| Prolog |

35 12 34
                                    

"Hiduplah dengan sedikit sekali rasa penyesalan. Berjuanglah 200% untuk hasil 100%. Dan jangan pernah memiliki keinginan untuk membahagiakan semua orang, karena itu mustahil"

•~Naza Elshanum Sehrish Maizura.~•

**********

Gadis itu berdiri dengan penuh rasa bangga pada dirinya sendiri. Dia menatap para siswa dan siswi yang duduk didepannya. Siswa-siswi berjiwa muda dan berbakat. Melihat anak-anak itu, membuat Naza teringat akan masa lalu. Masa-masa saat ia remaja, masa-masa saat ia mulai tumbuh, masa-masa dimana ia menganggap semua hal didunia ini jahat karena telah membuatnya sakit.

Gadis itu perlahan tersenyum, sampai tanpa sadar, dia sedikit meneteskan air mata. Tidak, bukan karena sedih, tapi karena rasa terharu yang begitu menumpuk dalam hatinya.

"Yang berdiri disamping saya ini, adalah salah satu murid, yang dari dia sekolah disini, selalu menyita perhatian saya"

Salah seorang guru dari sekolah itu sedang berbicara, sambil menunjuk kearah Naza, dan tersenyum lembut. "Dia yang misterius, dia yang pendiam, dia yang pemalu. Gadis pemalu yang selalu ragu untuk mengepakkan sayap indahnya" Ucap guru perempuan itu.

Naza tidak mampu untuk berkata-kata lagi. Gadis itu hanya tersenyum lembut, kemudian sesekali mengangguk. Bermaksud hati membenarkan apa perkataan sang guru tersebut.

"Dia Naza Elshanum, yang dulu selalu bilang, saya tidak mampu, saya lelah. Namun nyatanya, sekarang dia berdiri disini, sebagai salah satu dari banyaknya alumni sekolah ini, yang sukses, dan mampu menunjukkan pada dunia, bahwa dia mampu"

***************

Langit mendung tiba-tiba saja datang dan membuat kota menjadi sedikit gelap. Lampu-lampu jalan mulai dinyalakan. Beberapa orang yang sedang berjalan ditrotoar, perlahan mulai mempercepat langkahnya. Oh! Ayolah, siapa yang ingin terkena guyuran hujan disore hari?

"Rapat besok akan dimulai pada pukul sembilan, bu" Sebuah layar yang tertancap pada dashboard mobil merah itu bersuara, memecah keheningan yang sejak tadi menyeruak pekat dalam mobil itu.

"Siap." Jawab Naza sejenak, lalu ia menghela nafas. "Atur juga rapat untuk GarnX Company, besok sore, pukul 4 lewat tiga puluh menit"

"Empat lewat tiga puluh menit terlalu mendekati maghrib, bu. Apa ingin di ganti setelah maghrib? "

Naza terdiam sejenak. Gadis itu menatap nanar pada jalanan macet didepannya. Sedetik berikutnya, Naza menghela nafas. "Oke, rubah jadi jam dua lewat tiga puluh menit. Rapat hanya akan berlangsung sampai pukul empat"

Layar monitor itu langsung menggelap sesaat setelah Naza menekan tombol telfon berwarna merah yang semula terpampang pada layar itu. Dengan wajah yang sedikit lesu, Naza kembali berusaha fokus mengendarari mobilnya.

Didalam mobil itu, Naza tidak sendiri. Dia ditemani oleh dua orang guru SMA nya, yang sore ini, dia akan makan bersama dengan mereka.

"Jadi seorang pengusaha, juga menjadi seorang guru les privat, kamu juga seorang penulis novel, dan kadang, kamu menjadi penyanyi, serta pembuat lagu?. Ah! Naza, kamu benar-benar mengepakkan sayapmu? " Puji Bu Roswi, seorang guru perempuan yang duduk tepat disebelah kursi kemudi.

Naza terkekeh, "Saya berhenti menjadi kupu-kupu yang pemalu, bu"

"Benar! Kamu berhasil membuktikan, kamu mampu, Naza" Sahut salah seorang guru perempuan lain, yang duduk dibangku tengah, bersama dengan satu guru lainnya.

Total, ada empat orang dalam mobil itu. Mereka bercengkrama. Membahas banyak hal. Mulai dari harga barang-barang di pasar yang kian naik, sampai pada harga saham sebuah perusahaan minuman keras, yang kini kian turun nilainya.

"Naza belom ada niat untuk menikah? " Celetuk Bu Amba, seorang guru perempuan, yang dulunya adalah wali kelas dari Naza.

Naza menjawab dengan geleng kecil. Saat ini, mereka berempat telah duduk berhadapan dimeja makan dalam sebuah restoran. Bu Roswi yang duduk tepat disamping kiri Naza, tanpa diduga, langsung menepuk bahu Naza, bermaksud untuk menenangkan gadis itu yang raut wajahnya mendadak menjadi gelisah.

"Segera cari cowok, Naza. Nanti keburu telat" Sahut Bu Rini. Seorang kepala jurusan di SMA Pelita Kasih.

"Naza berkarir dulu, pasti. Nikahnya nanti-nanti aja, kan Naza masih muda" Sahut Bu Amba, sambil mulai melahap steak tandeloin miliknya.

Sepanjang percakapan dalam restoran itu, Naza tak banyak bicara. Gadis itu hanya fokus memerhatikan tiga orang guru yang berada disatu bangku bersamaanya saat ini. Tiga guru itu berbincang mengenai banyak hal. Dari perkembangan dunia pendidikan, susahnya mengatur murid, dan masih banyak lagi.

Naza menikmati hidangan penutup yang kini tersaji dihadapannya. Sebuah ice cream rasa coklat, dengan satu buah strawberry diatasnya.

Naza mengangkat pandangannya sejenak, menatap sang pramusaji yang masih berdiri disamping mejanya, bersiap hendak pergi.

Namun, seketika tatapan mata Naza terkunci. Gadis itu menatap lekat pramusaji itu. Bagaimana tidak? Kaca mata itu, proporsi tubuh tinggi, dengan kulit putih dan pipi sedikit tembam.

"Tunggu... "

Kata itu keluar begitu saja. Sesaat setelah Naza berdiri dari duduknya. Gadis itu menatap lekat pada sosok pramusaji yang kini menatapnya balik dengan sorot mata bingung.

Perlahan, Naza berjalan mendekati pramusaji yang berdiri tak jauh dari mejanya. Dengan mata nanar dan penuh rasa penasaran, Naza melepas topi merah yang sedikit menutupi wajah sang pramusaji itu.

Dan, betapa terkejutnya Naza, kala ia lihat dia berdiri disana. Mengenakan seragam pramusaji berwarna hitam.

Dia...

Yang dulu mengukir luka begitu dalam.

------------o0o------------

Hallo temen-temen.
Aku Lilinn Kusam, atau kalian bisa panggil aku Lyn.

Thanks udah baca prolog dari cerita ini. Semoga kalian suka dan berniat membaca part selanjutnya.

Dari aku...

Sampai jumpa di part selanjutnya, dan
Jangan lupa votenya yaa....

RusakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang