iii. Not You (1)

1 2 0
                                    

Semua ini baru berjalan selama hitungan hari, tetapi rasanya, waktu seakan telah menunjukkan hitungan tahun telah terlewati. Karena detik demi detik hanya aku habiskan untuk meneliti setiap memori tentangmu yang masih tersimpan rapi. Yang aku sendiri pun tahu bahwa tak akan ada waktu tersisa untuk hal lain lagi.

Mungkin, inilah yang menyebabkan atasanku menyuruhku untuk kembali mengambil cuti. Aku sempat bekerja kembali selama empat hari dan sepertinya, aku hanya menambah beban rekan kerjaku saja. Untuk itu, aku akan segera bertemu anak-anakku lagi.

Jujur saja, aku tak tega meninggalkan mereka berdua dengan suasana yang masih seperti ini. Aku yakin mereka masih membutuhkan beberapa patah kata penyemangat. Diriku sendiri saja masih kacau, apalagi mereka?

Hari sudah semakin larut, angin terasa semakin manusuk, dan burung-burung malam sudah mulai mengeluarkan suara mereka. Entah hanya perasaanku saja atau bukan, malam ini tidak seperti malam-malam lainnya. Aku tak dapat menjamin bahwa ini hal yang buruk, tapi aku merasa, sepertinya aku harus bergegas agar lekas sampai di rumah.

Begitu memasukkan kendaraan roda empat ini ke dalam garasi, dengan refleks aku mengarahkan kedua atensi ke atas —tepatnya ke arah jendela kamar Eun yang tanpa diduga masih menyala. Mereka pasti asyik bermain sampai lupa waktu. 

Ah, ingatan itu lagi. Wajah cemberut Taeyeon —mendiang istriku, seketika mengusik diriku karena anak-anak yang tak kunjung terlelap saat itu. Kedua indera penglihatannya bahkan seakan ingin melompat keluar setelah sebelumnya menggebrak pintu kamar Eun yang sontak membuat mereka berdua segera menelusup masuk ke dalam selimut.

Suara deritan pintu menggema di ruang tamu. Tapi tunggu, apa maksud dari bunga daisy dan dedaunan kering yang tersebar di setiap sudut ini? Tentu saja adikku yang sempat aku kerjakan untuk menjaga anak-anak sudah pulang, tapi, bukankah setidaknya ia membersihkan meja makan sebelum pergi?

Atau, apakah anak-anak bermain-main dengan hal-hal aneh seperti ini? Dan lagi, segelas darah di tengah meja benar-benar membuatku tidak bisa untuk tidak memikirkan kemungkinan buruk.

Semua yang tersaji adalah makanan makhluk halus.

Menyampirkan jas dan tas yang sedari tadi menggantung di tanganku asal-asalan ke punggung kursi, aku lantas memutar dan melangkah menaiki tangga. Menciptakan debuman menggelegar antara sol sepatu dengan tangga kayu yang cukup memekakkan telinga. Dari dalam hati, aku berharap semoga apa yang aku pikirkan adalah suatu kebohongan.

Daisy adalah bunga kesukaan Taeyeon, dan aku bersumpah jika aku mencium aroma Taeyeon sesaat setelah membuka pintu.

"Gyu?! Eun?! Kalian baik-baik saja? Ini ayah!" teriakku begitu menghidupkan lampu di kamar Beomgyu, pun di kamar Eun yang tanpa kusangka, tak ada seorang pun di sana.

Menghembuskan napas berat, aku menatap satu pintu di ujung lorong. Kamarku dan Taeyeon. Aku sama sekali belum masuk ke sana selain untuk mengambil baju dan juga berkas-berkas sebelum berangkat bekerja seminggu yang lalu. Itu pun hanya beberapa menit. Aku memilih untuk tidur di kamar Eun di malam setelah pemakaman Taeyeon berlangsung. Aku takut jika aku akan semakin merindukannya.

"A-ayah?" Tiba-tiba, pintu kamarku terbuka, disusul dengan kepala Beomgyu yang menyembul keluar. Air muka anak itu tampak bergetar ketakutan.

Kini, giliran Eun yang berlari menangis menghampiriku dan memeluk kedua lututku erat. Gadis itu mendongak. Memperlihatkan wajah mungil berpoles semburat warna merah dan guyuran air mata di permukaan pipinya.

"Mama kembali."

Daisy [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang