***
Sinar matahari mengintip dari sela-sela gorden yang terbuka, membuat salah satu anak adam mengerjap pelan, membiaskan cahaya matahari memasuki retinanya. Dengan pelan ia mengucek matanya, menggeliat pelan sebelum pergerakannya merasa terbatasi oleh lengan kekar yang melingkar pada perutnya. Ah, ia baru ingat sekarang dirinya tidak lagi tidur sendirian di kamarnya. Ada seseorang yang kini menemaninya, bahkan ia tak lagi tidur pada kamarnya yang bernuansa cerah. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, mengelus secara perlahan lengan yang melingkar pada perutnya.
Dengan perlahan tanpa niat membangunkan sang kekasih, ia membalikkan tubuh polosnya menghadap suaminya. Lagi-lagi bibirnya menyungingkan senyum mengingat keduanya telah resmi menjadi sepasang suami. Status yang lebih tinggi dari sekadar sepasang kekasih. Banyak hal yang telah mereka berdua lewati bersama, suka maupun duka, hingga tahap ketika duanya sama-sama ingin mengakhiri hubungannya. Semua telah dilewati bersama hingga titik ini. Arvin, tersenyum dengan tulus menatap wajah damai Dirga, sang kekasih.
Rasa bahagianya semakin membuncah. Ah, bahkan kalau ada kata yang lebih dari bahagia, Arvin mendeskripsikannya menggunakan hal tersebut. Jemari lentiknya merapihkan surai pirang sang suami yang menutupi wajah Dirga. Senyumnya terus tak hilang dari bibirnya. Ah, ia jadi teringat pertama kali bagaimana keduanya bertemu.
**
F
lash back mode on
** 23 Desember 2017**
Musim dingin telah tiba, semua orang pada kota Seoul bergegas untuk segera kembali ke rumah masing-masing. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam dimana suhu di kota Seoul semakin dingin mencapai minus satu derajat celcius. Hanya orang bodoh saja yang mau keluar dalam suhu yang sangat dingin bahkan bisa membekukan diri sendiri. Ya, orang bodohnya adalah Arvin yang keluar dengan kopernya berjalan dengan gontai tanpa tau kemana tujuannya.
Rasa dinginnya tak terlalu penting baginya, yang terpenting sekarang adalah bagaimana ia bisa kembali pada negaranya jika ia saja ketinggalan pesawat bahkan uang tabungannya tak cukup untuk kembali membawanya pulang. Lagi-lagi ia menghela nafas lelah, memikirkan bagaimana nasibnya kini. Ia tak mungkin mengatakan pada keluarganya karena ya salah satu alas an ia pergi kesini adalah mereka.
Bisa-bisa ia dijemput secara paksa dan menjadi tontonan banyak orang. Ia tidak mau hal itu terjadi, ya lebih baik ia mati kedinginan daripada dipaksa untuk menuruti keinginan orang tuanya. Ia bergidik ngeri jika hal itu terjai. Dijodohkan oleh orang lain yang bahkan ia tak tau bentuk rupanya seperti apa. Bagaiimana jika itu om-om berperut gendut dengan kepala botak. Ah, ia tak ingin membayangkannya, jauh-jauh kalau bisa.
"Sial." Arvin mengumpat, bagaimana nasibnya kali ini? Salju kembali turun, ia tak tau harus berteduh dimana, sejujurnya ia belum ingin mati muda. Masih banyak yang ingin ia lakukan tau! Sepertinya ia harus berhati-hati kalau berucap. Takut kejadian.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYUNIN WEEK 2022
FanfictionHyunjeong Project 2022 "Una In Perpetuum" Act 3 : HyunIn Weeks 💛Season of Spring ya EIRENE💜 feeling of peace and calm as a gift for those of us who appreciate Authors : - paseojin - Amaateeraasuu_ - h_jklmnjj / foxllamate - kenmasymdrome - siriusl...