6

98 67 99
                                    

6 Februari 2001


Aku Buana. Kalian akan membaca tentang keseharianku sekali lagi.

Mungkin agak membosankan.

Malam ini aku duduk di atas meja belajar dengan sebuah kotak, ditemani suara jangkrik yang bernyanyi.

Diiringi angin kipas yang kencang, baling-baling lipat itu terlalu berputar cepat, sampai udara menusuk ketulang.

Suasana di rumah terbilang sunyi. Di rumah ini aku sendirian, ibu belum pulang kerja.

Sudah biasa.

Setiap pagi pergi kerja, dan pulang larut malam. Itu sebabnya, aku tidak punya waktu lama bersama ibu.

Ayah?

Entahlah, mungkin bahagia bersama keluarga barunya.

Rumahku terbilang bernuansa Belanda, kali ini aku menghela napas dan mengedarkan pandangan menatap luar jendela. “Bintang, apa seindah itu sampai-sampai aku dianggap sebagai bintang seseorang?”

Sekiranya itu ucapanku pada udara.
Mungkin, hanya makhluk ghaib yang bisa mendengar.

Pikirku, bintang terlalu jauh di atas sana. Terlalu indah. Namun, aku lebih indah dari apapun, kenapa tidak dianggap sebagai bulan saja?

Kembali aku menatap kotak yang ada di depanku. Kotak ini berisi 3 lembar surat dari seseorang tanpa nama berikan.

Ingin kubuang, tapi sayang jika belum mengetahui secara langsung orang yang memberi.

Jika sudah kutemukan pemilik kertas ini, maka akan kubuang. Setidaknya, aku harus sedikit menghargai, walau terlihat tidak punya hati.

***

Teruntuk Buana Agistara.

Nona, apa kamu pernah mendengar tentang Bima sakti?

Bukan Bima kartoon yang suka makan ladoo. Tapi, tentang bintang yang mengelilingi matahari dan bintang yang membentuk galaksi.

Bima sakti, adalah sebutan untuk dua ratus miliar hingga empat ratus miliar bintang yang mengelilingi matahari.

Nona, kamu tahu tidak? Jumlah bintang yang ada setiap malam, hanya 1% dari kumpulan bintang tata surya.

Aku rasa, kamu setara dengan dua ratus miliar hingga empat ratus miliar bintang.

Kamu satu, tapi bisa membuat galaksi di hatiku. Kamu satu, tapi tatapanmu membuat tata surya dimataku.

Entah seperti sihir, ataukah kamu memang penyihir. Intinya, dari seratus pria Gerilya yang mengejarmu, aku adalah satu dari jejeran mereka.

-Langit tanpa nama


Bagaimana? Sajaknya indah tidak?

Menurutku, susunan kalimat ini sedikit indah. Aku yakin, pemuda itu sudah bersusah payah merangkai kata.

Terkadang, aku merasa terlalu dipuja oleh semua orang. Sejujurnya, aku hanya Buana dengan bandana yang sama. Hanya gadis yang cuma bisa memainkan satu alat musik. Tidak lebih dari itu.

Lantas, kenapa para pemuda Gerilya menganggap Buana layaknya Dewi Aphrodite?

Bertubi-tubi mereka mengatakan, “Taruhan mendapat Buana.”

Halah... Bagiku itu hal yang biasa.

Ingin rasanya diriku menjadi Succubus dari pada menjadi Aphrodite.

Entahlah, aku pikir Buana membutuhkan cinta tanpa sensasi, rasa tanpa misi. Dan, keinginan tanpa abal-abal imajinasi.

Apa mungkin? Mereka akan merasa tidak pantas untuk Buana.

Rasanya ingin aku tempel disetiap dinding kelas dengan poster bertuliskan, 'Buana itu Jahat'.

Aku menganggap diriku terlalu jahat.

Berapa harapan yang kuberikan?

Berapa hati yang kupatahkan?
Berapa orang yang menganggapku menawan?

Berapa jantung yang sudah kubuat tertahan? Aku rasa, aku terlalu jahat.

Sudahi dengan pemikiranku itu. Saat ini, aku berdiri memegang besi balkon. Menatap langit yang selalu gelap jika malam...

Bukankah memang gelap?
Sudahlah, aku bercanda.

Kulihat, bintang di sana begitu banyak. Terang, menemani sinar bulan yang mulai remang-remang.

Di atas sana bintang menemani bulan. Dan, aku ditemani nyamuk yang berkeliaran.

Sedikit menyedihkan bukan?

"Bintang,"

Kata itu membuatku teringat dengan sajak tadi pagi. Sudut mataku memandang kearah kertas yang kupegang. “Kamu bodoh. Aku mohon, jangan terlalu jatuh.”

Hanya itu yang ingin kukatakan.

Untuk langit tanpa nama, tolong jangan katakan suka. Karena Buana tidak suka.

Jangan jatuh cinta. Terutama jika jatuh cinta pada Buana Agistara.

Cukup tahu itu, kamu akan terluka.

Aku tidak seindah itu sampai-sampai disamakan dengan bintang. Harusnya aku disamakan dengan bulan!

Dasar Tara yang bodoh!

***


“Kamu tahu itu surat dari Tara-mu, kenapa tidak membalas?”

“Untuk apa? Buaknnya Tara-ku sudah dapat banyak surat?”

“Kamu cemburu?”


@rnndt_sfyn


See you next 💫

SAJAK NABASTALA || END✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang