Siapa?

378 57 2
                                    

Jenni memeluk Gavin begitu erat dan penuh kasih setelah keponakannya itu diajak pulang ke rumah oleh Aksara yang ikut mencari keberadaannya.

"Jangan nangis ya, Gavin udah aman di sini. Gavin gak usah hidup sendiri lagi, aunty sama uncle gak mau terjadi sesuatu sama kamu." Ucap Jenni.

Gavin memang sangat disayangi oleh orang tua Aksara. Aksara yang merupakan anak tunggal begitu senang saat Ia memiliki Gavin sebagai adiknya meski mereka adalah sepupu. Begitu juga sebaliknya.

"Gavin mandi dulu ya nak, habis itu kita makan malem. Kamu juga mandi Aksa." Ucap Mino.

"Iya dad. Ayo Gav." Ucap Aksa sambil mengajak Gavin ke atas. Gavin juga punya kamar sendiri di rumah itu.

"Makasih ya Jen, kamu juga sayang banget sama Gavin." Ucap Mino sambil memeluk Jenni.

"Gavin udah kayak anak aku juga. Dia anak yang baik dan tulus seperti Aksa." Ucap Jenni.

****

Gavin datang ke kampus bersama Aksara. Baru saja Gavin meletakan helmnya, tiba-tiba tangan Gavin ditarik oleh Gala.

"Aku mau bicara Gav.."

"Gak ada yang perlu dibicarain lagi Gal, lepasin aku mau ke kelas."

"Gak, aku mau kita bicara Gav."

"Gal, aku mau kita udahan.." ucap Gavin membuat Gala menatapnya sendu.

"Bentar lagi kamu sama Azrel tunangan, jadi tolong jangan cari aku lagi Gal. Kita sampai di sini ya.." ucap Gavin kemudian memilih pergi dari sana. Sementara Aksara hanya menepuk bahu Gala.

"Keputusan ada di tangan lo Gal, gue cuma gak mau liat Gavin terluka lagi. Dia udah cukup banyak kehilangan dari dulu." Ucap Aksara sebelum ikut meninggalkan Gala.

Kabar bahwa Gala dan Azrel akan tunangan menyebar dengan cepat di kampus terutama di fakultas Gala. Banyak yang senang, namun mereka bingung. Bukankah Gala baru saja jadian? Bahkan belum lama saat Gala confess setelah ospek selesai. Beberapa orang bahkan mengira bahwa Gala hanya membantu Gavin untuk jauh dari David.

Sementara itu di sisi lain, Azrel merasa belum puas karena Gala masih saja berusaha memperbaiki hubungan dengan Gavin. Dan kini Azrel mulai terang-terangan menunjukan rasa ketidaksukaannya jika Gala selalu membahas Gavin.

"Gala" panggil Azrel.

"Iya?"

"Kamu nerima kita dijodohin kan?" Tanya Azrel membuat Gala mengalihkan atensinya penuh pada sahabatnya itu.

"Rel, kamu tau kan aku udah anggep kamu kayak saudara aku sendiri? Aku gak bisa Rel, aku cinta sama Gavin." Ungkap Gala jujur dan memang benar adanya. Namun hal itu ternyata membuat Azrel semakin sakit hati.

"Kapan kamu mau liat aku Gal? Yang selalu ada buat kamu itu aku! Aku cinta sama kamu tapi kamu malah liat Gavin yang jelas-jelas baru kamu kenal."

"Rel—"

Azrel pergi begitu saja tanpa menghiraukan Gala yang terus memanggilnya. Azrel semakin kesal saat tau bahwa Gala tidak mengejarnya.

"Gavin.." desis Azrel.

****

"Sendirian aja Gav?" Gavin yang tengah memeriksa laporan yang diberikan oleh anggotanya pun menoleh. Ia sedikit terkejut akan kehadiran Jeffri.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Gavin. Jeffri tersenyum kemudian duduk di depan Gavin.

"Gue bosen terus iseng main ke sini." Gavin hanya menganggukan kepalanya. Dia tidak masalah akan kehadiran Jefri karena memang

"Gav, lo sama David gimana?" tanya Jefri.

"Kenapa lo nanya itu?"

"Ya gue nanya aja, kalian udah putus tapi masih deket"

"Emang kalo putus harus musuhan?" Tanya Gavin.

"Ya engga sih. Tapi lo emangnya gak ada rasa lagi gitu sama David?"

"Kalo pun masih ada, semua gak akan sama kayak di awal Jef"

"Hmm. Terus gimana lo sama Gala?" Gavin hanya menatap Jeffri sebentar kemudian menggeleng.

"Gak ada yang harus dibahas tentang gue sama Gala" saut Gavin. Jeffri menatap pemuda manis incaran banyak orang termasuk dirinya sendiri mungkin?

"Lo gak pulang?" Tanya Gavin.

"Bentar lagi deh, gue males di rumah bosen banget" Ucap Jeffri hanya diangguki oleh Gavin. Keduanya berbincang hingga lupa waktu.

"Anjir udah jam 4 aja" ucap Jeffri membuat Gavin ikut melihat jam yang menempel di dinding.

"Lo mau pulang?" Tanya Gavin.

"Iya. Lo mau ikut?"

"Duluan aja, gue masih mau di sini"

"Ini udah sore kali Gav, lagian laporan lo udah beres kan?" Gavin mengangguk.

"Bentar lagi lah gue balik. Lo duluan aja"

"Bener nih?" Tanya Jeffri memastikan. Gavin pun mengangguk mantap karena memang dia berencana pulang jam 5. Akhirnya Jeffri pamit untuk pulang lebih dulu karena sang ibu sudah mengiriminya pesan berkali-kali.








Gavin turun melewati tangga biasanya menuju parkiran. Namun kali ini rasanya sedikit aneh karena kampus sudah sepi. Biasanya akan ada banyak mahasiswa kelas malam yang datang. Merasa takut, Gavin mempercepat langkahnya. Ini sudah jam 6 sore dan area kampus sudah mulai gelap. Tadinya Gavin akan langsung pulang, namun Ia memilih mengerjakan tugasnya dulu hingga lupa waktu.

Gavin bernafas lega begitu ia sampai di parkiran. Gavin lantas mengambil ponselnya untuk menghubungi Aksara. Namun sepertinya hari ini adalah hari sial untuknya. Ia menghela nafas dalam ketika ponselnya mati karena habis daya.

Akhirnya Gavin memilih mencari taksi ke depan kampus. Sampai di halte, Gavin duduk menunggu hingga perutnya berbunyi karena lapar. Menatap sekeliling, Gavin memilih untuk menuju toserba membeli beberapa camilan. Tanpa Gavin sadari bahwa saat ini ia sedang diincar.




















"Mati lo Gavin!"

"Gavin butuh darah banyak!"

"Bunda?"

*****

MINE [JAENORI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang