Ungkapan bahwa 'keluarga adalah segala nya' memang benar adanya. Peran mereka sangat dibutuhkan dalam mengarungi samudera kehidupan yang berliku dan penuh gejolak persoalaan hidup. Sejauh mana kita melangkah, keluarga adalah tempat kita kembali.
Apapun masalah yang sedang dihadapi, keluarga adalah tempat yang selalu bersedia menampung dan menerima segala keluh kesah dan tentunya memberikan jalan keluar yang terbaik dari semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan.
Yeah, begitulah definisi keluarga secara umum. Akan lebih baik jika keluarga itu utuh tanpa kekurangan apapun. Seperti yang sedang dialami oleh salah satu keluarga yang tinggal di sebuah apartemen sederhana.
"Sayang, aku bahagia," ucap seorang wanita sambil bergelayut manja di lengan suaminya. Suaminya mengangguk. Mengelus rambut panjang istrinya dengan senang.
Dua pasang suami istri itu tengah memandangi ketiga anak kembar mereka yang masih bayi.
"Hngh, nyam, nyam." Salah satu bayi mereka yang tidur di tengah tampak bergumam. Kaki dan tangannya tak bisa diam. Sesekali menabok atau menendang kedua saudaranya di samping kanan kiri.
Seperti merasa tidak terima, bayi yang berada di sebelah kanan balas menendang bayi yang ditengah meskipun dengan mata tertutup. Sedangkan bayi yang disebelah kiri diam saja dan terus melanjutkan tidurnya tanpa peduli melihat kedua saudaranya yang kini sedang main tendangan-tendangan.
Ibu dari ketiga bayi itu pun terkekeh geli melihat tingkah anaknya. "Lihatlah. Bayi yang ditengah, yang kita namai Taufan begitu aktif ya, sayang."
Amato, nama bapak tiga kembar mengangguk setuju. Mengulas senyum bahagia melihat kegiatan bayi-bayi mereka itu. "Yang di kiri, Halilintar. Sepertinya akan seru jika berinteraksi dengan Taufan."
"Ahaha. Kuharap ketika mereka tumbuh dewasa Taufan dan Hali tidak seperti sekarang. Mereka terlihat suka bertengkar. Semoga mereka akur jika sudah besar nanti."
"Tenang saja, sayang. Kan ada Gempa. Anak ini mungkin bisa menjadi penengah."
"Kamu benar. Aku tidak sabar menunggu mereka cepat dewasa."
"Iya. Rumah ini akan ramai oleh mereka bertiga."
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu apartemen mereka ketika sepasang suami istri itu sedang mengagumi anak-anak mereka.
Amato pun berdiri. "Biar aku yang membuka pintunya."
Dari sekian banyak manusia yang sudah berumah tangga, pasti ada saja yang mengalami nasib buruk. Seperti salah satunya adalah tetangga mereka berdua.
Seorang wanita berusia tiga puluh lima tahunan. Seorang yang ditinggal suaminya karena belum juga mendapatkan mongmongan selama sepuluh tahun mereka menikah. Wanita itu tidak bisa mengandung entah kenapa. Dia iri melihat keluarga Amato dengan mudahnya mendapatkan banyak anak. Padahal Amato dan istrinya baru saja menikah satu tahun yang lalu.
Akhir-akhir ini wanita itu selalu melihat Amato dan istrinya jalan bareng sambil membawa bayi-bayi mereka dengan bahagia. Si wanita tersebut juga ingin punya anak. Ingin merasakan kebahagiaan bersama suaminya dan mendapatkan seorang anak. Wanita itu selalu menangis meratapi nasibnya yang malang.
Dan malam ini ia sudah tidak tahan. Perasaan iri dengki telah memuncak. Menciptakan rasa kebencian tiap melihat keluarga Amato.
Jadi, ketika pintu dibuka oleh Amato, si wanita tanpa pikir panjang segera menghunuskan pisau yang dibawanya dari dapur apartemennya sendiri. Kini pisau itu tertanam dalam perut Amato. Perlahan rembesan darah segar keluar dari sela-sela pisau.
"Maaf. Maaf, aku sudah tidak tahan," gumam si wanita dengan sedih, namun seulas senyum jahat tercipta dari sepasang bibirnya.
Amato tentu saja terkejut. Melirik perutnya yang mulai merasa denyut nyeri, perih dan rasa sakit yang teramat sangat. "Kenapa kau -Aaaa!!"
Jleb! Jleb! Jleb!
Sambil terkekeh-kekeh senang, wanita itu menarik pisau dapurnya untuk kemudian di tusukkan kembali ke perut Amato secara berulang kali.Bruk!
Amato pun terjatuh. Memeluk perutnya yang penuh darah. Wajahnya perlahan mulai memucat, menatap ngeri pada si wanita yang kini sedang tersenyum-senyum gila.
"Sayang, siapa yang datang -oh, ya ampun!!" Istri Amato menghampiri lantaran tak mendengar suara apapun dari ruang depan. Dan setelah berada di ruang depan, dia mendapati suaminya sedang sekarat. Pandangannya beralih ke arah pisau yang tengah dipegang oleh si wanita tetangga yang kini sedang menghampirinya.
"Sekarang giliran kamu," kata wanita itu sambil tertawa-tawa.
Segera saja istri Amato berlari ke dalam. Akan tetapi si wanita gila dengan cepat menubruknya hingga mereka berdua terjatuh.
"Khukhukhu, kamu lebih baik mati!"
Jleb! Jleb!
Tusukan demi tusukan dihunuskan pada punggung ibu dari ketiga anak kembar itu.Diam-diam tanpa si wanita gila itu sadari, dari ruang depan, sebelum Amato merasakan ajalnya segera menjemput, pria itu dengan sisa tenaganya mengambil ponsel dalam saku celana. Lalu melakukan sebuah panggilan pada polisi terdekat menggunakan nomor darurat.
..
"Yah, sudah mati. Hihi." Si wanita gila berdiri dari punggung penuh darah istri Amato itu.
Wanita itu pun berjalan menghampiri kamar bayi.
"Aku ingin punya anak, hiks, hiks. Aku ingin punya anak," gumamnya sambil terus berjalan. Kali ini sambil menangis sesenggukan. Ciptratan darah tadi memenuhi wajah wanita itu. Membuat dia otomatis mengusapi darah yang berada di sekitar mata.
Gara-gara itu ketika ia membuka pintu ruangan, wanita itu malah terus berjalan tak melihat kalau ketiga anak-anak Amato sedang tiduran di atas kasur lantai. Dan ...
Krak! Krak!
"Oeoeoe!" Suara tangis bayi membuat wanita itu terdiam. Lalu celingukan mencari asal suara."Bayi. Mana bayiku?"
Tanpa wanita itu sadari kalau dirinya sedang menginjak kedua kaki dari bayi yang bernama Gempa, membuat bayi itu langsung menangis kesakitan. Tulang kaki bayi yang masih rawan, tentu saja akan retak jika diinjak begitu.
"Ohoho, ternyata ada di bawah," kata wanita itu segera menyingkir dari kaki Gempa dan berjongkok.
"Oeoeoe!" Bayi Gempa masih terus menangis karena kakinya yang kini tidak bisa digerakkan. Mendengar tangisan salah satu bayi itu membuat kedua bayi yang lain tertular. Ketiga bayi itu pun menangis bersamaan.
Sedangkan si wanita gila malah senang melihat ketiga bayi itu menangis semakin keras. Wanita itu berencana akan mengambil bayi-bayi keluarga Amato tuk dirinya yang tidak bisa punya anak.
Sayangnya hal tersebut hanyalah sebuah harapan semata. Tak lama kemudian para polisi datang meringkus wanita itu.
Ketiga bayi kembar tersebut segera diamankan. Amato dan istrinya meninggal akibat luka tusukan, juga kehabisan banyak darah.
.
..
.Dilanjut kalo jumlah votkom mencapai angka tiga puluh hehe🤸
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me
Teen FictionTaufan adalah seorang psikopat gila. Siapa pun yang berani menyakiti kedua saudaranya, maka sudah dapat dipastikan orang itu akan merasakan penyesalan yang teramat sangat. Sedangkan Gempa merupakan siswa terpandai di sekolah. Nilai mata pelajarannya...