Prolog

7 5 1
                                    

Melangkahkan kakinya kesebuah cafe, seorang gadis melihat orang yang dia sayang sedang bercanda dan tertawa dengan gadis lain. Tak tau harus berbuat apa karena terlalu tiba-tiba. Ia melangkah mendekat, untuk memastikan.

Deg

"A-al.." Lirihnya setelah sampai didepan kedua insan yang beberapa detik lalu sedang bercanda dan tertawa bersama.

"L-loh, E-eh Nin? Lo ngapain disini?" Pertanyaan yang keluar dari mulut laki-laki didepannya ini. Alvino.

"Dia siapa sayang?" Pertanyaan kedua yang meluncur dari mulut seorang gadis yang tadi tertawa bersama Alvino.

Sayang? haha tak usah dibayangkan bagaimana sakitnya. Benar-benar sakit, sakit sekali. Gadis bernama Anastasyha Fenina Atleia itu segera keluar dari cafe tersebut ketika air matanya sudah tak dapat ia tahan lagi.

Tanpa sadar air matanya menetes, pergi melangkahkan kakinya menjauhi cafe tersebut tanpa meninggalkan sebuah perdebatan.

Namun, nyatanya kepala nya yang berdebat. Ia menyusuri setiap jalan. Niat hati ingin bertemu dengan pacarnya itu dicafe tadi, dan ingin sampai sana terlebih dahulu baru ia akan mengabari pacarnya.

Sangat kejutan yang tak terduga, mau semanis apapun didepan tidak menutup kemungkinan jika dibelakang sama saja dengan laki-laki diluaran sana.

Air matanya semakin deras, sangat sakit rasanya ketika orang yang kita sayang dan kita percaya ternyata mengecewakan semua kepercayaan yang kita berikan.

Ia harus kemana sekarang? kemana ia akan pulang? rumahnya sudah tidak ada lagi. Semuanya berantakan, hidupnya kosong.

Ia melangkahkan kakinya menuju sebuah pemakaman. Pemakaman kedua orang yang paling ia sayangi. Kedua orang tuanya.

Hanya mereka tujuan ia sekarang, walaupun tak bisa merasakan pelukan ketika kita bercerita betapa beratnya hari ini, setidaknya setelah bercerita dirinya merasa lega.

Seakan tahu jika dirinya sedang sedih, hujan turun begitu derasnya. Semua insan yang sedang sibuk dengan aktivitasnya segera berteduh untuk menghindari rahmat Tuhan satu ini. Kecuali gadis itu.

Fenina bersyukur, karena hujan setidaknya tangisan dirinya bisa teredam. Ia tak takut dengan hujan, walaupun sekarang dirinya berada di pemakaman seorang diri, karena siapa orang gila yang ingin di pemakaman saat hujan deras? sepertinya hanya gadis itu sendiri.

Ia tak peduli, dirinya benar-benar lelah dengan semuanya. Selama ini ia sendiri setelah kedua orang tuanya meninggal, lalu Alvino datang dengan semua kata-kata manisnya. Yang ternyata semuanya hanyalah kebohongan.

Ia memeluk nisan ibu nya, menangis dengan kepala yang ia letak diatas nisan itu. Menceritakan bagaimana dirinya mencoba mempertahankan hidupnya tanpa mereka. Memang ada Alvino disisinya, tapi hanya sebagai penyemangat tanpa membantu apapun.

Pandangan Fenina memburam, kepalanya benar-benar pusing. Dirinya pun tergeletak tak sadarkan diri di tengah-tengah makam kedua orang tuanya. Dibawah hujan deras, Bandung menjadi saksi bisu kesedihannya.

•••

Gimana? semoga suka ya, ini masih prolog ya jadi cuma segini haha. Cuma pengenalan awal mulanya aja.

Jangan lupa vote sm komen nya ya cingtah😻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bandung dan MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang