak menjawab dan aku cukup memaklumi itu. Hidup tak selamanya mulus, akan ada masa di mana kita terjatuh ke dalam cekungan. Lalu, tinggal apa yang akan kita lakukan; mencari cara untuk naik dan melanjutkan perjalanan, atau justru menggali lebih dalam untuk semakin terjatuh. Dan opsi kedua jelas bukan pilihan tepat.
"Tak bisakah mereka diam sebentar saja? Katanya aku harus pintar, aku harus terus belajar, tapi kenapa mereka mengganggu dengan bertengkar setiap waktu? Apakah kepintaran yang selalu mereka bumbung tinggi hanya untuk tameng saat mereka berpisah nanti? Oh ayolah, kurasa mati itu lebih baik." Pemuda dengan sweater bergaris tersebut akhirnya berujar kembali.
"Aku tak tahu masalah apa yang sedang kau alami. Tapi aku yakin, kau bukanlah satu-satunya," aku meliriknya sekilas, lalu kembali menggulir penglihatanku ke arah bunga-bunga daisy yang sibuk menari, "aku pernah membaca sebuah buku, ada kalimat yang cukup menarik di sana. 'Jika kau tak memiliki alasan untuk bertahan, tetaplah hidup untuk menemukan alasan tersebut'. Aku tahu ini adalah hal yang sulit, tapi, bukankah manusia memang diciptakan untuk itu?"
Suara semilir angin kini bercampur dengan sebuah isakan. Semakin lama, suara itu semakin keras dan melegakan. Aku pun membiarkan anak itu dan beranjak untuk memetik beberapa bunga daisy di depan sana. Lagipula, aku tak penasaran sedikit pun dan tidak ingin mencampuri urusan dia dan juga keluarganya. Aku hanya memberikan sedikit bantuan saja karena aku juga memiliki seorang putra.
Melihat Beomgyu yang senantiasa tersenyum, sebenarnya membuatku sedikit khawatir; apakah ia sedang memiliki masalah atau tidak. Tapi, aku mencoba untuk meyakinkan diri bahwa putraku adalah anak yang kuat dan dapat menyelesaikan urusannya sendiri. Hal-hal seperti itulah yang justru membuat Beomgyu tumbuh dewasa tanpa menyusahkan orang lain tak terkecuali orang tuanya sendiri.
Langit kian menggelap dan lampu-lampu berwarna kemuning mulai bekerja sesuai fungsinya satu per satu. Menyirami hamparan jalan dengan cahaya remang khas nuansa malam. Aku tak menyangka jika malam akan datang lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena aku terlalu lama duduk di sana. Jadi, lebih baik bergegas karena aku harus menyiapkan makan malam untuk anak-anakku.
Di tengah perjalanan, entah mendapat dorongan dari mana, aku memalingkan wajah ke belakang. Memastikan keberadaan pemuda tadi yang ternyata masih ada di tempat. Diam-diam, aku menghela samar. Sedikit merasa lega karena siapa tahu, anak itu tetap kukuh dengan keinginannya untuk meregang nyawa. Bagaimanapun, ia masih memiliki masa depan yang panjang. Aku hanya berharap dia tidak semenyesal diriku.