"Bagaimana dia?" Pria berambut ikal menghampiri wanita berjubah hitam dengan tudung yang terbuka. Menyentuh pundaknya.
"Dia menerima hukumannya dengan baik, Tuan. Tidak memberontak sama sekali. Tadinya saya berniat untuk memberinya beberapa siksaan agar dia mau buka mulut mengenai kelemahan Atra, tapi sepertinya itu tidak perlu." Wanita berjubah menatap penyihir kerajaan Atra yang berhasil mereka tangkap dan dimasukkan ke kamar pelayan, dikurung di sana. Penyihir dengan perawakan kecil dan rambut pirang pendek di sana terlihat sangat lemah daripada dia. Sehingga dia berpikir kalau beberapa bentakkan saja sudah cukup untuk membuatnya bergidik ketakutan.
"Baguslah kalau begitu. Kita harus terus mengawasinya karena kita tidak tahu seperti apa kemampuannya yang sebenarnya."
"Lapor, Yang Mulia Raja Araval. Semua tentara kerajaan Atra sudah dimasukkan ke penjara bawah tanah." Prajurit yang masih mengenakan baju zirah menghampiri tuannya dengan berlari dan kini napasnya sangat kacau.
"Biarkan mereka berhimpitan di sana. Kita lihat seberapa kuat mereka bertahan. Jangan lupa untuk terus mendesak mereka agar mau bergabung dengan Lorford atau mereka akan mati kehabisan napas di sana. Bawa juga beberapa orang tentara Atra untuk meyakinkan mereka kalau Saradoc hanyalah seorang penakut yang bersembunyi di balik perlindungan pasukannya."
"Sesuai perintah Anda, Yang Mulia Raja Araval." Prajurit menunduk hormat lalu meninggalkan tuannya.
"Hari semakin larut, sebaiknya kita segera istirahat, Renee." Araval memegang kedua pundak wanitanya dengan kedua tangan, menghirup dalam-dalam udara di bagian leher kiri Renee.
"Sesuai perintah Anda, Yang Mulia Raja Araval." Renee memandang wajah tuannya sambil tersenyum manja.
Sementara di Demetrios, Edmund yang tidak bisa tidur, memutuskan untuk mengunjungi lagi perempuan berambut merah di penjara bawah tanah. Prajurit yang berjaga di sana terkejut karena junjungannya mengunjungi tempat kotor dan pengap itu menjelang tengah malam.
"Apa yang membuat anda berkunjung ke penjara bawah tanah selarut ini, Yang Mulia?" Salah satu prajurit meletakkan tangan kanan terkepal di dada kiri ketika bertanya. Kedua matanya menatap lantai karena terlalu lancang untuk menatap langsung ke arah tuannya.
"Aku hanya ingin melihat apakah tahanan kita ini masih bernapas atau tidak." Edmund tersenyum membiarkan kedua prajurit di depannya kebingungan. "Bukakan pintunya."
Tanpa bertanya untuk kedua kalinya atau melarang Edmund masuk dengan alasan membahayakan keselamatannya, mereka membuka kunci pintu penjara.
Edmund masuk dengan langkah tenang menghampiri wanita berambut merah. Remang-remang wajahnya terlihat lebih pucat dari terakhir kali Edmund mengunjunginya. Kepalanya tertunduk dan wajahnya terhalangi oleh rambutnya.
"Angkat kepalamu jika kau bisa mendengarku," perintah pria berambut pirang dengan kedua tangan terkunci di belakang tubuh.
Tak lama, tahanan wanita mengangkat kepalanya dengan lemah. Memaksa matanya untuk tetap terbuka, tapi tidak bisa. Membuatnya tampak seperti orang mengantuk.
"Aku tanya sekali lagi. Siapa namamu? Dari mana atau organisasi apa kau berasal? Siapa yang menyuruhmu?" Edmund menanyakannya pelan dan perlahan agar semua pertanyaannya bisa masuk melalui telinga dan meresap ke hati wanita itu.
Namun, yang ditanya seolah tidak lagi memiliki tenaga untuk berbicara. Edmund mengira itu wajar karena dia sudah beberapa hari tidak makan dan minum. Jadi, Edmund merogoh saku pada jubah tidurnya, berniat mengeluarkan barang yang sudah disiapkannya sejak tadi.
"Apa yang anda janjikan terkahir kalo itu benar?" Dengan napas kacau, tahanan itu berusaha berbicara.
Edmund mendekatkan wajahnya pada wanita berambut merah, menatap dalam-dalam matanya yang sayu.
"Jika kau mau bekerja sama denganku, akan kupastikan janji itu benar."
"Namaku Anna Silver dari organisasi Magiclight. Semua orang di dalamnya adalah pembunuh bayaran. Karena aku selalu gagal menjalankan tugas, seluruh anggota Magiclight membenciku dan mengancam akan mengusirku dari organisasi jika aku gagal lagi di misi ini." Anna berhenti sejenak untuk mengatur napasnya. "Ternyata aku gagal dan berakhir di sini. Kedua orang tuaku sudah mati saat desa tempat kami tinggal diserang kaum bar-bar. Seandainya saja aku bisa kabur dari penjara ini dan kembali ke Magiclight, mereka akan bersikap seolah aku tidak pernah ada di sana. Atau yang paling parah, mereka akan memberikan hukuman yang bahkan lebih menyakitkan dari yang aku terima sekarang. Jadi, aku pasrah. Jika ini adalah akhir hidupku, maka akan dengan senang hati menerima kematianku di tempat yang gelap ini. Tapi, setelah kau mengatakan mengatakan janjimu tadi, aku seolah memiliki sedikit harapan. Jadi, aku mohon ... bantu aku agar bisa menjadi lebih kuat lagi dari aku yang sekarang ini, Yang Mulia Raja Edmund."
Karena tidak bisa membuat sikap hormat sempurna, Anna hanya bisa menundukkan kepala sejenak, lalu mengangkatnya kembali.
"Baiklah." Edmund memejamkan mata sejenak, lalu membukanya kembali. "Kalau begitu sepakat."
Edmund menarik tangannya, mengeluarkan botol kecil air dari sakunya, membuka tutupnya dan dengan hati-hati memasukkan ujung botol ke mulut Anna agar dia meminumnya. Awalnya Anna terkejut dengan sikap Edmund, tapi rasa kehausannya mengalahkan rasa terkejut di hatinya. Sepengetahuannya, seorang raja tidak akan pernah memberikan minum langsung dengan tangannya pada seorang tahanan. Jangankan memberinya minum, berinteraksi dengan rakyat saja adalah hal yang sangat langka untuk ditemukan. Mereka biasanya akan menyuruh pelayan atau prajurit sebagai perpanjangan tangannya. Namun, apa yang dilihat Anna kali ini berbeda.
Setelah air di botol habis, Edmund mengeluarkan roti dari sakunya yang lain. Prajurit yang berjaga, meski penasaran mereka tidak berani melihat ke dalam karena tuan mereka sudah memberi isyarat agar tidak ada salah satu di antara mereka yang menoleh ke dalam.
Edmund menyiapkan roti kecil ke mulut Anna dengan tangan kanannya. Wanita itu dengan rakus melahap roti itu seperti sapi yang tengah memakan rumput. Meski sedikit, Anna merasa lebih baik dari sebelumnya. Tanpa mengatakan apa pun, Edmund meninggalkan Anna.
"Mulai besok pagi, bebaskan tahanan ini dan tempatkan dia di kamar pelayan." Perintah Edmund dengan kedua tangan terkunci di belakang badan.
"Tapi, Yang Mulia, a-apa Anda yakin dengan keputusan itu?" Tanya salah seorang prajurit karena dinilai perintah tuannya ini tidak masuk akal.
"Lakukan saja apa yang kukatakan." Setelah mengatakannya Edmund pergi keluar penjara, menuju kamarnya dan beristirahat.
Esok harinya, tepat saat matahari sudah berada di atas gunung, dua utusan dari Neladia beranjak dari istana Demetrios menuju kerajaan mereka. Edmund sendiri yang mengiringi kepergian mereka, juga disaksikan oleh prajurit yang berjaga di luar istana. Emas yang mereka bawa diserahkan pada Fodel Baldric untuk dikelola. Edmund menyuruh beberapa prajurit untuk membagikan rempah-rempah pada rakyat dan jika masih ada banyak yang tersisa para prajurit bisa mengambilnya, tapi jika mereka tidak mau mereka bisa memberikannya pada para pedagang rempah-rempah untuk dijual kembali. Sementara tiga orang budak dari Neladia ditempatkan di ruangan khusus yang berada di dekat pintu penjara bawah tanah. Rencananya Edmund akan memastikan apakah mereka hanya budak biasa atau bisa Edmund manfaatkan untuk sesuatu yang lain.
"Yang Mulia, apa maksudnya semua ini?"
Wanita dengan perawakan tinggi dan rambut ungu panjang sepunggung yang tubuhnya terbalut gaun warna hitam dengan motif tanaman merambat warna putih, tiba-tiba muncul di belakang Edmund dengan kedua tangan tersilang di depan tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
New Ruler
FantasySepeninggal kedua orangtuanya, Edmund menggantikan ayahnya memimpin Kerajaan Demetrios. Dia berambisi untuk menyatukan Benua Cambrean di bawah kekuasaannya, tapi Kerajaan Almortaza dan Zanxavier menghalanginya. Kerajaan Almortaza terkenal dengan pas...