38. MASA LALU

2.2K 219 1
                                    

"Kamu ngapain?" Laki-laki dengan Jersey bola itu menatap tajam gadis dua belas tahun didepannya. Ada rasa aneh yang tiba-tiba menggelitik hatinya ketika tangan mungil itu menyentuh lukanya. Bukan, bukan rasa sakit karena memang lukanya tidak parah. Melainkan rasa berdebar yang tiba-tiba menderanya.

"Mas habis jatuh kan jadi Naya kasih plester di lukanya biar nggak sakit lagi"

Laki-laki itu mendengus kesal. Ia memutar bola matanya malas. Sungguh ia benci dengan gadis cilik didepannya ini. Bukan cilik, hanya saja bagi Dimas bocah berumur dua belas tahun adalah bocah ingusan yang masih sering merepotkan. Ooh tapi jangan salah, Dimas bukan benci secara harfiah. Bukan pula gadis itu yang sering merepotkan seperti kebanyakan gadis pada umumnya.

Dimas membencinya karena gadis itu sering membuatnya kelabakan jika berada didekatnya. Kalian boleh mengatakan jika Dimas adalah remaja gila yang mulai menyukai gadis belia didepannya. Entah kenapa, jantungnya sering berdebar ketika tangan mungil gadis itu tanpa sengaja menyentuh kulitnya. Katakanlah Dimas pedofilia. Tapi itu nyatanya. Kalian tidak bisa menyalahkan perasaan yang jatuh cinta Bukan?

Tapi yang menjadi sumber utamanya, gadis itu adalah tetangga barunya. Tepat di seberang rumahnya. Dan intensitas bertemu dengan dia pasti amat sangat banyak. Apa yang harus Dimas lakukan untuk menghindari bocah cilik didepannya. Ia takut jika perasaannya semakin tidak terarah.

"Nggak usah! Udah minggir! Saya mau main bola lagi"

"Iih nggak boleh! Mas Andra juga pulang kok habis ini tuh dia lagi di marahi sama mama"

Dimas beralih menatap sisi lapangan lainnya. Tepatnya diarea gawang. Disana, ia tengah melihat sosok Andra, yang tak lain Abang gadis ini. Laki-laki berambut sedikit gondrong itu terlihat menahan sakit ketika sang ibu menarik salah satu telinganya.

"Ayo pulang mas sama Naya heheh. Nantik Naya belikan es krim biar luka mas cepat sembuh"

"Bocah! Kenapa kamu cerewet sekali sih? Minggir atau--"

"Mas Dimas ganteng tapi sayang sering marah-marah kan Nay jadi takut"

Ckck! Dimas nggak perduli. Yang penting sekarang adalah membuat gadis cilik didepannya ini menjauh agar tidak semakin membuat hatinya ketar-ketir.

"Kamu--"

"MAS!!"

Dimas tersentak. Laki-laki itu membulat kan matanya terkejut ketika mendapati sosok gadisnya yang berdiri dengan muka yang tertekuk sebal didepannya. Aaah mengingat masa lalunya dengan Naya membuat Dimas tidak begitu fokus ternyata. Ia melamun.

Dan untuk informasi saja, Pukul tujuh lewat beberapa menit lalu Naya dan Dimas sudah menginjakkan kakinya di rumah masing-masing. Perjalanan dari rumah produksi menuju rumah terasa begitu panjang karena jalanan yang macet.

Dan sekarang jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam kurang beberapa menit. Naya sudah selesai merapikan dirinya. Ia menggunakan long dress tanpa lengan dengan kardingan yang membuat tubuhnya sedikit menghangat. Tak lupa tangannya yang menenteng dua buah rantang berisi makanan dari Mamanya untuk diberikan pada tetangga sebrangnya itu.

"Mamamu itu repot-repot aja sih" Bunda Airin yang tadinya duduk di samping Dimas terdengar mengomel. Namun tak ayal bibirnya mengucap terimakasih sebelum perempuan itu menghilang dibalik sekat tembok dengan satu buah rantang yang sudah diberikan oleh Naya barusan. Menyisakan Naya dan Dimas yang duduk saling berhadapan.

"Ngelamun apasih? Sampai aku panggilin nggak nyaut-nyaut"

"Kamu"

"Diih apaan"

"Kenapa?"

"Mas udah makan?"

"Belum"

"Kebetulan, ini mama buat gado-gado tadi.  Selada dari mas langsung dibuat mama gado-gado"

I LOVE YOU BUURMAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang